[part 6]

223 16 0
                                    

PLEASE, DONT BE SILENT READER. THANK YOU!
----------

"Kara?" Michael masih tidak percaya, masih berani-beraninya cewek itu berdiri dihadapannya.

"Aku bawain makanan kesukaaan kamu. Jangan lupa dimakan ya." Kara menaruh makanan itu diatas meja. Lalu memegang tangan Michael. "Sebenarnya ada yang mau aku bicarain sama kamu, soal yang kemarin."

Michael melepaskan genggaman tangan Kara dari tangannya. "Gak ada lagi kan yang perlu dibicarakan? Semuanya sudah jelas. Lo udah bohongin gue . Lo malu kan ketahuan nangis didepan Arka. Lo takut dibilang cewek lemah? Lo lebih mementingkan ego lo sendiri dibanding gue yang udah ngebelain lo. Dan gue diskors 2 hari gara-gara lo." Bahkan kata aku-kamu telah terganti oleh kata gue-lo. Michael sangat marah kali ini, batin Kara dalam hati.

"Tapi aku gak minta kamu untuk berkelahi sama Arka, Mic."

"Apakah salah kalau seorang cowok belain ceweknya karena udah disakiti sama cowok lain? Apakah salah?" Tangan Michael mengepal, menahan amarah.

Kara terpojok, memang itulah kenyataannya. "Aku minta maaf ya. Memang aku yang menyebabkan semua ini. Aku benar-benar minta maaf. Kamu mau kan maafin aku? Please."

"Kepercayaan gue sama lo udah hilang. Hubungan kita selesai sampai disini. Gue mau kita putus." Kata-kata itu begitu tegas dan menusuk.

"Bukankah cinta itu saling memaafkan?" Kara masih berusaha tersenyum padahal di sisi lain hatinya sedang sangat terluka.

"Apakah orang yang mengkhianati kepercayaan itu masih pantas untuk dicintai?" Kata-kata Michael itu sangat menohok hati Kara, senyumnya memudar.

"Saat kepercayaan dibalas dengan kebohongan, jangan harap kepercayaan itu akan kembali." Tambah michael.

Kara sudah tidak kuat lagi. Atmosfer di ruangan itu sudah sangat panas. Sepertinya Kara perlu oksigen untuk menyegarkan otaknya. Cairan bening itu seakan memaksa untuk segera keluar. Kara tidak mau menangis disini.

"Sekali lagi aku minta maaf karena sudah mengecewakan kamu. Kalau itu mau kamu, baiklah. Kita putus. Mungkin ini memang yang terbaik. Aku pergi dulu, kamu jaga diri baik-baik ya." Kata-kata itu sangat berat untuk Kara katakan. Kara segera keluar dari ruangan itu, berharap Michael akan menahannya. Tapi nyatanya tidak, Bahkan Michael pun tidak mau menatap kepergian Kara.

---------

"Bodohnya gue! Kenapa sih gue harus nangis cuma gara-gara Arka! Kalo seandainya gue gak cengeng, pasti semuanya gak akan kayak gini. Kara idiot! Kara bodoh!" Kara berbicara pada dirinya sendiri. Kara terus mencabuti rumput di taman rumah sakit. Rumput hijau nan indah itu menjadi pelampiasan sementara baginya. Kara berusaha menahan air matanya yang seakan memaksa keluar lagi, tapi dirinya tidak bisa. Cairan bening itu kembali menyentuh pipi lembutnya. Perutnya pun sudah memulai konser keroncongnya, tapi tidak ada sedikitpun niatan dalam dirinya untuk makan.

Kara menundukkan kepalanya, masih merutuki betapa bodoh dirinya. "Gak seharusnya gue nangis waktu itu. Kenapa juga gue harus nangis karena Arka." Ucapnya pelan.

"Jangan merasa bersalah kalau kemarin lo menangis, ketika hati tersakiti maka semuanya akan kacau. Jika menangis bisa mengurangi kesedihan, maka menangislah. Itu hal yang wajar." Arka mendekati Kara dan duduk disampingnya.

Kara menatap Arka tanpa ekspresi, ia ingin marah tapi tidak ada gunanya juga. Semuanya sudah terjadi, emosi tidak akan menyelesaikan masalah.

Kara semakin menunduk, tidak mau menunjukkan wajahnya yang kacau didepan Arka. "Lo sejak kapan disini?"

"Belum lama, gue sama Arin barusan jenguk Michael. Tapi ternyata si Michael lagi tidur. Kar.. maaf karena udah buat lo nangis, maaf karena udah buat lo berantem sama michael, maaf karena udah buat lo kacau begini. Gue benar-benar minta maaf atas segala perlakuan gue ke lo selama ini. Gue akan merasa menjadi laki-laki paling jahat jika lo gak mau maafin gue."

My Naughty Boy [ON EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang