Arin pulang saat larut malam, rumahnya kini sangat gelap seperti tidak berpenghuni, pintunya pun tidak terkunci. Ia menjadi amat cemas dan was-was. Apakah penghuni rumah pada lupa menyalakan lampu. Kemana kakak dan pembantunya pergi. Atau jangan-jangan rumah ini dimasuki maling atau perampok?
Pikiran-pikiran liar itu kini membuat bulu kuduknya berdiri, dengan mengendap-endap ia mengambil penggaris besi dari tasnya dan berusaha mencari tombol lampu. Untuk jaga-jaga jika benar-benar ada pencuri masuk ke rumahnya.
Arin membaca doa-doa sebelum menekan tombol lampu rumahnya. Cahaya mulai menerangi ruang tamu tersebut. Arin menoleh ke arah sekitarnya, sepi seperti tidak berpenghuni dan keadaan masih rapih seperti biasanya.
Ia langsung berlari menuju ke lantai 2, tempat kamar Arka berada. Arka tidak ada disana. Arin mulai panik. Ia juga tidak menemukan pembantunya dimanapun. Arin mencoba menghubungi Arka beberapa kali tapi hasilnya nihil, handphone Arka mati. Ada 9 missed call dari Arka beberapa jam yang lalu, kini Arin merasa bersalah dan makin khawatir. Ia mulai mencari ke setiap ruangan yang ada dirumahnya.
Suara petir mulai bermunculan, pertanda sebentar lagi akan hujan. Dan disaat seperti ini para penghuni rumahnya tidak ada, orang tuanya pun sedang di Paris untuk suatu pekerjaan, Arin benar-benar takut.
Langkahnya semakin cepat menelurusi rumahnya yang sangat besar ini, ia merutuki kenapa ia bisa punya rumah yang sangat besar ini.
Hatinya mencelos ketika membuka pintu home teater yang letaknya di lantai 3 rumahnya. Disana Arka sedang duduk manis dan tersenyum melihat Arin. Arin tidak bisa berkata apa-apa. Ia langsung berlari dan memeluk erat Arka. Cairan bening itu kini mengalir di pipi lembutnya. Isak tangis Arin semakin menjadi.
"Gue takut kehilangan lo kak." Arin masih tidak melepas pelukannya dari Arka. Malah memeluknya semakin erat.
"Jangan takut. Gue gak bakal meninggalkan lo sendirian, rin."
"Makanya kalau gue telpon diangkat, dasar adik durhaka. Hahaha."
Arin melepaskan pelukannya, terkekeh lalu memukul pelan lengan Arka. Ia baru sadar home teater ini benar-benar indah. Balon-balon warna cokelat ada disetiap sudut ruangan, dan ada pita-pita warna cokelat menghiasi dinding ruangan.
Di meja terdapat beberapa batang coklat toblerone, martabak toblerone, gelas, soda, satu kotak permen cokelat dan cake cokelat berbentuk love bertuliskan sorry.
Ruangan ini benar-benar bertema cokelat.
Arin memeluk Arka lagi, "makasih." Ujarnya lirih.
"Maafin Arka kalau udah sering buat Arin kecewa. " Arka membalas pelukan Arin. "Arin mau maafin Arka kan?"
Arin mengangguk. Suatu saat ia pasti akan merindukan moment ini. Ia benar-benar menyayangi Arka sepenuhnya.
"Arin bau. Mandi dulu sana. Dasar cewek jorok."
Arin menggerutu, ia menyadari bahwa dirinya memang benar-benar kotor saat ini. Bahkan Arka jauh lebih wangi dari dirinya malam ini.
"Hurry up , I want to watch a movie together tonight. Dont waste my time baby." Ujar Arka.
"Okay. Wait me."
------"Kak Arka, Sarapannya udah siap nih. Cepet dong kak, nanti nasi goreng buatan Arin dingin." Hari ini memang Arin yang membuatkan sarapan untuk mereka berdua, dikarenakan pembantu mereka mengambil cuti tiga hari dari sekarang untuk pesta pernikahan anaknya di kampung. Arin takjub melihat Arka keluar dari kamar dengan penampilan yang sangat berbeda dari sebelumnya.
Sepatu hitam, kaos kaki putih,celana yang tidak dikecilkan, tali pinggang, baju dimasukkan, dasi diikat rapih, dan rambut yang disisir rapih walaupun masih agak panjang untuk ukuran anak SMA.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Naughty Boy [ON EDITING]
DiversosArka sang primadona sekolah yang aura dan ketampanannya selalu dibincangkan para penghuni sekolah, tergabung dalam kelompok trouble maker sekolah, banyak disukai para perempuan bahkan sampai punya grup fans sendiri, Arkalovers. Banyak perempuan jatu...