Bagian 7 (Kalung Permata)

6.2K 350 11
                                    

Assalamu'alaikum, readers !!!
Wahh rasanya sudah hampir setahun author tidak melanjut cerita Aisyah. Banyak pertimbangan untuk melanjutkan cerita ini karena author tidak cukup percaya diri membuat cerita after marriage. Tapi karena pemberitahuan di e-mail  akhir-akhir ini sering ribut, dan semakin banyak yang meminta  ceritanya dilanjut maka author luluh juga untuk melanjut cerita  Aisyah :')

Selamat menikmati kisah Aisyah yang InsyaAllah ke depan akan semakin seru! Terimakasih atas dukungan dan dorongan kalian yang sangat bermanfaat. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. ^_^

"Kita mau ke mana kak?" Tanya Aisyah saat Honda Jazz putih yang ditumpanginya melaju tenang. Fadli tidak menjawab, hanya menampilkan senyum sambil menyetir."Kakk jawab Aisyah." Pinta gadis itu sambil mengguncang pundak suaminya.

"Coba kamu tebak kita mau kemana?"

"Ke Asrama bukan? Aisyah kangen ummi."

"Bukan Syah. Pekan lalu kan sudah dari sana." Fadli menggeleng. Aisyah terlihat kecewa sambil memainkan kaca mobil dengan telunjuknya. Mobil mereka berbelok memasuki kawasan pusat perbelanjaan Mall Panakukang.

"Ini kan MP?" Aisyah teringat kunjungan terakhirnya di Mall Panakukang bersama Aya untuk mencari hadiah yang akan diberikan kepada ummi Rina. Setiap libur semester Ummi selalu mengajak Aisyah ke salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Makassar itu untuk membeli buku dan alat sekolah.

"Kamu mau sekolah?"

" Mauuuu!" Jawab Aisyah antusias. "Kita mau beli perlengkapan sekolah ya kak?" Tanya Aisyah takjub. Fadli menatap aisyah dengan ujung mata sambil mengangguk. "Alhamdulillah! Terima kasih ya Allah Engkau telah mengabulkan do'a Aisyah." Mata gadis itu berkaca.

"Udah jangan menangis, nanti dikira saya jahatin kamu." Canda Fadli sambil menahan senyum. Sebelum keluar dari mobil yang telah diparkir, tangan kanannya terasa hangat ternyata sepasang tangan lembut telah menggenggamnya.

"Terima kasih." Ucap Aisyah sungguh-sungguh.

"Tak perlu berterima kasih, ini sudah kewajiban saya menafkahi dan membahagiakan kamu karena..." Lelaki itu terdiam sambil menatap dua punggung tangan Aisyah yang masih menggenggam tangannya. Ditatapnya cincin emas pernikahan yang melingkar di jari manis gadis tersebut.

"Karena apa?" Tanya Aisyah ragu.

"Karena aku sudah janji pada Abahmu." Jawab Fadli singkat.

Mereka memasuki pusat perbelanjaan. Aisyah berjalan sambil memegang tali tas ransel yang dipakainya. Hadiah pernikahan dari Aya. Kerudung merah muda menjulur dari kepala hingga pinggangnya dipadu bross mawar putih. Aisyah sesekali memperhatikan gamis putih pemberian bu Anne yang dikenakannya. Di sampingnya Fadli berjalan sambil memperhatikan setiap toko yang mereka lewati. Aisyah memperhatikan sosok yang kini berjalan di sampingnya. Sejak dari rumah Aisyah merasa ada yang beda dari Fadli, setelah ia memperhatikan ternyata Fadli mengenakan busana yang selama ini berbeda dari yang biasa dilihatnya setiap Fadli berangkat ke kantor. Celana jeans coklat, sepatu kets dan kaos oblong panjang. Terkesan muda seperti mahasiswa-mahasiswa yang biasa Aisyah lihat.

"Eh, Syah aku keren kan?" Tanya laki-laki itu sambil menahan tawa. Aisyah melongo bingung.

"Lumayan bisa dapat skor delapan, tapi kan tetap sudah tua." Aisyah tertawa.

"Tua gini tapi teman kantor bilang saya baby face loh!"

"Aisyah tidak percaya, mana ada baby face tingginya 187 sentimeter kayak pemain bola begitu." Balas gadis itu meski dalam hati mengakui. Fadli tertawa.

Aku Bukan AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang