Aisyah POV
Suasana di moment sarapan pagi ini terasa hening dan kaku. Hanya sesekali suara sendok beradu dengan piring kaca putih di hadapanku. Seporsi roti sandwich di mulut terasa hambar. Mataku hanya menatap lurus ke meja makan. Tak sanggup bila harus mengangkat wajah dan menatap mata sendumu yang dalam. Tidak. Aku tidak siap bertatap wajah denganmu pagi ini. Kejadian subuh tadi sungguh mengganjal pikiran dan perasaanku.
"Aisyah berangkat duluan. Kak Fadli tidak perlu mengantar." Aku bangkit dari kursi makan dan berpaling seketika setelah menatap mata sendumu sekilas.
"Kenapa?" Balasmu sambil bersiap bangkit dari kursi. Aku terkesiap sambil melesat pergi. Mengambil langkah cepat untuk bisa keluar dari rumah.
"Hari ini Aisyah jalan kaki saja. Sekolahnya dekat. Assalamu'alaikum."
"Tapi Syah!" Cegahmu. Belum sempat kau menjawab salam Aku sudah menghilang di hadapanmu.
Apa yang telah kau lakukan Aisyah?
Ada apa dengan dirimu?
Kenapa kau harus marah kepada Rianti yang bahkan tidak pernah kamu lihat sebelumnya?
Aku melontarkan berbagai pertanyaan dalam hati. Masih sangat jelas kejadian subuh tadi membuat wajahku terasa memerah karena rasa malu.
"Hei, hei kamu kenapa?" Fadli tidak mengindahkan larangan itu. Ia tetap mendekati gadis di hadapannya dan meraihnya dalam pelukan. Dengan sekuat tenaga Aisyah berontak.
"Jangan dekati saya!!" Aisyah memukul dada sosok yang memeluknya "Saya bukan Rianti!"
"Iya, kamu bukan Rianti. Kamu Aisyah, saya sadar betul kamu bukan Rianti. Lantas apa yang membuat kamu sedih sayang?" Fadli berusaha menenangkan gadis dalam pelukannya.
"Kamu mencintai Rianti!" Teriak Aisyah tak bisa mengendalikan emosinya. Pelukan Fadli merenggang dan suasana seketika hening.
"Kenapa kau tiba-tiba membahas Rianti?" Tanya Fadli bingung. Mata almondnya membulat menatap lurus ke depan.
Aisyah memalingkan wajah tak ingin melihat laki-laki di hadapannya. "Kakak menikahi Rianti karena \ mencintainya, sedangkan Aisyah, Aisyah dinikahi hanya karena wasiat abah."
Fadli terdiam. Terlihat jelas rasa frustasi di wajah lelaki itu namun akhirnya ia menarik napas."Aisyah, Rianti adalah masa laluku dan kau adalah masa depanku. Demi masa, Kita tidak akan bisa kembali ke masa lalu. Tidak akan pernah Aisyah! Dan masa lalu tidak meninggalkan sesuatu apa pun dalam hidup kita selain kenangan. Begitu pun aku dan Rianti. Yang ada di antara kami saat ini tinggal kenangan." Fadli menatap manik mata perempuan di depannya lama. Menyiratkan keyakinan yang dalam.
Aisyah melunak. Kedua matanya menjadi sendu dan berkaca. Hati yang sebelumnya sesak dengan beragam perasaan yang membuatnya bingung kini menjelma air mata yang menganak sungai hingga membasahi pipinya. Fadli memeluk perempuan yang telah dinikahinya. Air mata Aisyah yang pertama telah menetes didalam rumahnya. Tangis Aisyah yang pecah dalam pelukannya juga ikut memperjelas kebimbangan perasaannya.
Kejadian subuh tadi kembali terngiang di kepalaku. Aku malu atas sikapku padamu. Kau tidak salah, begitu pun Rianti. Tidak sepantasnya aku beriskap berlebihan. Tapi entah mengapa perasaanku terasa panas saat kau menyebut nama Rianti dalam tidurmu. Aku pun bingung apa yang terjadi pada diriku. Maka kuputuskan hari ini untuk berjalan kaki ke sekolah demi menghindari rasa canggung saat bersamamu.
"Piiiip!" Bunyi klakson motor membuyarkan lamunanku. Sebuah motor ninja mendekat. Saat kucermati wajah di balik helm itu aku tersadar akan laki-laki yang pernah menolongku saat kejadian pencopetan di mall.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Aisyah
DragosteFadli tercengang melihat calon istrinya masuk menawarkan sepiring brownies. Gadis kecil berusia sembilan tahun yang mengenakan jilbab pink itu adalah Aisyah. Perempuan yang akan dinikahinya. Sementara Aisyah kecil terlihat senang ketika mendapat ha...