[11] Diesnatalis

121 17 0
                                    

Di pagi hari, pada hari Sabtu yang terang. Aku mondar-mandir di depan Sekos(Sekretariat Osis) kayak anak ilang dengan almamater biru donker ala Osis di badan.

Bukan, ciwi-ciwiku. Aku nggak ikut Osis. Ini cuma dititipin Ichak.

Masalahnya dia numbalin aku ke antara para kakel Osis! Omahgad! Dia nyuruh aku mbawa almamater Osis dan memakainya sementara Ichak balik lagi kerumahnya buat ngambil sesuatu. Semoga aku ga dimarahin karena sembarangan make ini almamater. Berbekal lembaran kertas print di dekapan, aku nengok kesana-kemari buat ngeliat Ichak. Tapi tuh anak juga belom nongol juga! Padahal acara Diesnatalis mau dimulai satu jam lagi.

Eh buset sialan ada Kak Leon! Uwoh... aku harus sembunyi dimanaaaa?!!

"Hai, dek,"

Mampus!

Aku terpaksa menoleh ke Kak Leon yang memakai seragam batik dan memberinya senyum paling tulus setulus yang bisa aku kasih ke kakel pengecut itu.

"Selamat pagi, kak," sapaku lembut

Kak Leon ngeliat aku, terlebih di almamater milik Ichak ini. Dia tersenyum miring lalu menunjuk almamater ini, "Mesti Icha yang nitip,"

Aku cuma mengangguk kaku.

Tapi Kak Leon malah mendengus kecil, "Kebiasaan si cebol XI Social 1. Nitip barang seenaknya," kemudian pergi gitu aja

Aku cuma berdiri mematung dan hendak meremas kertas di dekapanku bila nggak inget kalo ini kertasnya Ichak. Sabar, Andra, sabar~

"WOY!!!"

"Eh monyet!" aku langsung membungkam mulut latahku dan menggeplak ringan tubuh Ichak yang mengagetiku dari belakang sementara Ichak tergelak keras

"Ichak sialan!" geramku menimpuknya dengan kertas yang nggak aku peduliin lagi lalu melepas almamater dan melemparnya ke Ichak juga

Ichak langsung berekspresi kaget ala FTV, "Astaghfirullah. Ya udah, Ndra, kalo nggak ikhlas ya jangan ngelempar barang-barangku. Ini penting loh. Kalo dari awalnya nggak mau mbantu aku ya bilang aja. Aku bisa cari bantuan orang lain," katanya lirih sembari memakai almamaternya tanpa menghentikan rengekan FTV-nya

Padahal umurnya lebih tua dari aku, tapi kelakuannya childish banget. Sechildish tinggi badannya. Ups.

Aku menghela nafas berat lalu dalam satu tarikan, aku merangkulnya di pundak, "Aku temenin nge-cek 'titik panas',"

And see, ekspresi Ichak langsung berubah cerah dengan kilauan sinar dari matanya dan hamparan pelangi menjadi background-nya. Beh...

BeTransgender©PineAppler08

Lapangan sekolah yang berumput hijau luas itu telah terisi dengan ramai. Di tepi kanan kiri lapangan berjejerlah aneka stand buatan kreatifitas siswa. Mulai dari makanan hingga buku. Dan aku tak melewatkan moment indah mengelilingi jajaran stand itu yang alhasil aku berhasil membeli makanan seperti roti konde, fleperrtart, scootle, jagung manis dan dua cup milkshake. Semua itu aku dapatkan berkat perjuangan keras dan gigihnya menerobos antrian yang sangat tak patut dicontoh. Punya badan ramping emang harus sombong dan bangga.

Di sisi lapangan tersebut telah dibangun sebuah panggung konser yang lumayan besar dan meriah. Bahkan sekarang sudah tampak beberapa kru sedang berbicara di pinggir panggung kepada dua host pengisi acara ini. Dan walaupun luas lapangan telah berkurang karena adanya panggung, lapangan ini masih bisa menampung kurang lebih seribu siswa yang menggila. Dan karena ini juga kebanyakan sekolah tetangga menjuluki sekolah ini punya 'landasan pacu' sendiri. Yah... keberuntungan sekolah pinggiran sih, tanahnya masih luas-luas.

Aku mendatangi stand kelasku sendiri, yang bernama SosialEcchi. Slang dari Sosialichi. Walau ada banyak perdebatan akhirnya nama terlarang itu digunakan walau si pencetusnya harus jadi cabenya. Siapa lagi kalo bukan Sheva ama Fathony.

"Beli Konde tart satu, kak!" ujarku menahan cekikikan kepada temen kelasku yang tampak kewalahan dengan banyaknya pembeli

"Eh iya. Bentar ya, ini baru banya—" namun ucapan cewek bersuara serak-serak basah itu terhenti saat dia melihatku, "Setan, Ndra!" bentaknya jutek

Aku bergegas masuk ke stand sambil membawa makananku yang tersisa. Aku membantu Hosa—temenku tadi—dan yang lain. Bahkan karena ada aku juga, beberapa orang pengen selfie ama aku yang transseks. Beuh.

Baru beberapa kali selesai melayani pembeli, dari jauh aku ngeliat Ichak jalan sambil menghentakan kaki dan menunjuk-nunjuk aku.

Sontak aku menepuk jidat. Badak! Aku lupa kalo aku baru nemenin Ichak.

"WOY! Andra gavle! Kampret! Gue cari kemana-mana malah ngumpet di stand!" raungnya dari kejauhan

Oh demi Poseidon! Aku langsung memakan dengan primitif makanan-makananku lalu meneguk milkshake ku tanpa ampun sampai tandas.

"Bentar-bentar! Sendawa dulu!" lalu aku menutup mulutku dengan kedua tangan dan melancarkan apa yang hendak keluar dari mulutku

"Zibang, Ndra!" geram Hosa sempet-sempetnya, diantara melayani ramainya pembeli

Aku hanya nyengir hingga Ichak memungutku ke tepi panggung. Panggung dimana akan membawa kami berhura-hura. Di sisi baik tentunya.

"Okay, Andra. Tugasmu menemani saya hanya sampai batas ini—"

"Wagu."

Slap!

Oh my! Thats really hurt, girl!

"Gue serius. Setelah ini gue cuma mantau Diesnatalis biar lancar aja," kata Ichak

Aku ngerutin jidat. Iyalah, "Trus aku dibawa kesini buat apa?"

Ichak nampak mbolak-balik lembaran-lembaran kertas—yang kayaknya isinya urutan tata acara Diesnatalis—dengan cepat dan ber'ha!' lalu menunjukkan lembaran itu ke aku.

"Lo nanti kebagian nyanyi. Oh my fuckin' Zayn Malik! Lo tau gak, gue sampe greeeget sendiri pas rapat kemaren. Mereka pengen lo nyanyi di panggung. Seriusan. Padahal nih ya, yang punya suara bagus kan bukan cuma elo.

Nah. Mungkin ini saatnya buat lo nunjukkin diri lo. Lo bisa ngenali diri lo lagi tanpa takut orientasi gender lo. And... of course. Socialichi ada di tangan lo sekarang,"

Aku langsung nunjukin wajah syok paling antik yang aku punya sambil ndorong tuh kertas menjauh dari wajahku, "Gak mau, Ichak. Aku nolak! Aku nggak mau nyanyi buat umum lagi. Lagian—argh really? Socialichi?! Never. Aku udah buat Socialichi tercoreng dan sekarang dengan bangganya mengatas namakan Socialichi. Ahahaha that's so freakin' funny," tawaku hambar

Ichak melipat kertas itu kembali, membenarkan kerudungnya dengan frustasi lalu berdecak, "Panji janji kalo lo bisa buat Diesnatalis sukses hebat tanpa kebosanan, dia bakal ngusut masalah kita soal Paskib. Plus... dengan bantuan PKS,"

Dan itu langsung membuatku tertohok. Uh benar juga. Ada suatu kendala dengan PKS atau PSK apalah itu juga.

"Tapi, Cha—"

"Cuma dua menit."

"Iya tapi—"

"Plis, Ndra, astaghfirullah. Apa gue harus sujud di depan lo supaya lo mau?!"

Worst idea. Aku nanti dikira manjatuhkan Osis yang ada.

Akhirnya pun aku setuju, "Tapi genrenya bebas ya,"

——————————————————

941 kata

Jujur chapter ini pendek sekalee.
Minggu depan adalah chapter akhir yang Pin tulis di tahun 2017 yaa, habis itu adalah chapter yang Pin tulis tahun 2020.

Hmm, 3 tahun. Lama juga Pin Hiatusnya wkwk.

Next chap, kejadian apa yang akan terjadi? Andra bisa nyanyi sampai tuntas ga tuh? Atau... Leon n antek-anteknya berulah lagi?

Thankyou for reading my story. Please vote, comment and swipe more.
Love you mate🖤

Be TranssexualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang