[14] Overthinking

72 10 0
                                    

Don’t forget to appreciate my story with vote, comment, and save this to your library

Happy reading~
🍜

______________________________________

Ku ingin teriak… tapi langsung aku bungkam mulutku. Detak jantungku pun lebih kenceng daripada suara geng motor mberr yang entah kenapa kebetulan bisa lewat di depan perumahan yang seharusnya selalu sepi ini. Aku mencoba mengerjapkan mata, meyakinkan kalau bercak-bercak itu tidak nyata. Aku sampai menggosoknya kuat-kuat berharap kalau itu cuma ketumpahan saus atau ketempelan cat pagar rumah Mas Bayu yang kebetulan berwarna maroon. Tapi ini nyata, membuat tanganku menggigil parah karena ketakutan. Teringat sesuatu, salah satu tanganku mengarah ke bagian selatan tubuh dan—

“Hiks, Yesus Puji Tuhan huuu…” tangisku langsung pecah dengan keras saat megucapkan kalimat ini

Tidak ada tanda-tanda kalau ‘itu’ aku juga ikut dimangsa. Tidak ada rasa sakit sama sekali di bawah sana. Aku menangis kencang, memeluk tubuh yang kubalut selimut sampai bergulung layaknya sushi ini, kemudian jatuh meringkuk di ranjang. Nafasku sampai sesak karena ini tangis paling sakit yang pernah aku rasakan. Dominasi rasa takut dan marah yang campur aduk dalam dada.

‘Kamu itu ga cocok jadi cowok! Kamu aja feminim gitu!’

‘Kenapa mau jadi cowok? Jijik! Kaum-kaum laknat!’

‘Dih, jujur aja mau cari sensasi kan?!’

Diri ini memang sudah bukan cewek lagi, tapi aku masih punya perasaan sensitif seperti perempuan. Dan ini sudah keterlaluan, paling parah diantara semua perbuatan jahat yang dilakukan orang-orang asing yang membenciku. Sembari mengusap-usap air mata dan ingusku dengan selimut putih—lelah cuma buat ngambil tissue di lemari—, aku membayangkan Dandhi yang… yang memang ganteng—pernah duel kegantengan sama Bagas ke kakel dengan taruhan Soto Legend Kantin Mbokde Yadi—, ramah pada Satrio yang ingin berlajar bermain gitar, pernah membuat lucu dan onar bersama duo Sheva dan Fathony, adu nyinyir bersama Adit, mengajakku ikut festival Holi, berjingkrak bersama teman-teman Socialichi saat Diesnatalis. Tapi ternyata dialah sang pengkhianat selama ini…

… rasanya sakit. Sakit sekali. Aku menangis pada berapa banyak teman-teman Sosialichi yang dirugikan karena ulahnya itu. Nama mereka yang sudah lama dan mati-matian disucikan, diperbaiki, kembali jatuh dalam palung aib karena Dandhi membocorkan semua rahasia itu.

Aku jadi teringat waktu pertama kali kami dikumpulkan menjadi satu kelas. Waktu itu kami masih menjadi ego masing-masing, karena pengalaman pahit membawa kami pada individualis. Lalu Piyan yang mengawali itu semua, saat jam pulang dimana semua jendela dan pintu tertutup rapat, kelas remang-remang beserta semua anggota Sosialichi yang lengkap saling berbisik dan duduk melingkar di dalamnya.

‘Temen-temen… aku… sebagai ketua kelas, akan mengawali Sesi Hitam Kelam Kelas IPS 1 ini. Wah, kita belum punya nama kelas ya? Nanti aja dulu dibahasnya lah. Kita saling mengenal dulu. Jadi… baru beberapa dari kalian yang ‘ga sengaja’ aku denger tentang masa lalu kalian. Dan aku punya firasat satu-persatu dari kalian pasti punya masa lalu kelam. Bukan, bukan maksudku memaksa, sih, cuman… aku mengerti perasaan kalian. Walau kita berasal dari status keluarga dan marga yang berbeda, aku yakin kita pasti mengerti dari lubuk hati yang paling dalam, bahwa kita itu rapuh dan butuh penguatan satu-sama lain. Kita pasti solid, aku yakin itu. Kita akan jaga rahasia kita, masing-masing dari kalian akan kita jaga. One for all and all for one. Maka aku yang pertama mengutarakan pengakuan rahasia diriku, bahwa sebenarnya aku…’

Be TranssexualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang