Chapter 9 : The Beginning of Investigation

13 3 0
                                    

Dua perempuan itu terus berjalan, mendekati sebuah kursi yang menampakkan seorang remaja bersurai abu abu lewat lubang lubang kotaknya. Target dua perempuan itu terlihat sadar dengan kedatangan dua orang di daerah teritorialnya, ia mengembuskan napas. Dari bau parfumnya saja ia bisa menebak siapa yang datang padanya.

"Tedy ...", kata salah seorang perempuan dengan sedikit mendayu, mengajak orang yang dipanggil 'Tedy' itu bangun.

"Pergilah."

Si remaja bersurai perak itu bernama Tedy. Seorang wanted tampan yang selalu di cari-cari seluruh kaum hawa sekolah. Sifatnya yang dingin dan seolah misterius itu membuat banyak wanita bertanya tanya dan semakin ingin tahu tentang dirinya, ditambah ia adalah seorang kapten basket. Siapa yang tidak mendambakannya?

"Dasar jahat! Aku ini ingin bertanya!", nada bicaranya meninggi, menunjukkan si empunya tak sabaran. Tangannya kini berpindah ke pinggang. Da itu membuatnya terlihat makin galak.

"Memangnya apa yang kuketahui?" jawab Tedy sekenanya.

"Buka matamu.", perempuan itu kembali menyuruhnya. Sedangkan satunya hanya diam dan menyaksikan pemandangan di depannya—yang tak mengenakkan, baginya.

Tak ada gunanya melawan seorang Altha, itu yang Tedy pelajari. Ia membuka matanya, lalu duduk di tempatnya tiduran tadi. Siap mendengarkan dan menjawab yang Altha tanyakan.

"Aku dan Risa, ingin mendirikan kelompok detektif. Kau mau ikut?", tanyanya dengan mata puppy eyes sebagai modal utama.

"Aku tidak berguna di kelompok kalian. Sekarang pergi!", Tedy tetap keukeuh tidak ingin ikut. Apa gunanya bagi dia? Dia bahkan sama sekali tak dapat keuntungan! Eh, tapi tunggu, siapa yang ingin Altha selidiki?

"Aku ingin kau ikut! Kau melihat mereka membully Alana itu, kan? Ayolah ..."

Oh, Tedy baru paham. Altha dan temannya --yang ia tak tahu namanya itu-- ingin menyelidiki empat serangkai anak baru sekolah. Tidakkah mereka mengetahui keganasan mereka? Yah, Tedy hanya tahu Alana adalah perempuan paling ditakuti di sekolah, setiap orang yang cari masalah dengan grupnya akan dibully habis habisan, bahkan hanya untuk masalah sepele sekalipun. Dan Tedy dengan mata telanjangnya melihat Alana kalah telak oleh pirang yang ia temui beberapa hari kemarin di sini.

"Tidak. Itu tidak berguna. Kau hanya akan melelahkan dirimu sendiri. Pergi!"

"Kumohon, T-ted-tedy ...", kali ini teman Altha yang berbicara. Dia gugup, Tedy tahu itu. Tapi itu tak diambil peduli oleh Tedy, beratus ratus perempuan deg degan di depannya, lalu mengapa ia harus peduli pada salah satunya. Oh, tapi tunggu dulu ... ada satu perempuan bar bar yang justru mengacuhkannya ketika mereka bertemu!

"Hm ... sepertinya ini akan jadi menarik ... "

"Jadi?"

Tedy tersenyum tipis.

*

Hal terakhir yang Tedy pahami dari pertemuannya dengan Altha hari ini adalah, dia harus memata matai si pirang, yang barusan ia ketahui bernama Nancy. Beberapa informasi yang telah ia kantungi adalah, Nancy kelas 11 IPA 2 dan dia ikut klub basket. Dia punya beberapa tugas analisis yang perlu ia selesaikan.

Sedangkan Altha bertugas mematai Dara dan Xandra. Sedangkan Risa bertugas untuk mematai Brynly.

Tedy menganggap ini kuno. Tapi ia tak peduli. Toh dia sendiri ikut ini bukan untuk menyingkap tabir, tapi untuk beberapa alasan lain. Yah, dia akan mendapat keuntungannya sendiri—dengan membuatnya nyata.

*

Altha terus berjalan mengendap endap mengikuti Dara yang berjalan santai di depannya, sesekali ia ikut berhenti saat Dara berhenti. Sedangkan Dara entah tahu tidak tahu ada seseorang payah yang mengikutinya. Dari yang ia perhatikan; koridor lantai dua ini ramai-ramai-sepi. Ia melihat lihat dari pembatas, lantai bawah yang cukup ramai. Setiap kelas didominasi warna putih tulang dan warna hijau hijauan, seperti seragam yang ia pakai sekarang.

The N.B.D.XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang