Lana berdiam diri di kamar sambil menunggu pesan dari Theo, dan the wait is over. Yang ditunggu peka juga akhirnya.
Theo :
Hi
Lana :
Hola
Theo :
Berangkat liburan kapan?
Lana :
Besok mungkin, why?
Theo :
Cepet banget, gakpapa sih hehe
Lana :
Kirain, kamu sendiri kapan?
Theo :
Rahasia..
Lana :
Terserah deh
Theo :
Cepet banget kalo ngambek, aku sekarang udah di rumahnya eyang
Lana :
Oh gitu
Theo :
Iyaaa.. Lan, kamu gak ngantuk?
Lana :
Lumayan sih, why?
Theo :
Gakpapa, aku ngantuk hehe
Lana :
Yaudah tidur sana
Theo :
Serius gakpapa?
Lana :
Yesss
Theo :
Ok, aku tidur duluan yaa. Bye
Lana :
Bye Theo
Lana meletakkan ponselnya, sembari berbaring ia tersenyum bahagia karena Theo. Ya Theo adalah alasan utamanya. Meskipun dia dingin dan cuek tapi, itulah yang membuat Lana suka. Ia bergegas tidur karena besok pagi hendak ke luar kota, berlibur di rumah saudaranya.
"Lan, semua udah disiapin?" tanya mama.
"Udah kok ma, tinggal masukin charger aja soalnya masih aku pake." jawabnya santai.
"Yaudah, jangan tidur malem-malem soalnya pakpoh tadi bilang abis sholat shubuh kita harus siap." imbuh mama.
"Abis shubuh? Gak kepagian?" tanyanya lagi.
"Pakpoh takut kena macet, cepet tidur!!" ucap mamanya lagi sembari meninggalkan kamar Lana.
Ia menuruti apa yang dibilang mamanya, kamarnya menjadi gelap gulita karena tak terbiasa tidur dengan lampu menyala. Namun, insomnia melandanya saat ini sehingga mau tak mau ia hanya bisa berkedap-kedip di bawah langit-langit kamarnya yang gelap sembari memikirkan Theo, memikirkan apa yang sedang dilakukan Theo saat berlibur, dengan siapa ajakah Theo berlibur, dan mimpi apakah yang sedang dimimpikan Theo malam ini. Pikirannya bercampur aduk, ia masih saja tidak tenang meskipun Theo sudah menghubunginya. Malam semakin gelap, akhirnya Lana pun terhanyut dalam tidurnya.
***
Saat jam menunjukkan pukul 04:45, alarm ponselnya berbunyi namun tetap saja ia hiraukan. Alhasil mamanya masuk untuk membangunkannya.
"Lan, Lana.. bangun yuk udah subuh nih. Katanya mau liburan yuk bangun." ucap sang mama sambil mengusap lembut rambut Lana.
"Iya ma, bentar lagi." jawabnya dengan mata tertutup.
"Ayo, cepet mandi terus sholat subuh dulu sambil nunggu pakpoh dateng." paksa sang mama.
"Iyaaaa, nih bangun nih." sambil bergegas menuju kamar mandi.
Tak lama kemudian, pakpohnhya datang dan mulai memasukkan barang-barang yang hendak dibawa ke bagasi. Lana yang sudah bersiap dari tadi turut membantu. Setelah semuanya usai, Lana, sang mama, dan Reno, adik Lana pamit pada ayahnya. Karena ayah Lana tidak bisa ambil cuti, jadi yang berlibur hanya mereka bertiga beserta pakpohnya atau kakak dari mama Lana.
"Berangkat dulu ya yah," pamit Lana sambil mencium tangan ayahnya.
"Ati-ati ya, jangan ngambekan terus." ledek ayahnya.
"Enggak, santai aja." sahutnya dengan percaya diri.
"Yah, mama berangkat ya." pamit mama Lana.
"Iyaa, ati-ati. Awasin Reno terus ma."
"Iya yah." sahut mamanya dengan nada santai.
"Assalamualaikum,", ucap mereka berempat saat meninggalkan kediaman Lana.
"Waalaikumsalam." jawab ayah Lana sambil melambaikan tangan.
Mobil yang ditumpanginya melaju cepat menjauhi rumahnya, tak lama kemudian ponsel yang ada di sakunya bergetar. Sebuah pesan masuk, dan sudah tidak disangka lagi, nama Theo menghiasi layar ponselnya. Lana pun bergegas membalasnya.
Theo :
Pagi
Lana :
Iya, pagi juga
Theo :
Udah berangkat?
Lana :
Iya, ini lagi otw
Theo :
Ok, ati-ati ya
Lana :
Iyaaa
Theo :
Kalo udah nyampe kabari ya
Lana :
Okay
Mereka mengakhiri pesan singkat itu, Lana memang bahagia kalau Theo selalu menghubunginya. Tapi, bukan ini yang Lana mau. Pesan itu terlalu singkat untuknya, ia memang menyadari kalau Theo bukanlah tipe cowok kebanyakan tapi setidaknya bisa seperti saat mereka di kelas. Lana tidak mau ambil pusing, lalu ia memutuskan untuk tidur sepanjang perjalanan.
3 jam berlalu, kini mereka telah sampai tujuan. Tanpa dibangunkan pun Lana sudah membuka matanya. Rasa tak sabar menghampirinya sedari tadi, ia sudah sangat rindu kepada budenya. Mobil telah memasuki halaman rumah yang dituju, Lana bergegas turun untuk menemui budenya itu, begitupun dengan yang lainnya.
Sejenak, ia teringat pesan Theo tadi pagi lalu mencoba menggapai ponselnya yang tersimpan di saku untuk mengabari Theo.
Lana :
Aku barusan nyampe
Satu menit, dua menit, tiga, lima, hingga sepuluh menit ia menunggu tetap saja tidak ada balasan dari Theo. Lana tetap bersabar, menunggu dan menunggu lagi hingga satu jam. Nyatanya, belum juga ada balasan dari seseorang yang membuatnya resah itu. Lelah, ya Lana lelah menunggu balasan yang tak pasti itu. Lana memutuskan untuk menyibukkan diri dengan keluarganya.
***
Jam berlalu bagaikan angin, sangat cepat. Lana mencoba melihat ponselnya, namun tetap saja. Nama Theo belum muncul di layar ponselnya. Sore yang telah berganti menjadi malam yang gelap tetap saja belum memberinya jawaban yang sedari tadi ditunggu. Supaya tidak terlalu larut dalam kekecewaan, Lana memilih untuk tidur. Toh belum tentu juga Theo membalas kalau ia begadang. Lana hanya bisa pasrah.
YOU ARE READING
One Last Hope
Teen FictionSemua orang di dunia ini butuh kejujuran, begitupun dengan Lana. Ia hanya menginginkan kejujuran dari seseorang yang bernama Theo akan isi hatinya. Karena baginya, kejujuran Theo itu sudah lebih dari cukup atas apa yang ia inginkan selama ini. Tapi...