SunFlower

24 3 0
                                    

"Jika menghadapi kenyataan begitu sulit, apa hidup dengan kepura-puraan jauh lebih mudah? Menjadi seseorang yang bukan dirimu, misalnya"

*

Senja mulai mewarna langit, menciptakan gradasi warna biru-jingga dengan sapuan abu-abu disela-selanya. Senja petang ini berbeda, tidak secerah yang biasanya. Langit mendung dan sepertinya kota Bandung akan kembali diguyur hujan malam ini. Hidungnya sudah mulai bewarna merah jambu dan seharusnya dia segera menyingkir jika tidak ingin terkena flu. Meski begitu, dia belum ingin beranjak. Senja memang telah lama menjadi sekian dari favoritnya.

Dia lagi-lagi merapatkan sweater ketubuhnya yang mungil. Angin bertiup cukup kencang, membuat giginya bergemelutuk menahan dingin. Sebentar lagi, hingga langit menggelap baru dia akan turun, seperti biasanya. Dia memejamkan matanya dan seketika tubuhnya menghangat. Sebuah mantel yang lebih tebal telah tersampir dipundaknya, menutupi hampir seluruh tubuhnya. Pemilik mantel itu kemudian memeluknya dari belakang, terasa begitu nyaman.

Lengan yang memeluknya melonggar, lalu menuntunya untuk berbalik. "Masuk atau kamu bisa kena flu" lalu mengacak-ngacak rambutnya yang memang sudah berantakan.

"Alana yang gampang sakit" balasnya sambil menyisir rambutnya dengan jari. "Kamu nggak ikut turun?" Dia berbalik memerhatikan pemilik mantel tadi yang hanya mematung ditempat.

Ryzu menatap sosok di depannya, lalu melangkah memeluk pundak gadis itu dengan sebelah tangannya, menuruni tangga melingkar dari balkon menara kediaman keluarga Yoza. Balkon yang memang sengaja dibuat untuk adiknya karena kesukaannya pada tokoh disney, salah satunya Rapunzel. Ryzu menuntun langkah mereka ke menara lainnya, dimana kamar adiknya berada. Kamar dengan desain unik dengan atap yang transparan. Memberikan sensasi tidur dibawah bintang, cerahnya langit biru juga sejuknya hujan.

Rumah keluarga Yoza memang didesain serupa kastil dengan eksterior klasik khas abad pertengahan, tapi berbeda dengan interiornya yang lebih terkesan vintage. Dari dalam rumahnya ditata lebih hangat, juga lebih modern. Agneta – ibu mereka memang menyukai hal-hal berbau vintage, klasik dan hal-hal lainnya seperti mitologi, dongeng dan fantasy.

"Ryzu" gadis itu sedikit mengguncang lengan Ryzu yang sedari tadi terlihat melamun, mereka bahkan sudah berada dikamarnya. "Day dreaming?"

"Ah.. hah?" Respon yang Ryzu berikan membuatnya menghela napas, lalu menunjuk kearah nakas. Disana terdapat buket bunga matahari.

Dia melangkah ke arah nakas, lalu mengangkat buket bunga matahari yang sudah mulai layu itu, "Buket bunga matahari, dari siapa?" tanyanya untuk kali kedua sambil mengecek ada tidaknya kartu ucapan atau nama pengirim disana.

Ryzu mengendikkan bahunya tanda tidak tahu, "Shela?" panggil Ryzu menyadari perubahan ekspresi di wajah adiknya. Dia berjalan mendekat, duduk disisi ranjang lalu merangkul bahu Shela dan meremasnya pelan. "Nanti aku tanyain ke Chaca. Sekarang tidur, oke?"

Shela mengangguk pelan lalu merebahkan dirinya, dia membiarkan Ryzu menutup sebagian tubuhnya dengan selimut dan mengelus rambutnya perlahan, menyalurkan rasa nyaman yang membuatnya tenang. Shela menarik sebelah tangan Ryzu untuk digenggamnya, "Bunga matahari.." gumamnya pelan, meremas tangan Ryzu, yang kemudian berganti mengenggam tangannya.

"Mau dibuang aja?" tanya Ryzu hati-hati.

Shela menggeleng, mulai terisak pelan. "Aku kangen Devan" ujarnya membuat Ryzu menghela napas, dia lalu ikut berbaring memeluk Shela dan mengusap punggungnya pelan, tanpa berkata apapun. Ryzu semakin menguatkan pelukannya saat isakan pelan itu kemudian pecah menjadi tangisan. Shela beberapa kali mengatakan hal-hal yang tidak lagi ingin didengarnya di sela-sela tangisnya.

The SeasonWhere stories live. Discover now