"Lari, pergi, menghilang kadang terlihat lebih mudah. Seolah yang tertinggal; kau tidak ingin lagi. Tapi bagaimana jika kemudian kau ingin kembali, dan pulang ternyata lebih sulit dari pergi"
London, Agustus 2015
Senja mulai mewarna dilangit london, musim panas menjadikan siang hari lebih lama. Revan baru saja selesai dengan kelasnya hari ini. Dia melangkahkan kaki menuju stasiun kings's cross meninggalkan gedung Central Saint Martin College. Sudah sekitar tujuh puluh hari dia menghabiskan waktunya di ibukota Britania Raya ini, mengikuti short course dengan mengambil konsentrasi graphic and industrial design selama liburan musim panas. Kedatangannya ke city of london bukan hanya soal memperdalam kompetensi desainnya, tapi lebih dari itu. Dia sedang mencoba mengambil setiap kesempatan yang ada. Dan tinggal beberapa hari lagi tersisa hingga kepulangannya ke Indonesia. Revan terlihat sedang menunggu sesuatu, lebih tepatnya seseorang.
Seorang pemuda terlihat sedang berlari kearahnya, sambil memegangi topinya agar tidak terjatuh karena langkahnya yang tergesa-gesa."Pan, gue udah dapet alamatnya" ujarnya setelah sampai dihadapan laki-laki itu, menampakkan layar ponselnya yang sedang menampilkan aplikasi google maps.
"Good job ma boy, Rafa memang the best. Makin sayang deh" Revan terkikik senang, puas. Lalu merangkul cowok pemberi alamat tadi dengan mesra.
"Apaan sih pan, jijik tahu nggak" cowok yang dirangkul Revan serta merta melepaskan rangkulannya dengan tatapan kesal. Rafa lalu berjalan bersisian dengan Revan, "Gue tahu inggris udah legalin LGBT, tapi nanti ya pan. Jangan ditempat umum" sambungnya sambil menampilkan senyum malu-malu.
"Anjir Raf plis, gue nyerah" Revan seketika bergidik ngeri mendengar kalimat asal ucap yang keluar dari mulut Rafa barusan. 'Maafin Revan, ma. Tolongin Rafa', Revan merapalkan doa untuk Rafa, semoga sepupunya yang satu ini cepat sadar.
Rafa hanya menampilkan senyum lebar, terlihat senang. Pembawaannya yang santai dan ajaib kadang membuat Revan merasa tersaingi. Revan memang anggak drama, dan bisa sedikit gila dan gila beneran jika itu sudah menyangkut Reva, tentu saja. Dan satu lagi, semua orang tahu kalau dia memang terkadang sebelas dua belasan dengan Reva, yah namanya juga kembar. Tapi Rafa, dibalik pembawaan kalemnya, entah apa yang sedang melintas dipikirannya, hanya dia dan Tuhan yang tahu.
"Bercanda itu mikir" balas Rafa sambil menoyor kepala Revan pelan.
"Mana ada becanda dipikirin dulu Raf, keburu basi elah" Revan balas menoyor kepala Rafa. "Makan dulu yuk, laper gue" Perutnya sudah daritadi berbunyi, dia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Memikirkan menu apa yang akan disantapnya untuk makan malam.
"Now or not" ujar Rafa memberi pilihan, dia lalu melenggang meninggalkan Revan yang tersenyum kecut.
"Rafa, dont leave me, I still love you" teriak Revan keras yang serta merta mengundang perhatian banyak orang disana. Revan melihat Rafa mempercepat langkahnya tanpa menoleh ke belakang, dia pun berlari mengejar langkah riang dan tertawa senang.
***
"Lo tahu gue nggak seharusnya mohon kayak gini" Revan menatap seorang laki-laki didepannya. Laki-laki itu mendonnggak, balas menatap Revan sebentar lalu kembali membuang pandangannya.
Dia menghela napas, lalu kembali menunduk, rasa bersalah membuatnya tidak mampu menatap sosok dihadapannya ini lama. "Gue nggak bisa" jawabnya setelah jeda yang cukup lama.
Rafa meletakkan tiga kaleng cola untuk mereka bertiga. Saat ini mereka sedang berada di apartment seseorang yang dibutuhkan andilnya dalam Project Menyelamatkan Reva dan mereka sengaja datang kesini untuk menemuinya. "Dua tahun gue rasa waktu yang cukup buat Reva, sekarang harusnya dia udah siap untuk semuanya, dia harusnya siap" Rafa mencoba meyakinkan.

YOU ARE READING
The Season
Teen FictionBerawal dari klub jurnalistik Universitas Arega yang setiap tahunnya mengadakan voting pemilihan 4 mahasiswa icon campus yang dijuluki dengan 'The Season', dan ulang tahun universitas yang mengharuskan mereka bertemu dan berbagi waktu, meski tidak...