A Deal?

15 3 1
                                    

"Cukup selangkah; sisanya biarkan aku yang melangkah mendekat"

Reva mulai mendengus tidak sabaran, sudah hampir setengah jam setelah dia tiba dan pertemuan ini bahkan belum dimulai. Ryzu belum menunjukkan tanda-tanda kehidupannya. Alarm tanda waspadanya mulai aktif, apa Nathan membohonginya? Mungkin saja kan, tidak tertutup kemungkinan jika dilihat dari sikap Nathan yang biasa-biasa saja. Kalau dihitung-hitung bahkan Nathan sudah menunggu sejam penuh, 30 menit untuk keterlambatannya, ditambah 30 menit lagi untuk menunggu Ryzu.

"Kita mulai. Gue nggak suka buang-buang waktu. Masih banyak yang bisa kita kerjain, selain adu mulut gini kan. Kak Ryzu masih lama?" Reva menyuap potongan terakhir chesee cake nya.

"Ck, makan yang rapi dong" kata Nathan dengan gerakan yang cuek, mengelap pinggiran bibir Reva yang belepotan krim.

Reva menahan napas saat tangan Nathan menyapu bibirnya dengan tiba-tiba, lalu menjilat bekas krim dari tangannya. Dia dapat merasakan sekujur tubuhnya meremang, namun dia tidak memberikan reaksi apapun. Sibuk mengontrol degup jantungnya yang saat ini tak karuan. Reva juga mendengar pekikan tertahan cewek-cewek yang sedari tadi menatap mereka tak jemu. Mereka tidak terima dia diperlakukan seperti itu? Dia juga, bahkan sekarang dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Badannya masih kaku dan keringat dingin mulai mengucur dari pelipisnya.

"Lo kenapa? Sakit?" Nathan jadi merasa tidak enak mendapati Reva tidak memberikan reaksi apapun dan malah menundukkan wajahnya. Awalnya sih dia memang berniat menggodanya, membalas Reva yang mengerjainya, bahkan dia sudah siap kalau harus mendengar omelan panjang lebar khas Reva, tapi dia tidak tahu respon yang didapat malah seperti ini.

"Iya,gue sakit. Boleh gue pulang?" katanya yang lebih seperti gumaman. Pelan dan serak. Nathan jadi semakin tidak enak.

"Lo tadi kesini sama siapa? Diantar supir? Gue antar pulang ya" tawarnya mengingat Reva tidak pernah mengendarai mobil sendiri ke kampus. Walaupun dia masih bingung, kenapa reva yang tadinya terlihat sehat-sehat saja bahkan sempat mengerjainya tiba-tiba terlihat... rapuh? Apa mungkin ini hanya acting Reva untuk segera pergi dari sini atau hanya untuk mengerjainya.

Reva sendiri bingung, apa yang harus dia lakukan. Tubuhnya belum mau bereaksi dengan benar. Kalau dia setuju diantar Nathan itu berarti .. Tapi kalau dia menolak dan pulang sendiri, apa dia sanggup untuk berdiri. Kalau dia tidak sanggup untuk berdiri, hal selanjutnya yang terjadi pastilah.. Tidak, dia tidak mau hal itu terjadi. Ini saja sudah cukup memalukan, dia tidak ingin terlihat lebih memalukan lagi dihadapan cowok ini.

"Gue bercanda" Reva memeletkan lidahnya dan terkekeh, berhasil mengontrol dirinya tepat ketika Nathan akan bangkit dari duduknya, membuat cowok itu duduk kembali dengan ekspresi kesal. Mungkin merasa dikerjai atau tertipu. Yah, sama saja.

"Dasar drama queen" cibir Nathan. Sial, bisa-bisanya dia tertipu dua kali oleh Reva. Tapi ada yang aneh dari cara tertawanya, seperti dipaksakan. Ada yang ganjil dari perubahan ekspresinya yang tiba-tiba. Ah, jangan tertipu lagi Nath. Cewek dihadapan lo ini rusalka, sejenis rubah ekor sembilan. Rapuh apanya, dia ini punya sembilan nyawa, punya banyak akal juga, licik. Lo nya aja yang gampang banget ditipu.

Suasana mendadak hening, Reva sibuk mengetikkan sesuatu di gadgetnya. Nathan sendiri masih sibuk bergelut dengan pikirannya, dia ingin memastikan keadaan Reva tapi segan, dan lagipun tidak ada alasan dia harus tahu kondisinya. Jelas sepertinya tidak.

"Kak Ryzu" Nathan melambaikan tangannya pada seseorang. Reva menoleh juga kearah pintu masuk. Tampak seorang cowok yang seketika mengalihkan perhatian cewek-cewek lapar tadi dari mereka. Dia berjalan santai menghampiri mereka. Sorot matanya tenang, wibawa, tak terbaca. Selalu seperti itu.

The SeasonWhere stories live. Discover now