What if ?

23 2 1
                                    

"Bagaimana jika; memilihmu Aku tidak bisa, sama halnya Aku tidak ingin memilih seorang yang bukan kamu"

Seminggu ini Nathan setia mengikuti kemanapun Lexa pergi, tepatnya mengekori Lexa kemana-mana. Nathan belum menyerah membujuk cewek itu agar mau ikut serta dalam project 'The Season', menjadi pemeran utama untuk drama musikal di malam puncak ulang tahun universitas mereka, yang masih ditolak Lexa tanpa berpikir sedetik pun. Bahkan Lexa tidak menanggapi obrolannya sama sekali, jelas karena obrolan Nathan selalu berakhir dengan 'Jadi lo setuju kan?' atau 'Mau dong, please'.

Seperti saat ini, Nathan dengan sabar menunggu Lexa di sebuah salon kecantikan. Nathan duduk dengan tenang, tidak menggerutu sedikitpun seperti yang sering dia lakukan jika Lexa memaksa menemaninya ke tempat ini. Tadi pagi Nathan bahkan langsung menyanggupi saat Lexa menelponnya, tanpa harus dibujuk atau diiming-imingi dengan traktiran, jarang terjadi memang dan Lexa sangat tahu alasannya. Dia bahkan sudah menyiapkan jawaban terbaik untuk Nathan hari ini.

"Gue mau mampir ke Cafe dulu, ada janji sama klien. Gue balik sama lo, jangan coba-coba ninggalin gue lagi" kata Lexa dengan tegas, dia tidak ingin mengulang lagi kejadian absurd malam itu. Dan pertemuannya dengan kliennya tidak akan seru jika tidak ada Nathan yang nantinya menyaksikan.

Nathan cengengesan, "Aye, aye. Captain" katanya bersemangat. Jelas sekali ada maunya.

Lonceng kecil dipasang di pintu cafe bergemerincing kecil setiap pengunjung melewatinya, Lexa selalu suka bunyinya. Kaki jenjangnya melangkah menuju spot yang paling disukainya, kanan pojok. Nathan berjalan ke counter, memesan pesanan mereka, tanpa diminta. Biasanya Nathan hanya mau yang dibuatkan langsung oleh Lexa, kalau tidak Nathan tidak mau membayar. Sudah dia katakan kan kalau Nathan itu banyak akal.

Nathan kembali dengan dua coffe cup di tangannya, dia tersenyum ke arah Lexa kemudian duduk di seberang gadis itu. Lihat saja sikapnya, sudah dipastikan Nathan masih punya sejuta cara di kepalanya agar Lexa menyetujui keinginannya. Sebenarnya Lexa tidak keberatan sama sekali ikut berpartisipasi dalam acara dies natalis, tapi menjadi partner Yossi Reganta Harries yang membuatnya berpikir dua tiga kali untuk mengiyakan. Pertemuan pertama mereka tidak bisa dikatakan baik, Lexa bahkan berharap pertemuannya dengan Yossi the one and only, tidak ada selanjutnya.

"Lex, lo udah liat keluaran terbarunya Michael Kors belum? Sayang banget lo nggak bisa ikut kata mami" tanya Nathan menaikturunkan alisnya, menggoda Lexa yang langsung mendelik kesal.

"Jangan lagi deh, Nath" Lexa mencebik sebal. Maksud lo apa Nath? Mama nya dengan Mami Nathan, yang sering Lexa panggil Mami Leva memang mengajaknya untuk ikut ke peluncuran koleksi terbaru edisi musim panas di Paris. Membayangkan beberapa merek terkenal yang tidak sempat dilihatnya secara langsung, membuat moodnya hancur seketika.

Nathan malah tertawa nnggakak melihat Lexa yang mencebik sebal, mukanya benar-benar kusut saat obrolan mengenai batal ke Paris kembali diangkat ke permukaan. Revisian skripsi yang berakhir dengan kata-kata mamanya yang membuatnya mati kutu, 'Kalau kamu nggak lulus tahun ini, siapin kata-kata perpisahan terbaik untuk semua koleksi di walk in closet kamu'. Lexa lebih rela kehilangan satu kesempatan melihat-lihat calon anak barunya daripada semua anak kesayangannya. Meski begitu, dia tetap saja tidak rela.

"Lo kan bisa nitip mami, Lex. Gue aja beli satu" saran Nathan setelah menertawakan Lexa habis-habisan.

"Males gue, nitip sama mami sama aja mennggakhiri perang dingin gue sama mama, Nath. Gue masih nggak rela." Lexa memang sedang perang dingin dengan Mama Vale dan dengan gengsinya yang tinggi, Lexa lebih merelakan koleksi limited edition dibandingkan menitip pesanannya pada Mamanya. Lexa tidak setengah-setengah kalau sudah merajuk. Tapi apa katanya tadi, Nathan membeli satu, untuk apa? Untuk siapa?

The SeasonWhere stories live. Discover now