Setelah kejadian beberapa bulan lalu, aku menjadi semakin lebih dekat dengan Tama. Aku nyaman banget deket sama dia. Sejak aku ajari dia cara untuk peka terhadap seseorang, dia menjadi lebih bisa mengerti diriku. Bahkan dia semakin lebih pintar dalam hal kode-kodean daripada aku. Entah dia belajar dari mana atau dari siapa sampai-sampai dia bisa lebih peka dari aku. Di pertengahan bulan November, dia pernah bilang sesuatu sama aku. Kata-katanya sungguh menandakan seperti itu bukan dirinya.
"Gue seneng bisa deket sama elu, Vit. Gue ngerasa nyaman banget berteman sama elu. Gue harap bisa begini terus sama elu. Gue bahagia bisa kenal sama elu". Begitulah pesan singkat yang dia kirimkan padaku.
"Gue juga seneng bisa kenal sama elu, Tam. Jujur, sejak ada elu, gue ngerasa seneng terus. Nyaman gitu kalo lagi sama elu. Makasih udah mau jadi temen gue", balasku.
"Sekarang kita bukan cuma temen biasa, Vit. Gue mau kita punya hubungan spesial. Gue mau kita lebih dari seorang sahabat. Gue mau elu sama gue bisa lebih dari seorang sahabat", balasnya.
"Maksud nya?", tanyaku.
"Gue mau elu jadi orang yang spesial buat gue", balasnya singkat tapi cukup membuat aku terkejut.
Sungguh aku tak menyangka bahwa Tama mengatakan hal itu padaku. Walaupun bukan secara langsung, tapi hal itu cukup membuatku berteriak dirumah. Aku sangat senang mengetahui hal itu darinya. Ternyata selama ini dia juga menginginkan hal yang sama seperti apa yang aku inginkan. Bahagia rasanya bisa dekat dengan dia. Mulai hari ini, aku yakin aku akan mendapatkan perhatian yang lebih dari seseorang, dan orang itu adalah Tama.
Sejak hari itu, perlahan aku mulai menyukai dirinya. Terlalu banyak kebahagiaan yang hadir dalam hidupku sejak adanya Tama. Aku mulai lebih sering chattingan sama dia. Banyak hal yang aku bicarakan dengan dia. Setiap hari, ada saja topik pembicaraan kami. Setiap hari, ada saja hal yang kami debatkan berdua. Aku senang berdebat dengan dia. Saat debat di SMS itu, aku dan dia debat bercanda bukan debat yang serius. Kami lebih sering berdebat tentang hal-hal spele. Jika sedang debat, aku dan dia sama-sama tidak mau kalah ataupun mengalah.
"Lah gak bisa gitulah. Kalo kalah mah kalah aja, Tam", ledekku.
"Lah gue gak kalah. Emang kenyataannya gitu. Elu kan emang lebih kebo dari gue", balasnya.
"Elu tuh yang kebo :p ", balasku.
"Elu tuh", tukasnya.
Ya begitulah kami jika sedang debat. Tak ada yang mau mengalah. Kami sama-sama menikmati setiap perdebatan yang terjadi. Kadang kalau aku sudah benar-benar hampir menang, akhirnya dia pura-pura mengalah untukku biar aku menang, dan dia terlihat baik karena membiarkan aku menang. Padahal aslinya dia emang udah jelas-jelas kalah, tapi dia nya aja gak mau ngaku. Tapi ya emang dasarnya dia aja yang gak mau dibilang kalah. Kami juga pernah mendebatkan tentang bagaimana masa lalu aku dan dia. Kadang aku di bilang orang yang baperan, sebaliknya aku kadang bilang kalo dia itu orang yang paling gak peka di dunia.
"Iya kalo gue emang orang yang paling gak peka di dunia, berarti elu beruntung dong bisa kenal sama gue. Bisa deket banget sama gue. Bisa jadi orang yang spesial buat orang paling gak peka sedunia", ledeknya.
Kalau memang dia orang paling gak peka sedunia, jujur aku akan menjawab, "Iya, gue emang orang yang paling beruntung bisa dapetin elu, Tam". Tapi itu semua aku pendam dalam hati. Hari-hari aku lewati bersama dirinya. Setiap pagi disekolah, aku jadi lebih sering lirik-lirikkan mata sama dia. Dikelas aku juga lebih sering duduk bersebelahan dengan dia. Setiap pagi, aku sering mendapatkan sapaan hangat dari dia. Bahagia, ya itu yang aku rasakan sejak adanya dia di kehidupan aku. Sungguh beruntung punya orang spesial kayak dia. Dia sabar, pengertian kadang-kadang, baik hati dan tidak sombong, Lohh.. Tapi jujur, itulah yang aku rasakan.
Hari demi hari berlalu begitu cepat saat aku bersama dirinya. Kebahagiaan selalu datang menghampiri aku dan Tama. Lucu banget deh kalau liat semua pesan aku dan dia. Hampir 60% diisi dengan perdebatan. Tapi, hal itulah yang aku suka. Karena dari situ, aku bisa tertawa kecil, ada kebahagiaan yang datang kepadaku. Tama bisa membuat aku tertawa bahagia. Dia bisa memberikan aku kebahagiaan dengan cara yang sederhana, namun sempurna.
Sejak kami dekat, Tama sering sekali main kerumah aku, kadang dia sendiri, kadang sama Ijul. Tapi menurutku, dia ngajak Ijul juga biar ada temen ngobrolnya aja. Soalnya kalo cuma ngobrol berdua, pasti dia selalu kalah debat sama aku.
"Hari ini ada dirumah gak, Vit?", tanya Ijul padaku melalui sebuah pesan singkat.
"Ada, kenapa?", tanyaku.
"Gapapa nanya aja. Sebenernya sih gue disuruh sama Tama buat nanyain ini. 15 menit lagi, gue sama Tama kerumah elu ya. Sediain makanan sama minuman buat gue", balas Ijul.
Saat mereka berdua sudah sampai dirumahku, itu tandanya aku sudah harus siap untuk debat lagi dengan Tama. Hal itulah yang selalu ada dipikiran aku saat Tama kerumahku. Aku tahu, kalau satu hari saja aku tidak debat dengan dirinya, rasanya hari itu kurang sempurna. Setiap perdebatan itulah yang membuat aku dan dia semakin hari semakin dekat saja. Tanpa debat itu, mungkin hari-hariku akan sepi. Tiada hari tanpa debat sama elu,itulah yang Tama katakan padaku saat dia nganterin aku pulang dari rumah Syade. Hahaha aku ingat dengan sangat jelas bagaimana dia mengatakan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
General FictionKenapa dari dulu aku gak pernah sadar kalau di hari itu, dia sudah menyatakan cintanya padaku. Saat dia datang kerumah aku hanya untuk membahas permaianan Truth or Dare nya dengan teman kelasnya dulu, sesalku dalam hati.