Proud Of me?

5 0 1
                                    

        Suatu hasil, tak akan mengecewakan usahanya. Itu yang selalu ayah katakan. Brave your self, spirit to do.

Senin pagi tiba. Seperti biasa, aku selalu diantar oleh ayah menggunakan mobil BMW berwarna silver. Mobil itu berhenti seperti biasanya, tepat di seberang gerbang sekolahku. Aku bersalaman dengan ayah dan adik ku dan ku keluar dari mobil. Ku tutup kembali pintu mobil yang terbuka dan ku lambaikan tangan ke ayah. Aku berlalu masuk ke dalam. Ada yang berbeda di gerbang sekolah hari ini. Ku lirik sedikit ke arah kiri. Ah, benar banget. Ada Dimas sedang bersandar di sana sambil memain mainkan kunci motor miliknya. Aku pura-pura tak melihatnya dan berjalan sedikit lebih cepat agar ia tak bisa melihatku. Namun ternyata...

Di sepanjang lapangan ku berjalan, tiba-tiba ada seseorang merangkul bahuku dari belakang. Ku menoleh ke arahnya. Dimas sudah ada di sampingku dan tersenyum manis ke arah ku. Aku kaget dan justru melotot ke arahnya. Ku tepuk tanganya yang ada di bahuku

"Ngapain sih pagi-pagi gini samperin gue?" Kataku jutek

"Santai dong, gue mau kasih tau kalau pulang sekolah nanti gue mau melukis buat proyek kita" dimas tetap tidak melepaskan rangkulan nya

"Trus?? What happend?" Aku mengangkat sebelah alis ku

"Aduh rara, lo ga peka banget sih. Gue mau lo nemenin gue sepulang sekolah nanti di studio seni. Udah pokoknya lu harus ikutin kata-kata gue kan? Jam 1 siang gue tunggu lo di studio, deal???" Dimas mengangkat tanganya untuk berjabat tangan. Aku hanya mengangguk dan mengabaikan tanganya. Ia melepas rangkulanya dan melambaikan tangan padaku. Ia pergi lebih dulu dariku. Aku terus melangkah naik hingga ke kelas 11A.

Dikelas, nayla sedang baca-baca novel milikku. Ia tak sadar jika aku sudah duduk di sampingnya. Temanku, ratih menghampiriku

"Ra, untuk lomba puisi pak Adi minta lo yang milih tema ya?"

"Hah??? Hmmm oke"

Tak lama kemudian Ani teman di belakangku berkata

"Ra, soal fisika udah selesai? Gue liat dong"

"Nih udah"

Ra... ra... sehari-hari selalu begini. Datang pagi dan banyak sekali yang minta bantuan padaku. Karena aku tidak tega padanya. Ya, jadi mau bagaimana lagi. Nayla selalu bilang padaku "itu sih resiko orang pintar ra, udah terima nasib aja" huh... sepertinya begitu

"Ra, lo sejak kapan disini?" Sahut nayla spontan

"Makanya kalo punya mata tengak-tengok. Temenya duduk dari tadi baru sadar"

"Hehe... kan asik baca novel lo. Eh ternyata bener kata lo ra. Novel lo pecah abiss. Gue dari semalam baca sampe jam 11 malam. Ga mau lepas gue ama novel ini. Buat gue aja ya?" Kekeh nayla. Lalu aku pun mendorong bahu nayla pelan

"Enak aja. Ini masih mau gue baca tau" ocehku.

Tak lama kemudian aku terdiam, dan nayla melanjutkan bacanya. Aku masih bingung memikirkan mau menemani Dimas atau tidak. Akhirnya aku putuskan untuk ikuti kata-kata dimas dulu. Toh, ga ada salahnya kan liat kerjaanya partner sendiri, lagi pula ini sebagai bentuk terima kasih juga ke dia karena sudah temani gue kemarin. Lalu ku gapai handphone ku yang tergeletak di atas meja. Ku kirim pesan ke pak Dadang, supir ayah yang selalu menjemputku pulang sekolah.

To : Pak Dadang
Pak hari ini ga usah jemput ya. Soalnya aku pulang agak telat. Tolong beri tau ibu. Terima kasih pak.

Tak lama kemudian, guru fisika ku masuk dan kami memulai pelajaran.

Bel pulang sekolah berdering. Aku siap-siap untuk pulang dan merapikan semua buku pelajaran. Ketika aku hendak memasukan buku itu, nayla menepuk bahuku

Girl's Stay Out Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang