Bab 13

2.7K 182 1
                                    

Vika turun dengan hanya menggunakan legging dan sweater. Rambutnya dibiarkan terurai agak sedikit berantakan. Tapi tidak mengurangi cantiknya Vika dimata Rama. Rama menggandeng tangan Vika, dan membukakan pintu untuk Vika. Mobil Rama kembali menuju Puncak. Rama mengajak Vika paragliding.

"Ram, gue takut!"

"Nggak apa-apa. Kan masnya professional, iya nggak, mas?" Ujar Rama sambil menyenggol mas-mas yang memasang harnest ditubuhnya. Vika memandang buddynya terbang nanti.

"Nanti kan dibawah ketemu juga Vik! Gapapa beda parasut juga. Dari pada lu terbang sama gue, malah terbang bersama-sama menuju surga lagi!" Vika memukul lengan Rama. Asal kalau ngomong!

Vika mendapat giliran pertama terbang. Gugup. Setelah mendengar aba-aba satu, dua, tiga, Vika berlari, dan tak lama, kakinya sudah tidak menyentuh tanah. Dia terbang. Awalnya ada perasaan takut. Tetapi, saat ia membuka matanya, ternyata yang dia lihat jauh lebih indah dibandingkan rasa takutnya.

"ARKA!!!!! YOU SUCH A JERK!!! GO TO HELL!!!" Teriak Vika. Setelah sampai bawah, perasaan Vika sudah membaik. Lima menit kemudian, Rama turun. Mukannya pucat pasi.

"Lu takut, Ram?" Ejek Vika.

"Enggak. Gue... Gue laper aja, makanya pucet."

"Alesan! Ahahaha makasih ya, Ram udah diajakin kesini."

"Belom nih! Masih panjang perjalanan kita!" Rama menarik lengan Vika dan menuju destinasi selanjutnya.

Mereka pergi ke toko gelato terkenal di Jakarta.

"Lu mau pesen berapa, terserah. Gratis!" ujar Rama sambil memberikan sepotong kertas tertulis Voucher Gelato All You Can Eat dengan tulisan tangan. Vika tahu persis tulisan Rama yang rapi dan artistik.

"Jangan salahin gue ya, kalau lu bangkrut!" Tanpa berpikir panjang, Vika memilih 5 scoop dengan rasa yang berbeda. Saat Vika asyik menyantap gelatonya, tak lama,pelayan membawa kopi Rama, beberapa potong chocolate truffle, dan segelas milkshake chocolate dengan gelato float diatasnya.

"Itu, buat siapa?" tanya Vika ragu.

"Buat gue, lah! Ntar lu gendut kebanyakan ginian." Rama memasang wajah jahilnya. Tidak tahan melihat wajah lugu Vika yang ingin menyantap truffle dan milkshakenya, Rama hanya tertawa, dan menyodorkannya ke Vika.

"Buat lu kok buat lu! Tapi gendut nggak nanggung, ya!"

Vika meleletkan lidahnya. "Bodo amat! Big is beautiful!" Senyum kembali hadir di wajah Vika.

"Ram, gue putus sama Arka." Rama pura-pura tidak dengar, padahal hati kelojatan senang.

"Bagi dong trufflenya!" Rama berancang-ancang hendak mengambil truffle dari piring didepannya. Spontan Vika menarik piringnya. "Gaboleh ye!"

"Dih, pelit!" Tangan Rama kembali hendak mengambil trufflenya, tetapi ditangkis oleh Vika. Vika tertawa.

"Eh, Vik! Nyisa tuh disudut bibir lu!"

"Lapin dong!" Vika menyodorkan wajarnya. Dengan sigap Rama mengelap sudut bibir Vika. Akward. Vika pikir Rama tidak akan mengelapnya. Vika langsung mengelap kembali sudut bibirnya dengan tissue. Sempat ada keheningan setlah itu, sampai akhirnya Rama angkat bicara.

"Ayo cepetan diabisin! Perjalanan kita masih jaaaauuuuuh!"

Perjalanan selanjutnya adalah Dufan. Jam masih menunjukkan pukul 15.00, sudah mau mendekati jam tutup. Tidak tanggung-tanggung, Vika memilih wahana yang paling seram tanpa takut. Vika lebih takut tidak bisa naik wahana tornado karena tutup. Rama yang sedari tadi menahan rasa takutnya menemani Vika naik semua wahana hanya bisa tersenyum pasrah. Apapun yang lu lakukan nggak apa-apa Vik! Yang penting lu bahagia. Ucapnya dalam hati.

Vika yang sudah mulai lelah memilih wahana bianglala sekarang. Rama memandangi Vika yang tengah asyik melihat Kota Jakarta dari atas. Pikirannya kembali kejadian tadi siang, saat ia mengelap sudut bibir Vika. Apa memang ini takdirnya? Bersama Vika?

"Vik..." Saat Vika menoleh menanggapi panggilan Rama, tiba-tiba lidah dan tubuh Rama terasa kaku. Am I wrong, or not? Batinnya. Bagaimanapun dia baru putus dengan tunangannya.

"Apa?" Tanya Vika sekali lagi. Otaknya mengalami keram.

"Nggak kok Vik. Seneng aja liat lu senyum lagi, nggak kayak kemaren."

"Ahahaha! It's really hurt, you know Ram? Tapi gue harus mencoba ikhlas dan rela. Mungkin memang takdir dia buat cewek itu. Bukan gue. I don't need any reason. Sampai hari ini pun, eh nggak, sampai detik ini, dia juga nggak ngehubungin gue juga." Vika menunjukkan handphonenya. Tidak ada chat, atau sms, atau telpon. Selama pergi dengan Rama, Vika tidak melihat handphonenya sama sekali. Baru tadi.

"Vik..."

"BTW, thank's ya buat hari ini. Lu emang bestfriend terbaik yang gue punya! You're a right friend in the right place!"

Vika mengeluarkan handphonenya, dan mengetik sesuatu. Tidak lama, hanphone Rama berbunyi. Ternyata di group Pasukan Bodrex dia mengirimi chat.

Ravika Rachmanina: gue putus sama tunangan gue gais! It's all over! For sure.

Ravika Rachmanina: but I had a right man in the right place nih!

"Ayo Ram foto, ayo! Kirimin ke group!" Vika pindah duduk ke sebelah Rama. Hal itu membuat gerakan lebih pada kereta mereka.

"Vik! Pelan-pelan dong! Kalau jatuh gimana!" Rama panik, sedangkan Vika hanya tertawa-tawa saja.

"Thanks Ram for today, really thank you!" Ujar Vika sambil memeluk Rama erat.

Ravika Rachmanina sent a picture to group

Saturday Afternoon CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang