Author
Di bawah pohon yang lebat nan rindang, sesosok pemuda—yang bertubuh tinggi tegap berawajah putih pucat dengan warna bibir yang kemerahan serta iris mata yang berwarna abu-abu terang itu—tengah duduk bersandar di bawah pohon tersebut sambil memejamkan matanya menikmati angin yang tengah menerpa wajahnya.
Angin yang selalu membawa kesejukan dan kedamaian di setiap senyuman yang terukir.
Pemuda itu tengah menikmati semuanya. Menikmati waktu yang berlalu,dan kesempatan yang telah diberikan oleh-Nya. Duduk sambil membayangkan semuanya yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Aku mungkin akan merindukan ini semua saat tiba waktunya lirih pemuda tersebut.
Drrtt
Namun disaat tengah menikmati semua aktifitas yang ia lakukan saat ini, ponsel pemuda tersebut berdering, pertanda ada seseorang yang memanggil.
Ia pun merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya yang berdering. Setelah melihat nama yang tertera di layar ponselnya, ia tersenyum lalu mengangkat telepon si pemanggil
"Halo lo di mana? Suara pria di ujung sana pun terdengar menyambut percakapan yang akan dimulai
"Tempat biasa. Kenapa?"
"Oh gak papa. Gue cuman pengen cerita sih. Tapi nanti aja deh kalau urusan gue udah selesai, trus gue bisa nyamperin lo, sekalian cerita. Soalnya gak asik kalau lewat telpon. Hehehe"
Mendengar perkataan seseorang disebrang sana, membuat pemuda yang memiliki bola mata berwarna abu-abu terang pun itu berdecak kesal.
"Emang urusan kamu belum selesai?"
"Hampir selesai sih. Tinggal tunggu berkas yang ditanda tangan dan surat kelanjutan aja. Oh iya,lo jangan lupa istirahat. Nanti lo bisa—"
Pria bermata abu-abu itu pun menyela pernyataan dari seseorang disebrang sana.
"Lo gak usah khawatir. Gue baik-baik aja, dan juga gue bukan anak kecil." Setelahnya,ia pun menghela nafas pelan, sambil tersenyum miris.
Ucapan pria bermata abu-abu tersebut membuat pria disebrang sana tersenyum. Ia bangga dengan perjuangan sahabatnya ini.
"Oke. Kalau gitu udahan dulu yah. Ada yang mau gue urus dulu. See you Devian Adityatama."
Setelah mengucapkan hal tersebut,pemuda di sebrang sana pun memutuskan sambungan secara sepihak membuat Dev—pemuda bermata abu-abu itu menghela nafas kesal.
Ia pun memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celana,dan mulai menikmati aktifitas yang sempat tertunda akibat telfon yang menurutnya tidak penting tersebut.
Kali ini bukan hanya menikmati angin yang berhembus, kini ia juga menikmati pemandangan yang ada di depan matanya.
Pemandangan bukit-bukit kecil yang tinggi menjulang, membuat semuanya terasa lebih bermakna saat ini
****
Author's Pov
Matahari pagi telah menampakkan dirinya untuk kembali bekerja memungsikan cahayanya untuk bumi. Cahaya matahari tersebut telah masuk ke celah-celah jendela kamar gadis yang masih meringkuk seolah enggan untuk beranjak dari tempat ternyamannya membuat pria yang menatap gadis tersenyum mendesah kesal sambil bergumam pelan
Kok bisa yah ada cewek se absurd dia?
Namun tiba-tiba, sebuah gambar bola lampu yang menyala sambil berbunyi TINGG!! muncul di atas kepala pria tersebut. Dengan seringai liciknya, ia pun menjalankan rencana nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
And Then The Sun Came Up
Teen FictionArisya Ashakila tahu segalanya. Dia mengetahui jarak antara rumahnya dan halte busway. Dia adalah miss optimis sekaligus miss eksentrik. Harinya selalu cerah dengan balutan pakaian warna-warni miliknya. Dia juga gadis yang suka berpakaian gelap alia...