14

284 15 1
                                    

Morgan mengajak Aura berkeliling Jakarta selama seharian penuh. Mulai dari mengunjungi museum-museum, hingga akhirnya perjalanan keduanya terhenti di sebuah cafe. Cafe tempat biasa Morgan duduk bersama dengan Aelke. Dan sekarang, Morgan pergi ke cafe itu bersama dengan Aura.

Saat tengah asyik mengobrol, tiba-tiba saja seseorang menghampiri Morgan dan Aura. Seseorang itu adalah Nina. Nina menatap Morgan dengan senyuman dingin yang terukir di bibirnya sambil menyapa, "hai, Gan."

Morgan menoleh dan menatap Nina santai. "Hai, Nin." Balas Morgan malas-malasan. Sementara Aura hanya menatap Nina dengan raut penasaran.

"Gue boleh gabung?" tanya Nina tetapi, sambil melirik ke arah Aura. Aura tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Silahkan." Aura mempersilakan Nina duduk. Nina duduk di dekat Aura.

Nina mengulurkan tangannya di depan Aura sambil berkata, "gue Nina. Temennya Morgan." Aura membalas uluran tangan Nina dan berkata, "Aura."

"Gue ganggu ya?" tanya Nina sekali lagi kepada Aura. Nina sejujurnya malas menatap Morgan tetapi, dia penasaran dengan gadis yang ada di dekat Morgan saat ini. sedangkan, Morgan hanya diam.

Aura menggelengkan kepalanya. "Enggak, kok. Sama sekali gak ganggu. Justru kalo makin rame, ya, makin seru." Aura berkata dengan nada ceria. Nina tersenyum penuh kemenangan.

"Kalian pacaran?" Nina memulai interogasinya. Aura tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. Morgan hanya terdiam.

"Sejak kapan?" Nina kembali bertanya.

"Sejak kelas 2 SMP. Bisa dibilang hampir 4 tahun." jawab Aura.

"Morgan gak pernah ngenalin loe ke gue dan Morgan gak pernah cerita tentang loe ke gue." Nina sesekali melirik Morgan sinis sebelum kembali menatap Aura ramah.

"Karena aku melanjutkan SMA di Australia dan aku baru sampe Indonesia kemarin." Jawab Aura. Senyuman tak pernah hilang dari wajah manis Aura. Nina menganggukkan kepala mengerti. "Oh, baru sampe kemarin, ya?" Aura menganggukkan kepalanya.

Setelah itu, Morgan bangkit berdiri dan mulai mengambil sikap. Morgan menatap Nina sinis dan berkata, "loe gak seharusnya nanya Aura seakan-akan loe interogasi dia." Nina tersenyum sinis sebelum bangkit berdiri dan balas menatap Morgan sinis. "Jadi, ini alasan loe? Dasar pembohong!" sembur Nina.

"Loe gak tau apapun dan gue harap loe gak ikut campur urusan gue." ujar Morgan.

"Urusan sahabat gue adalah urusan gue." Nina menekankan.

"Terserah. Ayo, Ra." Morgan meraih tangan dan membantu Aura berdiri.

"Permisi." Morgan mengajak Aura pergi meninggalkan Nina sendirian menatap Morgan kesal sekaligus marah. Nina memang yakin sejak dulu. Morgan bukan pria baik-baik seperti apa yang Aelke ucapkan.


***


Sepanjang perjalanan pulang, Aura tak berhenti bertanya tentang Nina dan Morgan hanya diam dan memilih untuk bungkam.

"Gan, dia siapa? Dan maksud dia ngomong kayak gitu itu apa?" tanya Aura untuk kesekian kalinya. Morgan hanya diam sambil fokus menyetir.

"Morgan!" Aura meninggikan suaranya. Morgan tak menjawab sama sekali hingga akhirnya, mobil Morgan sampai di halaman rumahnya. Morgan melepaskan sabuk pengamannya dan membantu melepaskan sabuk pengaman Aura.

"Kamu kenapa, sih, Gan? Kayaknya susah banget jawab pertanyaan aku yang satu itu? Please, jawab. Aku gak suka di diemin kayak gitu. Aku gak suka kamu ngerahasiain sesuatu dari aku!" ujar Aura. Morgan menghela nafas dan mengulas senyuman tipis di bibirnya.

"Kamu pasti capek aku ajak jalan-jalan keliling Jakarta hari ini jadi, istirahat dulu, sana." Morgan berujar dengan lembut.

"Aku gak suka kamu ngalihin pembicaraan kayak gini! Aku cuma mau kamu jujur!" Aura mendesak Morgan untuk berbicara jujur.

Morgan kembali menghela nafas. "Oke. Kamu mau tanya apa? Aku akan jawab sejujur mungkin."

Aura memicingkan matanya. "Siapa cewek tadi?" Aura mulai bertanya.

"Namanya Nina dan dia kakak kelas aku saat SMA dulu." Jawab Morgan.

"Selain kakak kelas kamu saat SMA..?"

"Udah itu aja."

"Kamu janji jujur sama aku." Aura kembali mendesak.

"Oke. Dia sahabatnya mantan pacar aku. Ya, aku pernah pacaran sama kakak kelas aku saat SMA dan kita pacaran selama dua tahun. kemarin aku baru mutusin dia karena aku mau setia sama kamu." Morgan menjelaskan.

Aura membulatkan matanya. "Kamu putusin dia begitu aja?" Morgan menganggukkan kepalanya.

"Kamu tau, gak, Gan, gimana perasaan dia setelah kamu putusin?" Aura bertanya dengan nada bergetar.

"Dia...dia pasti ngerasa bebas karena selama dia pacaran sama aku, aku yakin, dia tertekan." Morgan berujar ragu-ragu.

"Alasan apa yang kamu pakai untuk mutusin dia?" tanya Aura.

"Aku..aku mau dia bahagia dan aku gak bisa ngasih kebahagiaan buat dia. Aku cuma mau dia gak tertekan lagi karena aku." Jawab Morgan.

Aura menghela nafas sebelum berkata, "antar aku ketemu dia, Gan."

"Ta..tapi...,"

"Sekarang."


***


Morgan menunggu di dalam mobilnya sementara Aura tengah bicara serius dengan Aelke. Sangat serius dan Morgan mulai pasrah dengan apa yang terjadi nantinya. Aura baru kembali ke dalam mobil Morgan saat jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Itu artinya, Morgan menunggu sekitar satu jam.

"Udah?" Morgan bertanya kepada Aura. Aura hanya menganggukkan kepalanya dengan dingin.

"Aura, please, jangan kayak gini. Aku minta maaf. Aku gak akan ulangin ini lagi. please," ujar Morgan sambil menatap Aura. Aura tanpa menatap Morgan sedikitpun hanya berkata, "antar aku ke hotel."

"Hah? Hotel? Enggak. Kamu harus tinggal di rumah aku. Iya, aku tau kamu marah tapi,...argh. intinya, kamu harus pulang ke rumah aku." Morgan menekankan dan di saat bersaman, tanpa banyak berbicara, Aura membuka pintu mobil dan berjalan ke luar, menjauhi mobil Morgan.

Morgan membuka sabuk pengamannya sebelum berjalan mengejar Aura.

"Aura!" Morgan memanggil Aura dan Aura seakan berpura-pura tak mendengar dan terus berjalan menjauh.

"Aura!" Morgan terus memanggil dan berusaha menghentikan langkah Aura saat tiba-tiba saja langkah Morgan terhenti saat melihat Aura berbalik dan menatapnya. Aura menangis, ya, dia menangis. Apa Aelke mengatakan sesuatu yang membuat Aura menangis?

"Aura," Morgan memanggil Aura dengan suara lembut sambil berjalan mendekati Aura. Aura terdiam dan sedikit terisak. Dan Morgan tidak menyadari bahwa Aelke mengikuti dia dan Aura sedari tadi. Saat ini, Aelke berdiri di belakang Morgan. Menangis pula.

"Aku mau kamu bahagia, Gan." Ujar Aura sesenggukkan.

"Kamu..kamu yang buat aku bahagia." Morgan berujar dengan suara bergetar. Aura menggelengkan kepalanya. "Enggak. Aku cuma buat kamu tersiksa. Aku gak akan bisa mendapat posisi seperti dulu. Posisi aku udah tergantikan. Dan aku sadar akan hal itu."

"Kamu salah Aura.."

"Aku masuk ke kamar kamu kemarin, Gan. Di sana, bahkan kamu gak nyimpen satu pun barang tentang kita. Tapi, kamu nyimpen barang kenangan antara kamu dan Aelke." Aura menjelaskan. Morgan menggelengkan kepalanya. "Aku..aku gak maksud seperti itu. aku cuma..."

Aura kembali memotong ucapan Morgan. "Kamu gak pernah terima barang apapun dari aku, kan? Aku bukan pacar yang baik. bahkan, kita hanya berhubungan lewat pesan singkat. Kita jarang teleponan, webcam, dan lain-lain. aku bukan pacar yang baik untuk kamu."

"Kamu yang terbaik untuk aku."

"Aku gak bisa sama kamu lagi. Selamanya, kita gak akan pernah bisa bersatu dan sejujurnya, ini alasan aku ke Indonesia dan nemuin kamu." Aura menghela nafas.

"Maksud kamu apa?" tanya Morgan.

"Aku udah tunangan dan sebentar lagi aku akan menikah. Dan aku senang, karena aku tau dengan siapa kamu datang ke acara pernikahan aku." Jawab Aura tersenyum tipis. Morgan terdiam.

"Bahagia, Gan, sama Aelke. Karena kebahagiaan kamu adalah kebahagiaan aku juga."



***(Tujuh Tahun Kemudian)***


"Aura, kamu di mana?"

Morgan tampak mengedarkan tatapannya ke sekelilingnya. Mencari keberadaan Aura. Namun, bukannya mencari keberadaan Aura, Morgan malah berjalan menuju ke dapur saat mencium bau harum masakan milik istrinya itu.

Morgan tersenyum melihat sang istri tengah memasak sambil memunggunginya. Morgan memeluk istrinya itu dari belakang sebelum mengecup pundak istrinya itu. "Aku laper," ujar Morgan manja. Sang istri hanya terkekeh dan menjawab, "ajak Aura makan juga, sana. Dia pasti juga laper."

"Aura mah, gak usah di kasih," Morgan berujar dengan suara cukup kencang. Tak lama kemudian, seorang anak perempuan cantik berusia sekitar 3 tahun muncul di dekat Morgan dan Aelke—istrinya.

"Aku juga laper." Ujar Aura manja. Morgan terkekeh sebelum menggendong anaknya tersebut sambil berkata, "kena kamu! Sekarang, kamu yang jaga!" Morgan berjalan sambil menggendong Aura ke luar dari dapur. Aelke hanya tertawa sementara, Aura terus menerus memukul ayahnya sambil berkata, "Papa curang!"


Itulah kehidupan Morgan dan Aelke setelah menikah empat tahun lalu. Mereka berpacaran kembali setelah sebelumnya sempat terpisah. Sedangkan Aura, Aura meninggal saat dalam perjalanan ke Australia. Aura sebenarnya sudah meramalkan kematiannya sendiri karena tanpa, kecelaaan pesawat yang dia alami itu terjadi, dia pasti akan segera meninggal akibat penyakit HIV yang dia miliki.

Sedangkan, Nina sudah berkeluarga juga dengan Rizky. Dicky? Dicky juga sudah berkeluarga dengan seorang gadis yang juga adalah seorang model bernama Nitha. Mereka sudah menemukan kebahagiaan masing-masing.

Dan yang lalu biarlah berlalu karena kita selamanya tidak akan bisa kembali ke masa lalu itu....



The End. 

Don't Walk AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang