Setiap pagi nenek yang duduk di bangku tuanya, masih selalu menyapaku. Tapi aku tak pernah melihat cucu nenek yang bernama Kim Taehyung itu lagi, sepertinya saat ku berangkat sekolah dan melewati rumah nenek, dia belum bangun dari tidurnya. Atau mungkin ia sudah kembali ke rumahnya dimana ia berasal.
Sudah dua minggu ini aku tidak mengunjungi nenek. Aku tidak sempat, sudah waktunya mendekati ujian akhir sekolah dan ujian untuk masuk ke Universitas. Aku selalu belajar dari pagi buta bertemu pagi buta lagi. Mempunyai waktu untuk memejamkan mata saja sudah membuatku bahagia.
Seperti biasa, hari ini aku menghabiskan waktuku belajar sampai pagi. Aku pulang dari sekolah jam 11 malam dan meskipun besok libur sekolah mataku masih terbuka lebar melihat lembar-lembar penuh angka dan huruf ini.
Tiba - tiba perutku merasa sakit sekali, seperti dililit. Aku rasa Maag ku kambuh, belajar ini membuatku tidak peduli dengan pola makanku. Aku pernah bilang, mempunyai waktu untuk tidur saja sudah membuatku bahagia.
Sakit diperutku benar-benar makin terasa, aku yang sedari tadi duduk di bangku belajarku mulai berjalan ke arah kasur. Aku terus memegangi perutku, aku sudah tidak bisa berdiri tegak.
Memaksakan diriku untuk berdiri mengambil obat di lemari dekat dapur, sungguh penuh perjuangan.
Aku mencari-cari obat itu namun tidak menemukannya, benar-benar hari yang menyebalkan. Aku membuka kulkas untuk mencari makanan, namun tidak ada apapun dikulkas -- kosong. Menyebalkan.
Sekarang sudah malam sekali, maksudku sudah pagi -- pagi buta. Aku tidak mungkin keluar rumah untuk membeli obat ataupun makanan, perutku sakit sekali.
Aku beristirahat sejenak di bangku kayu yang berada di dapur ini, memejamkan mataku seraya menahan sakit.
Bagaimana lagi, aku pikir mau tidak mau aku harus pergi keluar untuk membeli obat dan makanan untuk mengisi perut ini.
Beranjak meninggalkan bangku yang ku duduku ini. Diluar pasti dingin, aku harus memakai jaket, karena jaketku berada dikamarku dan jarak dimana kamarku berada cukup jauh dari dapur, aku memutuskan untuk ke kamar ayah.
Membuka kamar ayah yang gelap, kamar ini begitu terasa kosong dan hampa. Aku menyalakan lampu kamarnya, berjalan menuju lemari pakaian ayah untuk mencari jaket. Kamar ayah terlihat sangat rapih tentu saja karena ia jarang menggunakan kamar ini.
Akhirnya aku menemukan sebuah jaket, mengambilnya dari gantungan lemari pakaian ayah. Jaketnya terlihat sangat besar, karena ayah seorang yang tinggi. Aku tidak memperdulikan jaket yang kebesaran ini meskipun badanku tenggelam dalam lembar kain ini, yang aku butuhkan adalah obat dan makanan.
Setelah menutup pintu kamar ayah aku merasa melupakan sesuatu.
Apa ya?
Uang.......
Hal terpenting dalam hidup, yang akan aku gunakan untuk membeli obat dan makanan. Bagaimana bisa membeli kedua barang itu jika tak ada uang?
"huh, bodohnya"
Dengan berjalan membungkuk menahan sakit diperutku, aku kembali ke kamar ayah dan mencari uang di lemarinya.
Aku tidak mencuri uang ayah, aku akan mengembalikannya keesokan hari.
Lagi pula, uang ayah, uangku juga bukan?
Saat membuka pintu udara dingin dari luar menusuk tulang-tulangku, jaket ini bahkan tidak bisa menahan dinginnya angin pagi buta.
baru saja menutup pagar perutku kembali sakit, sakit sekali.
"Aduh..." erangku kesakitan.
Aku berjongkok di depan pagar seraya memegangi perutku. Udara di luar yang cukup dingin menambah penderitaanku, berusaha untuk berdiri lagi namun tak sanggup.