Sejak hubungannya sama Alwan akhir-akhir ini sering retak, Liana jadi irit ngomong sama Alwan. Takut salah ngomong katanya. Ia sadar belakangan ini sahabatnya itu agak lebih sensitif--atau perhatian?
"Ya kan, Li? Aneh banget orang itu kan." Kata Alwan mengakhiri curhatnya tentang teman eskul basketnya.
"Iya," jawab Liana singkat, sambil memandang gelas jus jeruknya datar.
"Lo kenapa sih? Dari tadi cuma 'iya', 'oh', 'terus?'"
Liana menggeleng, lalu mengangkat kepalanya menatap Alwan. "Eh, Wan, gue mau bimbel dulu."
"O-oke." Jawabnya. "Pasti ketemu-"
"Gak usah dibahas." Potong Liana cepat. Mengetahui kalau sahabatnya itu akan menyinggung Rio. "Yaudah sana lo pulang."
"Ngusir banget siiih.." rengek Alwan. Mengingat dirinya baru beberapa menit di rumah Liana karena tadi cewek itu baru pulang dari rumah Marsya.
Liana tertawa kecil. "Pulang sana."
"Nggak ah."
"Pulang, Wan, gue mau siap-siap."
"Oke," Alwan beranjak dan menaruh gelasnya di atas meja. "Setengah jam lagi gue kesini, nganterin lo."
Liana menggeleng cepat. "Eh, nggak usah,"
Alwan yang tadinya memunggungi Liana karena hendak keluar, memutar badannya menghadap Liana yang masih duduk di karpet kembali. "Kenapa?"
"Gue naik angkot aja,"
"Irit ongkos lah, Li. Ya?" Tanya Alwan memastikan kalau Liana mau menerima tawarannya.
"Hm, terserah lo deh." Jawab Liana pasrah. Bukan apa-apa, kalau mereka tak sengaja bertemu Rio bagaimana? Bakal ada perang dunia ketiga.
"Oke." Alwan berjalan keluar dari rumah Liana. Si pemilik rumah beranjak dan segera menutup juga tak lupa mengunci pintu. Setelahnya, ia berlari ke lantai atas untuk mandi dan bersiap-siap berangkat les karena ini hari pertamanya dan ia tak mau telat.
Disisi lain, Alwan sedang berjalan santai menuju rumahnya yang berada tak terlalu jauh dari rumah Liana. Hari ini ia akan mengantar Liana ke tempat lesnya! Seumur-umur, baru kali ini mereka akan satu mobil dengan Alwan yang mengemudi. Iya, Alwan mengantar Liana pakai mobil nanti.
Setibanya di rumah, Alwan juga bersiap-siap dengan mengganti baju yang sedikit lebih rapi. Celana jeans selutut dengan atasan kaos hitam polos. Ia menyisir rambutnya agar lebih tertata, lalu mengambil kunci mobil dan pergi ke lantai dasar menemui Mamanya yang tadi ia lihat sedang membaca majalah di ruang tengah.
"Mau kemana, Wan?" Tanya Mamanya masih dengan membaca majalah. Menyadari dari sudut matanya kalau anaknya sedang berjalan mendekat.
"Nganter Liana les, Ma," jawab Alwan dan langsung duduk di sofa bersama Mamanya.
"Hmm," gumam Mamanya mengerti, tak bertanya lebih soal dimana Liana les atau jam berapa anaknya dan sahabatnya akan berangkat.
Alwan melirik jam dinding yang ada di dekat figura foto keluarganya. Jam dua lewat lima belas. Lima belas menit lagi, Alwan akan pergi ke rumah Liana. Sekarang Alwan memutuskan untuk membuka Line dan mengirim pesan pada Liana.
Alwan : udah siap belom
Ia tahu kalau mengirim pesan pada Liana sekarang sia-sia. Toh, sebentar lagi ia akan ke rumahnya dan saat ini Liana pasti sedang mandi.
"Udah sana berangkat, Wan, nanti Liana nungguin," ucap Mama sambil menoleh ke arah Alwan yang masih sibuk dengan hapenya.
"Lima belas menit lagi, Ma," jawab Alwan tak menoleh.
"Mendingan kamu kesana sekarang aja," sambung Mama dan kembali membaca majalahnya. "Tungguin disana, biar surprise,"
Alwan menoleh. "Ngapain surprise-surprise segala?"
Mamanya terkekeh. "Iya juga sih,"
Tapi Alwan malah berfikir. Bener juga kata Mama.
Alwan memutuskan untuk berangkat sekarang. Tujuan utamanya adalah supaya Liana tidak telat. Itu saja. Tidak lebih. Bukan karena surprise atau apa. Karena kalau Liana telat, kesalahan terbesar ada pada dirinya. Mengingat Liana adalah anak yang on time, yang malah terkadang siap lebih dulu dari waktu yang ditetapkan.
Liana telat di hari pertamanya masuk bimbel. Memikirkannya membuat Alwan menggelengkan kepalanya, dan lalu beranjak pamit dan segera pergi ke rumah Liana.
Sedangkan di rumahnya, Liana sedang berdiri di depan lemarinya dengan masih mengenakan mantel handuk pink miliknya, mencari-cari baju apa yang cocok untuk pergi bimbel di hari pertamanya ini.
Ia menggeser satu persatu hanger yang menggantung pakaian-pakaiannya, yang pada akhirnya ia mengambil baju biru berlengan panjang dengan motif simpel, dan celana jeans panjang berwarna biru dongker.
Setelah berpakaian dan memutuskan untuk menguncir rambutnya agar kelihatan lebih fresh, Liana keluar kamar dengan menenteng flat shoes hitamnya.
Ia memeriksa hapenya terlebih dahulu, apakah ada pesan atau missed call yang masuk, atau tidak.
Alwan : udah siap belom (14:15)
Alwan : gue di depan (14.20)
Melihat pesan Alwan yang menyatakan kalau cowok itu sudah berada di depan rumahnya, Liana bergegas keluar rumah dan menguncinya. Ia melihat mobil Alwan sudah berada di depan pagar rumahnya.
Liana berlari dan langsung masuk ke mobil Alwan tanpa basa-basi. Membuat Alwan yang sedang serius membaca Webtoon terkejut.
"Eh, kalo masuk mobil orang bilang-bilang," kata Alwan. "Kalo yang di dalem punya penyakit jantung gimana?" Tambahnya tidak serius.
"Hehe, maap." Jawab Liana singkat seraya memasang safety belt. "Yuk berangkat."
Alwan menatap Liana sekilas lalu tersenyum kecil melihat kelakuan sahabat kecilnya itu. Ia menekan pedal gas dan melajukan mobilnya santai.
Liana menyalakan radio dan mencari saluran favoritnya. "Hmm, Wan, sejujurnya gue takut disetirin sama lo,"
"Hah?"
Liana menyandarkan kepalanya, memiringkannya menatap Alwan yang sedang fokus dengan jalanan. "Baru kali ini lo setirin gue, kan?"
Alwan tertawa. "Santai, Li, santai. Jadi bener ya dugaan gue. Selama ini gue nggak pernah setirin lo karena gue takut lo takut disetirin sama gue. Padahal mah, gue nyetirin Emak gue sambil ngebut juga udah biasa,"
Liana terkesiap. "Kasian Tante Mira! Diajak kebut-kebutan sama anaknya.."
Alwan kembali tertawa. "Seru, loh! Mau coba?"
"Nggak! Makasih," sergah Liana secepat kilat.
***
"Udah sampe, Li," Alwan menginjak pedal remnya.
"Ye, udah tau kale," jawab Liana sambil melepas safety belt.
"Yaudah sana turun!" Ucap Alwan bercanda.
"Gue juga turun kalo kuncinya udah dibuka!"
Alwan menaikkan dahinya lalu menyadari bahwa ia belum membuka kunci pintu mobil. Dengan cepat ia membukanya dan terkekeh malu.
"Yaudah, makasih ya, Wan!" Ucap Liana sesaat sebelum dirinya keluar dari mobil Alwan.
Alwan tersenyum. "Sama-sama! Pulangnya gue jemput nggak?" Tawar Alwan.
Liana kembali berhenti setelah satu kakinya telah berada diluar mobil. Ia memutar kepalanya sedikit. "Nggak usah. Gue baru inget nanti malam gue dinner sama orangtua gue. Nanti gue minta Papa jemput,"
"Oke deh."
Alwan melihat Liana keluar dari mobilnya dan berjalan masuk ke tempat bimbel. Tepat saat Liana sampai di depan pintu, seorang laki-laki sebayanya berlari mendekati Liana, dan menyapanya. Bisa Alwan lihat raut wajah gembira Liana dari dalam mobil. Cowok itu menyamakan posisi dengan Liana dan memasuki gedung bersama. Liana sempat menoleh ke arah Alwan sebelum Alwan menunduk.
"Oh, itu pasti si Rio."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable
Novela JuvenilCerita klasik. Seseorang menyukai sahabatnya sendiri saat sahabatnya itu menyukai orang lain yang tak sengaja ia jumpai. Tapi bisakah kisah Liana, Alwan, dan Rio, berakhir saat semuanya dalam posisi yang menguntungkan?