Mencintai Dalam Diam

2.7K 92 6
                                    

Yang bercahaya akan selalu kalah dengan yang berkilau, ini kenyataan pada dunia nyata! Cahaya senja selalu terlihat redup dari rembulan, bukan halusinasi karena nyatanya, cahaya bintang pun tak akan pernah terlihat di cakrawala kala sang purnama datang. Ufuk selalu bercerita tentang itu padaku, dan aku, hanyalah pendengar setia di bawah kehangatan sinar sang mentari.
-Gema Giffari Danuega-

"Aku bahagia Gema. Bahagia hanya karena bisa membaca tulisanmu di mading sekolah setiap pagi," Ucap wanita berkacamata yang sedang berdiri di depan mading sekolah dan berbicara pada dirinya sendiri.

Pukul 6.20 sekolah masih terlihat sepi, masih ada waktu 40 menit lagi sebelum bel sekolah berbunyi. Pagi ini Ayura datang lebih awal, kedatangannya yang tidak seperti biasanya, ia lakukan hanya karena ingin menikmati puisi seseorang. Tubuhnya akan selalu terasa hangat usai membaca puisi laki-laki yang namanya selalu terpampang di mading sekolah.

Mencintai dalam diam, itulah julukan yang tepat untuk seorang Ayura Keenaya Adzani. Cintanya kepada Gema ia biarkan terpendam begitu saja selama satu tahun belakangan ini. Memandang dari kejauhan adalah hal yang sering ia lakukan jika berada di sekolah.

"Baca puisinya Gema?" seketika Ayura terkejut mendengar suara seseorang dari belakang. Ayura membalikan badannya kemudian memberikan senyuman kepada laki-laki yang saat ini berada di hadapannya tanpa memberikan sebuah jawaban.

"Gema sendiri loh yang selalu tempel puisinya di mading dan ini pelanggaran karena dia nggak pernah minta persetujuan aku sebagi ketua mading. Makanya puisinya selalu aku copot setiap hari, lagian nggak ada yang suka juga sama puisi dia. Tumben kam..."

Ayura segera menjawab seolah sudah tahu apa yang akan dipertanyakan oleh Rega, "aku cuma mau datang pagi aja. Oh yaaa, kalau aku tempel puisiku disini seperti Gema tanpa harus meminta persetujuan kamu bagaimana?"

"emm yaa, ya kalau kamu sih nggak apa-apa, aku yakin pasti puisi kamu bagus."

"puisi Gema lebih bagus dan aku selalu menikmatinya," Sahut Ayura dengan suara yang sedikit meninggi sebelum ia melanjutkan berbicara, "seburuk apa pun karyanya di mata kamu, setidaknya dia lebih berkarya dari kamu," Tutur Ayura sebelum pergi meninggalkan Rega begitu saja.

Telinga Rega seolah baru saja mendengar suara petir di pagi hari. Tubuhnya tiba-tiba saja mematung usai mendengar perkataan Ayura yang tidak pernah ia sangka, hanya karena puisi laki-laki yang selalu menjadi saingannya di sekolah. Kini, Ayura marah kepadanya. Rega sudah berusaha memanggil nama Ayura, namun sosoknya acuh begitu saja.

***

Kejadian pagi tadi membuat moodnya memburuk hingga siang ini. Sudah coba ia lakukan sendiri agar moodnya kembali seperti semula namun hasilnya masih saja sama. Bahkan kali ini, Rain sahabat dekatnya tidak mampu mengubah mood Ayura.
Entah terlalu tajamkah kata-kata yang dikatakan Ayura kepada Rega tadi pagi. Kata-kata itu terlontar begitu saja saat ia mendengar laki-laki yang dicintai dalam diam selama ini direndahkan oleh orang lain. Ayura hanya tidak suka dengan sikap Rega yang terlalu merendahkan Gema. Memang, popularitas Gema lebih unggul dibanding popularitas Rega namun mereka tetap menjadi dua laki-laki terpopuler di sekolah.

Hanya satu cara yang bisa membuat moodnya kembali seperti awal. Melihat Gema, itulah cara untuk mengembalikan mood Ayura. Selama jam istirahat, Ayura tidak melihat sosok Gema di seluruh ruangan sekolah ini. Sudah sejak tadi Ayura mencari Gema namun ia bisa menutupi itu dengan caranya seolah tak sedang mencari siapa-siapa.

Bel pertanda masuk pun berbunyi. Ayura kembali ke kelas dengan rasa yang sedikit kecewa. Sebenarnya, jika Ayura melihat Gema hari ini pun ia hanya bisa melihatnya dari kejauhan karena selama hampir tiga tahun ia sekolah di SMA Harapan Bangsa, tak pernah sekali pun ia berbicara dengan Gema.

Come BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang