Hampa

556 33 2
                                    

Malam bilang, kamu sudah sepenuhnya ada di kehidupanku tapi katamu, kamu belum ada sepenuhnya. Lantas siapa yang berbohong padaku? Kamu, atau malam yang memang sengaja menutupi kesedihanku.
-Ayura Keenaya Adzani-

"Bukan hanya malam itu kamu menghilang tanpa kabar Gema, sudah satu minggu ini aku tak pernah mendapat kabar tentangmu. Ariq sudah datang ke rumahmu tapi katanya dia tidak bertemu denganmu. Ingin sekali aku datang menemuimu tetapi kekecewaan ini tidak sekecil yang orang bayangkan," Tulis Ayura dalam buku hariannya yang berwarna abu-abu.

***

"Ge, lo nggak bisa terus-terusan menghilang kayak gini."

"cuma ini Riq yang bisa gue lakuin, nggak ada pilihan lain. Ayura udah terlanjur kecewa sama gue."

"kalau dia kecewa sama lo, dia nggak akan tanya tentang lo Ge!" suara Ariq terdengar meninggi.

"jalanin masa depan dan ngerawat Gynea yang bisa gue lakuin."

"bukan cuma itu, yang lo lakuin sekarang itu juga ngehancurin perasaan Ayura."

"udahlah Riq, ini tuh jalan yang terbaik. Lo pikir gue mau ngurus orang sakit dan selalu ngerasa bersalah seperti ini? Nggak Riq, kalau lo ada di posisi gue, mungkin lo akan berbuat sama ke Rain."

"terserah lo Ge, gue Cuma mau yang terbaik untuk lo dan Ayura."

"gue mohon jangan pernah bilang tentang kejadian ini ke Ayura. Lo cukup bilang kalau kita berada di satu kampus dan jurusan yang sama."

Ariq meninggalkan Gema dan bersiap bertemu dengan Rain. Sudah hampir satu bulan mereka sibuk mencari kampus pilihan. Rain dan Ayura di terima di kampus yang sama namun berbeda jurusan. Hari ini Ayura, Rain, dan Ariq akan merayakan keberhasilan mereka di kafe bata merah yang berda di pinggir kota bagian barat.

***

"Ay, kamu harus tahu kalau aku pun rindu kamu. Rindu semua tentang kamu. Aku terlalu jahat dan egois untuk wanita seperti kamu." Ucap Gema dalam hatinya.

Suara telepon di rumah Gema berdering. Perlahan Gema mengangkat telepon itu, telepon dari tante Diana mengenai kabar buruk yang menimpa Gynea. Segara Gema menuju rumah sakit yang diantar oleh supirnya.

Perjalanan dari rumah Gema menuju rumah sakit memerlukan waktu yang cukup lama ditambah lalu lintas yang macet. Mobil Gema terjebak di lampu merah, tak disangka ternyata mobilnya bersebelahan dengan mobil Ayura.

Gema bahagia bisa melihat Ayra walau kaca yang menjadi pembatasnya. Ayura sibuk menekan layar di ponselnya. Gema menutup bagian hidung dan mulut dengan sapu tangan miliknya takut jika Ayura melihatnya.

Lampu hijau menyala, mobil Ayura berjalan lebih dulu perlahan. Jika saja ia bertemu dengan Ayura tidak dalam keadaan yang mengkhawatirkan seperti ini, mungkin Gema akan berpikir menemui Ayura dan meminta maaf padanya.

Mobil Gema kini sudah terparkir di pelataran rumah sakit. Gema berjalan tergesa-gesa menuju ruang Rawat untuk menemui Gynea dan tante diana. Terdengar suara tangisan tante diana di dalam kamar.

Gema membuka pintu perlahan "Gynea."

"Kak Gema, akhirnya kakak datang juga. Aku nggak apa-apa kak."

"ini salahku Gynea, aku jadi orang yang paling menyesal disini."

"kak cukup. Ini salahku, kejadian itu karena ulahku sendiri kak, aku yang bawa mobil terlalu ngebut, aku nggak kenapa-kenapa. Adanya 2 kaki atau hanya satu kaki ini, masa depanku nggak akan hancur. Aku akan menjadi penulis nantinya."

Gema menundukan kepalanya dan menjatuhkan air mata. sebenarnya ia tidak ingin menunjukan kelemahannya di depan Gynea dan tante Diana tetapi kabar Gynea akan diamputasi karena adanya pembusukan di kakinya membuat Gema terpukul dan rasa bersalahnya semakin dalam.

Setelah bertemu dengan Gynea dan tante Diana, Gema memutuskan untuk pergi ke taman belakang rumah sakit. Ia memilih duduk di bawah pohon yang amat rindang. Kalau saja ia bisa menceritakan semua kejadian ini kepada Ayura, kalau saja Ayura saat ini berada di sampingnya mungkin Gema tak akan seburuk ini.

***

"sorry telat, tadi macet banget jalanan. Maklumlah weekend."
Duduk di depan Ariq dan Rain.

"nggak apa-apa kok Ra, malah aku seneng."

"loh, kok gitu sih Riq?" tanya Ayura dengan wajah bingungnya kepada Ariq.

"ya soalnya aku jadi punya waktu berdua lebih lama dengan Rain tadi."

"huhhhhh, kamu tuh yak. Pacaran terus kerjaannya berdua."

"ihhh sirik tuh mentang-mentang nggak ada Gema," Ayura terdiam mendengar perkataan Rain, "maaf-maaf Ra, maksud aku nggak gitu. Aku lupa kalau kalian udah los contek, maaf ya."

Ayura tersenyum kecil pada Rain, "iya nggak apa-apa kok, lupain aja."

Pesanan yang sudah dipesan pun datang dan kini sudah berada di meja mereka, "Ra, aku dan Gema satu kampus."

Sembari menyeruput cappuchinonya Ayura mendengarkan perkataan Ariq, "hhhmm terus."

"kita berada di jurusan yang sama. Jurusan Arsitektur."

"bagus," Singkat jawaban yang Ayura berikan kepada Ariq, kemudian ia melanjutkan pembicaraannya, "aku dan Rega juga satu jurusan yang sama. Jurusan Psikologi."

"seriusss?"

"ya, serius."
Ariq terdiam mendengar pernyataan dari Ayura, jika Gema tahu mengenai hal ini pasti ia akan sedih. Ingin sekali Ariq memberitahu pada Ayura tentang Gema tetapi tiap kali ia ingin memberitahunya, tiba-tiba saja Amanat Gema terlintas di otaknya.

"Seandainya Gema nggak menghilang gitu aja, pasti nggak ngerasa ada yang kurang seperti ini."

"Rain udahlah cukup. Nggak ada dia justru lebih baik. Masih banyak hal lain yang lebih penting untuk dibahas."

Pertemuan ketiganya berakhir pada pukul 17.00 WIB. Ayura kembali membuka buku harianya dan menuliskan semua kisah tentangnya dan Gema.

"kalau aku terlihat tak memperdulikanmu, bukan berarti aku tak peduli. Jika aku berkata bahwa aku membencimu, itu berarti aku semakin mencintaimu dan aku tak benar-benar membencimu GEMA."
-Ayura Keenaya Adzani-

Come BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang