Sekilas Tentangnya

559 44 2
                                    

Hari ini Ayura datang ke sekolah bersama Gema. Tante Rayya dan Om Rio sudah mengenal Gema, menurut merka Gema adalah laki-laki yang baik jadi tak masalah jika Ayura dekat dengan Gema karena hanya itulah yang membuat anak mereka selalu ceria ketika berada di rumah, lebih tepatnya di kamarnya sendiri.

Pukul 07.00 Gema sudah memarkirkan motornya di parkiran siswa. Tidak lama kemudian datanglah Ariq dan Rain. Ayura dan Gema memilih menunggu sahabatnya itu untuk bersama-sama masuk ke dalam gerbang sekolah.

Ayura, Gema, Rain, dan Ariq masuk dengan canda tawa khas mereka seolah tak ada beban di hidup mereka padahal ujian nasional hanya tinggal menghitung hari. Dari jauh Rega sudah melihat kehadiran Ayura namun ia tak peduli lagi.

"guys, bentar deh."

"duhhh, kenapa sih Ra?" tanya Rain.

Ayura dan Gema mendekati mading, hanya sekitar 10 senti jarak matanya dengan mading sekolah, "sebentar Rain, aku mau liat puisinya sebentar," Penasaran dengan puisi itu, Ariq dan Rain juga mendekati mading untuk membaca puisi itu.

Esok purnama datang. Ribuan bintang keluar dari cakrawala sebelum besok harus menghilang. Tiupan angin barat dan timur seolah bertabrakan membentur tubuhku. Tata langit seolah membisu kala sang purnama tiba lebih awal. Burung hantu mematung seakan terpesona melihat kesempurnaan sang purnama. Detik berjalan memanggil ufuk yang membawa energi lalu bercerita padaku tentang sang purnama dan sang mentari yang tak pernah sama.

"bagus banget sih puisinya."tutur Ariq saat ketiga sahabatnya masing diam terpana membaca puisi itu.

"siapa yang bikin ya? Nggak mungkin kan Ge, kalau kamu?" sambar Rain.

"ya, nggak lah Rain, sudah beberapa hari ini aku nggak tulis puisi."

"lalu, siapa yang tulis puisi ini?" tanya Rain.

"Siapa lagi kalau bukan Rega,"
Mendengar perkataan Ayura, Rain segera memberi komentar.

"hah Rega, hahaha ya nggak mungkinlah Ra, orang kayak Rega mana mungkin punya kata-kata bagus kayak gini."

"siapa lagi yang punya kunci mading ini kalau bukan Gema dan Rega? Nggak ada, kan yang punya?

"ya mungkin aja ada siswa lain yang kasih karyanya ke Rega, secara dia itu ketua mading Rain." Sanggah Ariq

"hampir tiga tahun aku sekolah disini, yang aku tahu nggak ada orang lain yang tulis puisi dan masukin karyanya ke mading selain Gema."

"Ayura betul. Lo inget nggak Riq, waktu Bu Salma suruh kita untuk buat puisi. Waktu itu puisinya Rega lebih baik, kan dari puisi Gue?"

"ohhh iya gue inget Ge,"

"tapi, siapa ya purnama dan mentari yang nggak pernah sama itu." Tanya Ayura dengan beberapa pertanyaan di otaknya.

"yaudahlah nggak usah terlalu dipikirin banget. Kita ke kelas yuk," ucap Gema

"yaudah yukkkk." Sahut Ariq dan Gema secara bersamaan sehingga membuat Rain dan Ayura tertawa.

Baru beberapa langkah berjalan, Ayura melihat Rega berjalan dari arah yang berlawanan. Rega tak ingin menatap Ayura dan teman-temannya karena itu membuat sakit hatinya kembali lagi apa lagi diantara empat orang itu ada Gema salah satunya.

"Regaaaa," sapa Ayura.

Rega berjalan kemudian berhenti dan membalikan badannya, sebenarnya ia tak ingin berbicara dengan Ayura tapi takut kalau yang ingin Ayura bicarakan mengenai promnight sekolah mereka. "apa?" jawabnya datar.

"kamu yang tulis puisi Antara Purnama dan Mentari ya? Yang dipasang di mading utama?" tutur Ayura sembari menunjuk mading utama yang tidak jauh berada di dekatnya.

"apa pentingnya untuk kamu. kalau memang aku yang buat itu? Kamu cuma akan tanya siapa purna dan mentarinya saja, kan?"

Benar pikir Rega, Ayura memang ingin tahu itu karena yang ayura tahu selama ini tidak ada orang yang sedang Rega dekati. "bukan gt....."

"bukan apa? Udahlah pertanyaan kamu itu hanya membuamg-buang waktu aku. Kamu satu-satunya orang yang nggak penting di sekolah ini."

"lo bisa nggak jawabnya nggak usah gitu? Ayura itu cuma mau bilang kalau puisi lo bagus," Tutur Rain.

"tapi gue nggak butuh itu, apa lagi dari...... dia," telunjuk tangan kiri rega menunjuk Ayura.

Mendengar semua perkataan Rega membuat hati Gema panas. "maksud lo apa ngomong kayak tadi? Lo benci Ayura karena dia deket sama gue? Iyaa?"

"yang tahu jawabannya Cuma lo sama dia jadi pikirin aja." Rega meninggalkan Gema, Ariq, Rain, dan Ayura.

Ayura terlihat sedih mendengar semua perkataan Rega tapi Rain, Ariq, begitu pun dengan Gema berusaha untuk membuat Ayura tidak sedih dengan semua perkataan yang diutarakan Rega karena itu bukan salah Ayura. Hati itu tak bisa dipaksakan jadi seharusnya Rega bisa menerima itu.

***

Maaf kalau banyak typo dalam penulisan ini. Sebenernya cerita ini terinspirasi dari kisah percintaan sahabatku. Kisahnya yang menurutku rumit justru jadi inspirasi untuk tulisanku.

Come BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang