Romansa

690 48 3
                                    

Suasana malam ini sangat ramai,  Gema membawa Ayura ke tempat yang tepat. Ayura tersenyum menatap Gema. Ia bisa segera melupakan kesedihan dan rasa bersalahnya pada Rega begitu saja walau tak seutuhnya. Berada di dekat Gema membuat Ayura tenang, ia tahu apa yang harus ia lakukan.

“makasih sudah ajak aku ke tempat ini.”

“jangan bilang makasih terus dong, hari ini aku udah dengar kamu bilang makasih lebih dari lima kali loh Ay.”

“haha, kok kamu hitungin sih?”

“iya biar aku ada kerjaan, yaudah kita jalan-jalan kesana yuk. Kamu mau main apa?”

“terserah kamu ada deh.”

Malam itu adalah malam yang sangat membahagiakan untuk Ayura. Sudah banyak kenangannya dengan Gema selama beberapa hari belakangan ini. Tak ada status untuk hubungannya, hanya tahu Gema mencintainya saja sudah cukup untuk Ayura karena baginya apalah arti sebuah status jika satu sama lain sudah memiliki rasa yang sama.

Semua permaian di pasar malam ini sudah Ayura dan Gema coba, menaiki bianglala, naik ombak banyu, masuk ke dalam rumah hantu, hingga bermain lempar gelang yang berhasil Gema menangkan. Boneka bebek hasil kemenangannya bermain lempar gelang, Gema berikan untuk Ayura.

“suka nggak sama bonekanya?”

“suka dong, ini buat aku?”

“iya Ay, aku kan cowok nggak mungkin dong untuk simpan boneka kayak gtu.”

“makasih Gema.”

“sama-sama Ay,” tangan Gema menyentuh lembut pipi Ayura, kini keduanya saling menatap dengan tatapan yang seolah berbicara.

“Gemaaa.”

“iya Ay, kenapa?”

“kasih aku satu puisi lagi. Setidaknya untuk malam ini saja.”

“kamu tunggu disini.”

“loh, kamu mau kemana?”
“sebentar.”

Gema berjalan meninggalkan Ayura yang sedang menikmati makanannya. Ia menuliskan sebuah puisi yang diperuntukkan untuk Ayura. Namun, puisi di selembar kertas itu bukan untuk Ayura, melainkan ia berikan kepada pelukis. Lima menit kemudia Gema kembali ke stand makanan.

“kamu dari mana sih Ge?”

“ada dehh,” ucap Gema sembari mulai menikmati makanannya.

“ohhh gitu, jadi sekarang main rahasia-rahasiaan nih?”

“nggak rahasia kok, nanti juga kamu tahu.”

Tiba-tiba saja seorang pelukis datang menghampiri Gema dan membawa sebuah lukisan yang indah untuk ditatap. Gema mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya sang pelukis pergi. Lukisan itu bukan untuknya, melainkan untuk Ayura.

“ini untuk kamu Ay.”

“untuk aku? Loh, aku kan mintanya puisi kok kamu kasih aku lukisan sih?”

“lukisan ini dibuat dari kata-kata yang aku bikin tadi. Puisinya ada dibelakang nanti kamu bisa bacanya di rumah.”

“aahhh, aku nggak nyangka deh kamu bisa jadi cowok seromantis ini.”

“keromantisan itu nggak perlu diumbar ke orang lain Ay, cukup 2 insan itu saja yang merasakannya.” Senyum manis terpancar dari wajah Ayura kala mendengan kata-kata Gema, “yaudah kita pulang yuk, udah malam nih nanti orang tua kamu khawatir.”

“hhmm iya.”

Motor Gema melaju dengan kecepatan sedang. Tidak seperti pertama kali Ayura mengenal Gema yang diam saja ketika menjadi penumpang di motor Gema. Kini keduanya sudah bisa bercanda dan menebar tawa seolah malam ini adalah punyanya.

Pukul 19.23 motor Gema berhenti di depan rumah Ayura. Untuk yang kesekian kalinya Gema belum sempat mampir ke rumah Ayura. Namun, ia janji ketika weekend akan berkunjung ke rumah Ayura untuk belajar bersema. Tak terasa tinggal dua minggu lagi mereka akan melaksanakan ujian nasional jadi pertemuan mereka dalam detik-detik ujian ini mereka habiskan untuk belajar bersama.

***

Berbeda dengan suasana hati Ayura, suasana hati Rega tak akan lagi seperti dulu saat ini berada di samping Ayura. Tak ingin lagi ia berada di samping Ayura kini, kata-kata Ayura tadi pagi seolah menjadi tamparan untuknya tersendiri sehingga menyadarkannya bahwa cinta itu tak selamanya indah.

Lagi pula ia kini sadar bahwa Ayura hanyalah cewek yang terpaksa dekat dengannya. Terpaksa berada di sampingnya, dan terpaksa untuk menjaga semua perasaannya. Hanya karena sebuah keterpaksaan Ayura ada untuknya.

"Ayura ada untuk sebuah keterpaksaan, untuk apa lagi memikirkan seseorang yang seharusnya justru harus dilupakan," ucap Rega pada dirinya sendiri di sebuah bar salah satu cafe ternama.

***

Sebetulnya ini cerita kesekian yang aku tulis di wattpad tapi yang sebelumnya

Come BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang