6. Meet Old Friend

2.4K 198 5
                                    

*POV RENATA*

Dalam kurun waktu satu bulan terakhir, sudah beberapa kali aku mendapat kiriman buket bunga lili dari orang asing. Kadang di depan pintu unit apartemen, dan beberapa kali di atas kap mobilku. Karena tanpa nama pengirim, hal tersebut membuat perasaanku jadi was-was dan merasa tidak nyaman. Aku sudah mencoba mencari tahu melalui hasil rekaman kamera pengawas soal si pengirim bunga misterius tersebut. Namun hasilnya nihil. Gerakan tubuh si pengirim bunga misterius itu sangat cepat dan sulit ditebak sosoknya. Entah kenapa juga hasil rekaman kamera pengawas apartemen mewah ini tampak jelek sekali hasilnya.

Laki-laki dengan wajah titisan dewa Yunani yang malam itu menuduhku tinggal satu atap dengan Enrique sudah tidak pernah tampak lagi. Padahal lumayan kan, tampangnya bisa untuk cuci mata di saat penat dan lelah sedang mendera akibat pekerjaan kantor yang belum bisa aku atur ritme kerjanya. Penasaran juga, laki-laki itu tinggal di lantai berapa, dan bekerja di mana. Menilik dari penampilannya malam itu aku punya keyakinan kalau posisi di pekerjaannya, dia pasti bukan orang sembarangan. Semacam manajer gitu, maybe. Andai big boss ku setampan laki-laki dengan wajah bak titisan dewa Yunani itu, pasti aku akan betah bekerja di kantor seharian.

Ngomong-ngomong soal big boss, sampai detik ini pun aku berkomunikasi dengan Big boss hanya melalui email. Yang aku tahu hanyalah inisial namanya M. Anggara. Sudah satu minggu ini orang itu sudah berbaik hati mengirimiku makan siang. Namun untuk sosoknya seperti apa? Jangan tanya deh, belum tahu sama sekali.

Pernah suatu waktu si big boss meneleponku. Aku didamprat habis-habisan karena hasil karyaku yang katanya pasaran, tidak memiliki keunikan, tidak memiliki ciri khas dan berujung dia mengataiku tidak kreatif. Shit! Pengen tahu, hasil karya orang yang katanya lulusan arsitektur Jerman dan berani-beraninya mengataiku tidak kreatif itu. Apa sebagus bacotnya dalam menghina hasil karya orang lain? Menyebalkan. Belum berinteraksi secara langsung saja dia sudah membuatku ilfeel. Semoga saja aku betah lama-lama bekerja di bawah presure seorang big boss yang pasti memiliki karakter arogan dan bossy abis itu.

Aku hanya akrab dengan sekertaris big boss saja. Beberapa kali weekend kuhabiskan bersama Lani untuk mengunjungi beberapa mall dan kafe ternama di Jakarta. Aku bersyukur bisa dekat dengan Lani, karena dia lah yang banyak menemani dan membantuku saat di kantor maupun luar kantor. Namun Lani tidak banyak membantu jika aku sudah mulai membahas soal big boss.

Seperti saat sore ini kami menghabiskan waktu weekend untuk mengelilingi salah satu mall besar di pusaat kota Jakarta dan mengakhiri acara jalan-jalan di sebuah kafe yang cukup ternama.

"Oya Ren, kamu ada keturunan Chiness, Korea atau Jepang gitu mungkin? Semakin ke sini aku seperti melihat sosok pemain drama Korea saat melihatmu tanpa make up seperti ini," ujar Lani sambil tertawa pelan.

Sore ini aku memang tidak berdandan full make up seperti saat di kantor. Hanya menggunakan bedak tipis dan olesan lipmatte warna nude.

"Nggak Lan, mamaku malah keturunan Arab Pakistan," jawabku cuek, agak sedikit malas menjawab pertanyaan seperti ini, karena Lani adalah orang keseribu sekian yang menanyakan tentang hal ini.

"Serius kamu, Ren? Tapi kamu sama sekali nggak mirip orang Arab loh. Emmhh..., aku tuh kayak pernah bertemua seseorang yang wajahnya mirip kamu tapi versi cowok. Di mana tapi ya?"

Lani terlihat sedang berpikir keras, seperti mengingat-ngingat suatu hal, sambil mengetuk-ngetuk jari telunjuk di dagunya. Tak selang beberapa lama, Lani menjentikkan jari kanannya karena berhasil mengingat sesuatu, "Aha, iya, temannya Pak Marcell. Laki-laki itu pernah berkunjung ke kantor. Udah lama banget, sih, aku aja sampai lupa nama laki-laki itu. Mana cuma bentar doang."

Because I Love My CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang