8. Kenyataannya

774 65 0
                                    

*POV RENATA*

"Maaf mbak, tadi ada pasangan, yang laki-laki berwajah oriental. Booking berapa kamar ya kalau saya boleh tahu?" tanyaku setelah berada di meja resepsionis.

"Maaf, kami tidak bisa memberi tahukan informasi pengunjung hotel pada orang lain karena ini sudah kode etik hotel kami," jawab resepsionis hotel ramah.

Karena kesal dengan jawaban resepsionis tersebut aku menghentakkan highheels setinggi 13cm milikku. "Saya masih ada hubungan keluarga dengan pria itu. Saya kasih ktp saya gimana? Buat jaminan kalau ada apa-apa?" paksaku pada resepsionis tersebut.

"Maaf, kami tidak bisa."

"Arrgghh...." Aku menggeram kesal. Mau pakai cara apa lagi ini?

"Ada masalah apa? Loh kakak kan karyawan Anggara Karya ya? Tadi ikut rombongannya kak Lani? Ada yang bisa saya bantu?"

Tiba-tiba seorang pria berwajah agak kebulean datang menghampiri meja resepsionis, dan mengenali bahwa aku adalah salah satu karyawan dari PT. Anggara Karya. "Saya Nico, manager hotel. Kebetulan hotel ini adalah salah satu karya CEO PT. Anggara Karya. Beliau memiliki hubungan yang baik dengan pemilik hotel. Ada yang bisa saya bantu?" tanya manager hotel tersebut ramah.

"Saya mau mencari tau di kamar mana saudara saya menginap. Sayangnya mbak resepsionis nggak bisa memberi tahu dengan alasan melanggar kode etik."

"Oh, maaf kalau gitu. Serli tolong dibantu ya. Maaf dengan siapa?"

"Renata Aulia Gunawan," jawabku seraya menyodorkan id card-ku.

"Baik kak Renata, resepsionis saya akan membantu Anda."

"Baik Pak Nico. Maaf sebelumnya ya mbak Renata. Apa yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis setelah Nico pergi.

"Tamu yang terakhir sebelum saya datang tadi booking kamar atas nama siapa ya, mbak? Untuk berapa kamar?"

"Ada tiga tamu yang booking hotel beberapa menit sebelum mbak Renata datang. Ada atas nama Tuan Heri, atas nama Nona Jena dan terakhir atas nama Tuan Enrique Tanama."

"Tuan Enrique Tanama di kamar berapa?"

"Suite room nomor-"

What the hell???

Belum selesai resepsionis tersebut menyebutkan nomor kamar, aku sudah berlari berusaha mengejar pasangan tadi. Tanpa lagi memedulikan penjelasan resepsionis, dan juga tanpa menanyakan sebelumnya lantai dan kamar nomer berapa kamar yang ingin aku tuju. Sesampainya di depan pintu lift tanganku cekatan menekan tombol lift.

"Semoga aku tidak salah kamar. Seingatku suite room ada di lantai 24," gumamku setelah berada di dalam kubik raksasa ini.

"Rena, Rena...Renata!?"

Sessaat sebelum pintu lift tertutup rapat, aku merasa ada suara seseorang laki-laki menyerukan namaku berkali-kali. Namun aku tidak menghiraukan panggilan itu. Yang ada di benakku saat ini adalah bagaimana caranya bisa segera sampai ke tujuanku..

Aku menyusuri koridor hotel di lantai 24. Sialnya aku kehilangan jejak mereka karena terlalu lama di meja resepsionis, ditambah lagi harus kembali ke ballroom gara-gara Lani. Aku merasa tidak asing dengan gerak-gerik tubuh wanita yang sedang bersama Enrique tadi. Namun semoga saja aku salah.

Aku terus mengumpat dan menghentak-hentakkan kakiku kesal. Bahkan aku tidak lagi peduli sepatu yang aku gunakan saat ini adalah stilletto dengan tinggi heels lancip mencapai 13cm. Sepertinya aku salah lantai, akhirnya aku memutuskan kembali ke lift dan mencari lantai yang benar.

Because I Love My CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang