Ternyata ada yang menguping pembicaraan Marcell dan Enrique di ruang meeting. Bukan Renata. Saat ini gadis itu sedang menyeringai licik dan penuh rencana jahat di benaknya.
"Habis kamu kali ini Renata! Jadi kamu adalah putri keluarga Tanama yang hilang berpuluh tahun yang silam."
Gadis yang tak lain adalah Shelina itu tertawa sinis dan melangkah meninggalkan pintu ruang meeting karena merasa Marcell dan Enrique sedang berjalan menuju pintu keluar ruang.
Renata mendengus kesal saat keluar dari ruang meeting. Saat Renata membalikkan tubuhnya, dia hampir menubruk tubuh seseorang. Seketika tubuhnya menegang karena saat ini jaraknya sudah berada hanya terpaut 30cm saja dengan tubuh seorang pria paruh baya. Awalnya pria tersebut menatap Renata dingin, tapi tersenyum saat melihat kegugupan di raut wajah Renata.
"Ma, maaf pak sa, saya tidak sengaja."
Renata tidak berani menatap wajah pria paruh baya di hadapannya.
"Oh tidak apa-apa, saya juga minta maaf karena tidak memerhatikan sekeliling saat berjalan."
"Ada yang bisa saya bantu, pak?"
"Saya ingin bertemu dengan pak Marcell. Maaf kalau boleh tahu saya sedang berbicara dengan siapa?''
"Saya Renata, salah satu staff di perusahaan Anggara Karya," jawab Renata tetap merunduk.
"Owwhh Renata, baru beberapa menit yang lalu saya penasaran dengan sosok yang diceritakan oleh putra saya dan sekarang sosok itu sudah di hadapan saya."
Pria tersebut lantas mengulurkan tangan pada Renata. "Perkenalkan saya Tian, maaf tadi saya tidak bisa ikut menyaksikan presentasi hebat kamu Renata, karena pesawat saya mengalami delay tadi," ujarnya ramah.
Renata balas mengulurkan tangan, mengangguk pelan dan tersenyum tipis.. Tangannya yang ramping tenggelam dalam genggaman yang kokoh dan hangat milik pria bernama Tian tersebut. Renata seolah pernah menyentuh tangan itu. Tiba-tiba saja terlintas di hatinya sebuah perasaan rindu tak bertuan. Rindu yang Renata tidak tahu ditujukan untuk siapa dan dengan alasan apa.
"Tapi saya sudah menyerahkan keputusan pada putra saya tadi dan kami setuju untuk bekerja sama dengan perusahaan ini."
"Putra anda? Bapak Marcell maksudnya?" tanya Renata antusias.
"Oh bukan, putra saya Enrique Tanama. Perwakilan dari Sebastian Holding."
Dada Renata sesak seketika, ada emosi meluap di sana, kekesalan pada Enrique seketika naik lagi ke permukaan. Renata sontak menarik tangannya. Pantas saja dia merasa pernah berhadapan dengan sosok ini sebelumnya. Ada kemiripan sangat jelas di antara keduanya.
"Saya permisi dulu." Renata mengatakan hal itu dengan tegas. Saat ini dia sedang tidak ingin bersinggungan dengan hal apa pun yang berhubungan dengan Enrique.
"Kamu mau ke mana Renata? Bisa tolong antarkan saya ke ruangan pimpinan kamu."
"Oiya mari pak, silakan lewat lorong ini," tunjuk Renata sambil mempercepat langkahnya.
'Sial, Lani di mana sih? Seharusnya kan dia yang menyambut Pak Tian ini.'
Renata terus merutuki Lani dalam hatinya hingga langkahnya telah sampai di depan pintu ruangan Marcell. Renata mengetuk pintu besar itu dua kali, terdengar sahutan dari dalam suara khas Marcell mempersilakan masuk.
Renata menggenggam erat handle pintu berwarna kuning keemasan dan pelan-pelan membuka pintu itu. Matanya langsung tertuju pada Marcell yang sedang duduk santai di kursi kebesarannya, di hadapannya juga duduk seorang pria yang tak lain adalah Enrique. Mereka sedang tertawa dan langsung berhenti seketika saat melihat Renata di balik pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I Love My CEO
General FictionSiapa bilang cinta monyet tidak bisa menjelma menjadi cinta sejati? Buktinya cinta Marcell Anggara pada seorang gadis dari masa putih biru, masih tetap setia mengisi ruang terindah di hatinya. Kalau ditanya kenapa dia terlalu cinta, jawabnya simple...