*POV AUTHOR*
Renata terbangun di tengah malam dengan napas tersengal dan keringat bercucuran. Lagi-lagi dia bermimpi tentang Enrique. Sudah satu bulan ini pria itu tidak menghubunginya sama sekali. Enrique menghilang bagai ditelan bumi. Tidak biasanya Enrique bersikap seperti ini. Seolah ada masalah besar yang sedang disembunyikan oleh laki-laki itu. Biasanya jika berbuat salah, Enrique bukan tipe laki-laki yang segan meminta maaf pada wanita.
"Aku kangen kamu, Riq."
Renata menangis tersedu, memeluk lututnya sambil berbaring. Sepuluh menit berlalu, Renata beranjak ke dapur karena tenggorokannya butuh sesuatu yang mampu menyegarkan tenggorokannya yang mengering dan mulai serak akibat menangis dalam jangka waktu terlalu lama.
Dari dapur Renata berjalan menuju kamar utama di apartemen, dan mencari sakelar lampu di sekitar dinding sebelah pintu. Saat lampu menyala nampak sebuah kamar yang ukurannya jauh lebih besar daripada kamar yang ditempatinya selama satu bulan dia tinggal di unit apartemen milik Enrique.
Di kamar ini tidak terlalu banyak perabotan di dalamnya, hanya tempat tidur berukuran king size, sebuah lemari dan sebuah pintu yang menyerupai pintu pemisah antar ruangan. Setelah dibuka rupanya sebuah walk in closet tempat Enrique menyimpan pakaian, jas, sepatu dan barang pribadi lain miliknya. Renata menyusuri walk in closet dan terduduk di ujung ruangan menatap sederet jas yang tergantung rapi di gantungan pakaian.
Meski terdapat beberapa warna tapi jas-jas milik Enrique didominasi warna hitam dan abu-abu gelap. Renata tersenyum, saat membayangkan Enrique mengenakan jas-jas mahal itu, pasti Enrique terlihat sangat gagah dan tampan. Tak lama kemudian Renata menuju ke tempat tidur dan meringkuk di atasnya.
Saat berbaring tangannya meraba sesuatu di bawah bantal. Sebuah foto berukuran 4R. Foto seorang pemuda dan dua gadis cantik di kanan kirinya sedang memeluk erat lengan kokoh pemuda tersebut. Pemuda tersebut adalah Enrique dan kedua gadisnya adalah Renata dan Natasha. Foto tersebut diambil saat mereka bertiga masih kuliah.
"Aku kangen kamu juga, Sha." Renata memeluk erat foto berukuran 4R tersebut. Dia lalu terlelap sambil menahan kerinduan pada kekasihnya.
Bunyi bel membangunkan Renata yang hampir terlelap kembali. Dengan langkah gontai menahan kantuk serta rasa kesal, Renata meringsut dari tempat tidur menuju pintu unit apartemen.
"Kamu? Mau apa? Kalau mau cari Enrique nggak ada. Sudah aku bilang kan waktu itu kalau Enrique sedang ada di luar negeri sejak tiga bulan yang lalu?" cerocos Renata saat melihat siapa yang datang berkunjung di pagi buta seperti ini.
"Buat kamu," kata laki-laki yang Renata sebut memiliki wajah bak dewa Yunani, menyodorkan kotak beraroma khas bubur ayam.
"Buat aku? Ish, ogah! Nanti ada racunnya?"
"Enak aja. Kalau nggak percaya nih aku juga beli. Makan bareng aja kalau masih nggak percaya."
Renata menatap laki-laki yang tak ia tahu adalah big bossnya itu penuh curiga. Dahinya mengernyit mengisyaratkan dia tengan berpikir kerasa atas permintaan orang asing tersebut.
"Aku nggak suka ditatap intens seperti itu sama perempuan," ujar laki-laki tersebut.
"Ada masalah apa, sih? Akhir-akhir ini kamu sering beredar di sekitarku. Kamu nguntit aku ya? Jangan-jangan kamu juga yang iseng ngirim bunga lili padaku?"
"Nggak ada masalah apa-apa. Diterima nggak nih, pemberianku? Aromanya nikmat banget. Entar kamu nyesel loh kalau nolak."
"Ishh... Pergi sana! Ganggu orang aja!" Renata menutup pintu unit apartemennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I Love My CEO
General FictionSiapa bilang cinta monyet tidak bisa menjelma menjadi cinta sejati? Buktinya cinta Marcell Anggara pada seorang gadis dari masa putih biru, masih tetap setia mengisi ruang terindah di hatinya. Kalau ditanya kenapa dia terlalu cinta, jawabnya simple...