5. Still the third dare

148 8 0
                                    

"Lo? Dhira kan?" Kata Raka yang tetap menatap manik mata Dhira lekat.

"Hm," Dhira hany menggumam lalu langsung mengambil dompet dan kacamatanya dengan cepat. Ia memakai kacamatanya, memalingkan wajahnya dan berjalan dengan cepat menjauhi Raka.

"Emm... Maaf ya!" Kata Raka sedikit berteriak, berharap Dhira kembali membalikkan badannya.

Sayangnya, Dhira tidak memperdulikannya, ia tetap berjalan cepat menuju mejanya yang berada di sudut cafe.

"Lahh dia tadikan mau keluar, kok malah balik lagi sih?" Kata Raka lebih kepada dirinya sendiri.

Raka memerhatikan Dhira yang terburu-buru. Dhira mencabut charger laptopnya, lalu menggulung dan memasukkannya ke dalam tas laptop hitam.

"Jangan-jangan dia lupa bawa laptopnya kali ya?" Raka menggumam tanpa bergerak sedikit pun dari tempatnya berdiri bersama Dhira tadi.

Dhira berjalan mendekat ke arah Raka.

"Dia mau nemuin gue ya?" Tanpa Raka sadari, terselip sebuah harapan dalam kata-katanya.

Dhira terus berjalan dengan cepat, melewati Raka dan keluar dari cafe. Berjalan dengan tatapan lurus kedepan dan muka kesalnya. Raka masih membeku disamping pintu melihat kepergian Dhira.

Raka terus memerhatikan gerak-gerik Dhira sampai Dhira hilang dari pandangannya.

"Ehh ngapain juga gue merhatiin cewek itu dari tadi," kata Raka bingung lalu berjalan ke tengah cafe, menuju tempat duduknya dan teman-temannya.

***

Dhira POV

Pekerjaanku sudah hampir selesai sekarang, cover depan sudah aku selesaikan dari tadi dan cover belakang sebentar lagi akan selesai. Tinggal menambahkan jepitan bunga dirambut seorang tokoh perempuan yang aku gambar dan cover belakang komik pun selesai.

Setelah menyimpan file gambaranku, aku merentangkan tangan untuk meregangkan otot-otot. Seharian ini aku hanya menunduk, melihat kearah laptop saja. Aku telah bekerja ekstra hari ini. Cover komik yang aku buat harus sudah diberikan ke klien ku besok.

Aku melihat-lihat keadaan diluar cafe. Warna-warni payung menutupi pandangan. Orang-orang berjalan dengan cepat menembus hujan. Motor-motor berteduh di bawah jembatan penyebrangan.

Pandanganku beralih kearah kasir, disana ada seorang wanita paruh baya sedang mengantri, dua orang wanita remaja, dan dua orang laki-laki dewasa.

Pandanganku kembali berubah. Aku memandang pintu cafe sekarang. Seorang laki-laki berdiri dengan seorang wanita di depannya. Bukan. Mereka bukan seperti sedang mengobrol. Mereka seperti sedang bertengkar. Dhira memandang lantai. Sebuah gelas plastik tergeletak disertai tumpahan hot milktea chocolate. Dhira kembali melihat keatas. Lengan laki-laki itu terlihat sangat merah dengan bekas tumpahan hot milktea chocolate tersebar disekujur lengan kanannya.

Kasian juga tuh cowok gila, tangannya merah banget. Mana dimarahin sama cewek itu lagi. Padahalkan cowok itu yang kena hot milktea chocolatenya. Gue bantu obatin ajalah, walaupun dia nyebelin kan kasian juga. Lagian di deket sini juga ada apotik buat beli obatnya.

Aku mengambil dompet dan berdiri dari kursi. Berjalan kearah pintu. Tatapanku terarah kebawah, lekat pada langkah kaki sepatu putihku.

Dhira?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang