Hyorin menatap langit kelabu dari kaca apartemennya. Ia menggenggam erat cangkir teh di pangkuannya. Sesekali ia mendesah berat.
"Hyorin-ahh... Apa kau sudah selesai mengemasi semua barangmu?" teriak Eumji dari dalam kamar.
Eumji adalah teman seperjuangan Hyorin sebagai perwakilan pertukaran pelajar dari sekolah mereka.
Hyorin tak menjawab. Ia juga bergeming dari posisi duduknya, dan hanya bernafas berat.
Tak lama Eumji datang menghampiri Hyorin, memijat bahu Hyorin pelan.
"Semua akan baik-baik saja. Meski hatimu sama sekali belum berubah," Eumji mencoba memberi penguatan pada Hyorin.
"Entahlah... kurasa, aku membutuhkan waktu sedikit lebih lama lagi untuk bisa berhasil...."
"Berhenti bicara soal omong kosong itu. Kau malah semakin merindukannya, bukan?" kata Eumji.
"Eumji-ahh, apa yang kau katakan?! Aku tak akan sejahat itu!" Hyorin menyangkal pernyataan teman sekelasnya itu.
"Sejak kapan merindukan seseorang adalah perbuatan jahat? Itu bukanlah sebuah kejahatan, Hyorin," jelas Eumji.
"Tapi, orang yang aku rindukan adalah pacar sahabatku sendiri. Bukankah aku teman yang jahat?!"
"Terserah, aku tak ingin berdebat lagi soal ini. Kau cukup pintar untuk membuat keputusan. Masih banyak barang yang harus aku rapikan." Eumji menyudahi perdebatan mereka. Gadis itu berjalan pergi menuju kamar, meninggalkan Hyorin yang masih betah menatap langit kelabu yang mulai pudar.
Ternyata enam bulan jauh dari Seoul, tak membuat Hyorin lantas lupa soal perasaannya pada Jungkook. Perasaan rindu justru menggerogoti, membuatnya kian hari merasa sesak dan tak nyenyak tidur.
Tiap selesai dari semua kesibukan, ia tak pernah bosan memeriksa setiap akun sosial media yang dimilikinya, berharap ada sebuah jejak yang Jungkook tinggalkan. Tapi semua itu sia-sia.
Sekarang rasa penyesalan terus menghantui di setiap harinya. Banyak hal yang ia sesali. Pertama, keteledoran yang membuat ia secara paksa untuk mengungkap perasaan yang sudah lama ia tutupi. Kedua, berjanji untuk melupakan soal perasaannya, padahal ia tau perkara move on tak akan semudah itu. Dan terakhir, soal sketch book yang menyimpan banyak rahasia. Tapi, penyesalan terbesarnya adalah tak menyadari perasaannya terhadap Jungkook lebih dulu sebelum Lora, sahabatnya.
---
Enam bulan lamanya, tak merubah sedikitpun suasana di Seoul. Selalu nyaman, dibandingkan tempat lain.
"Eomma...." Eumji berlari, menghambur ke pelukan sang ibu yang datang ke bandara untuk menjemputnya.
Hyorin hanya diam di tempat, terpaku sesaat menatap dari kejauhan ibu dan anak yang saling berpelukan. Tak ada satupun yang menyambut kedatangannya, terlalu menyedihkan.
Ayah dan ibu Hyorin sedang berada di Austria, dan ia tak punya siapapun. Bahkan untuk beberapa bulan kedepan, ia akan hidup sendirian di Seoul.
"Hyorin, ayo! Ibuku akan mengantarmu sampai di rumah."
Hyorin tersenyum pada ibu Eumji yang menatapnya sembari tersenyum ramah. Detik berikutnya, ia menyeret koper silver besar miliknya membuntuti Eumji dan ibunya yang berjalan ke luar bandara.
---
Hyorin tampak ragu menatap gerbang sekolah. Berulang kali ia memaju mundurkan kakinya yang hendak melangkah masuk. Bahkan ia mengabaikan beberapa temannya yang mengajak untuk berjalan bersama.
Bel sekolah berbunyi dan Hyorin masih betah mematung di depan gerbang. Bahkan ia tak perduli pada siswa lain yang berlari melewatinya.
"Ya haksaeng... kau ingin membolos eum?"