Persiapan Pentas Seni

62 9 2
                                    

Nada menepuk bahu Akmal. "Belok kanan Mal, rumah aku catnya warna hijau."

Akmal berbelok dan menunjuk rumah Nada. "Yang itu?"

"Iya, langsung sekalian masuk aja motornya."

"Wah iya deket rumah kamu Nad," Kafka memarkirkan motornya di halaman rumah Nada. Nada menanggapi dengan tersenyum.

Bunda Nada yang sedang membereskan ruang tengah langsung beranjak ke pintu depan karena mendengar suara motor. Tepat ketika Nada ingin mengetuk pintu, Bunda telah membukanya. Bunda langsung mempersilakan Nada dan teman-temannya masuk.

"Hebat anak Bunda. Baru hari pertama sekolah udah punya temen baru, banyak lagi."

"Hehe, iya Bun. Kami sekelompok buat penampilan bakat gitu deh, jadi latihannya di sini aja."

"Ohhh.. Bentar ya Bunda ambilin minum sama cemilan dulu. Bunda juga lagi manggang kue, kira-kira setengah jam lagi lah matengnya." Bunda berlalu ke dapur.

"Cepetan Bun! Itu si Kafka tadi bilang dia laper," seru Nada.

"Yah Nada. Aku malu sama Bunda kamu."

"Nyantai Kaf. Bundaku emang suka masak, tapi kadang ga semuanya kemakan, hehe-" Nada cengengesan. "Rifa mau ganti baju gak? Kalo mau ikut aku ke kamar yuk. Kafka sama Akmal kalo mau ganti baju nanti aku ambilin baju abang aku."

"Eh ga usah Nad. Pakai baju kaos gini tinggal lepas seragam."

Nada dan Rifa segera naik dan berganti baju. Sementara itu, Bunda sudah menyuguhkan makanan dan minuman di meja tamu. Tak perlu waktu lama, Kafka dan Akmal sudah mengobrol seru dengan Bunda.

"Bunda, kamar Abang gak dikunci kan? Aku mau pinjem gitarnya," Nada melongok ke lantai bawah. Bunda menganggukan kepala.

Nada membuka pintu kamar Bang Erlang. Buku-buku berserakan, lemari terbuka dan bajunya berantakan, gitar di atas tempat tidur, super kacau. Nada hanya bisa melongo karena tidak biasa melihat kamar abangnya yang sudah terlihat seperti habis kena angin puting beliung.

Cepat-cepat Nada mengambil gitar abangnya dan turun bersama Rifa. Sesampainya di bawah, Nada langsung melapor pada Bunda bahwa kamar Bang Erlang super kacau dan Nada khawatir pada abangnya.

"Abang lagi nulis karya ilmiah gitu, begadang. Trus tadi langsung pergi buru-buru udah telat ada janji sama temennya," jelas Bunda. Nada mendecak.

Bunda berdiri. "Bunda tinggal ke dapur ya, terserah kalian mau latihan di sini atau di taman depan. Kalau ada perlu apa tinggal bilang, anggep aja rumah sendiri."

"Bunda kamu baik banget sih Nad," puji Kafka.

"Hehe. Nih Ka gitarnya pake aja dulu," Nada menyerahkan gitar abangnya pada Kafka. "Tapi aku gak punya keyboard. Gimana Mal?"

"Ada aplikasi piano kok di hpku, masih bisa aku ulang juga nanti di rumah," Akmal menunjukkan layar ponselnya.

"Nad, aku gak pede kalau harus nyanyi. Aku nepuk-nepuk apa kek gitu, biar suaranya kayak drum," cicit Rifa.

"Yah Rifa. Iya deh.. tapi kalau di sekolah ga ada cajon kamu mau nepuk apa dong? Lagian yang biasa main cajon kan cowok, kecuali kalau besok kamu pake celana baru deh, hahaha,"

"Main kecrekan aja Fa," saran Akmal.

"Hahaha pas banget Rifa main kecrekan, dia kan suka berisik," ejek Kafka.

"Kafkaaaaa, kecrekan juga bagus tau kalo mainnya pake perasaan," Rifa mengerucutkan bibir.

"Emang punya perasaan?" tanya Kafka dengan wajah innocent.

Touch Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang