Chapter 22

650 51 7
                                    

Happy reading!

"Thanks buat hari ini Dit."

"Gue suka saat lo panggil gue Dit." Nara memutar bola matanya malas, bukan jawaban ini yang dia harapkan.

"Gue cabut dulu, lo udah kedinginan gitu." Nara mengangguk sambil tersenyum tipis.

Setelah Radit hilang dari pandangannya, Nara segera melesat masuk dan menaiki tangga menuju kamarnya. Walaupun udara dingin sangat menusuk tulang, Nara tetap harus mandi atau dia akan demam. Dia butuh secangkir coklat panas setelah ini. Setelah selesai dengan mandinya, Nara turun menuju dapur dengan piyama ungu pastelnya dan rambut yang masih tergulung handuk. Bermaksud membuat tiga cangkir coklat panas untuknya, ibunya, dan Lona. Mungkin sebentar lagi ibunya pulang, Lona juga mungkin akan keluar kamar karena aroma coklat yang menggoda. Pikir Nara. Meletakan ketiga cangkir tersebut di atas meja makan, Nara melanjutkan mengeringkan rambutnya. Namun, suara bel menghentikannya. Nara berharap itu ibunya. Dengan cepat Nara menuju pintu utama dan membuka pintu dengan senyum yang merekah sempurna sebelum dia melihat siapa yang datang. Senyumnya seketika hilang, Nara segera menutup pintu rumahnya, namun Arka segera menahannya. Walau bagaimanapun Arka lebih kuat dari Nara.

"Nar, Nar.. dengerin gue!"

"Pergi! Gue nggak mau liat lo lagi!"

"Gue tau gue salah, tapi gue nggak bermaksud nyakitin lo." Nara menatap Arka tak percaya. Matanya buram, hatinya makin terhimpit.

"Nar,." Arka menggapai tangan Nara namun segera ditepisnya.

"Pergi." Ucap Nara datar sambil menahan isakan tangisnya.

"Nar, siapa tadi?"

"Bukan urusan lo! Sekarang pergi!"

"Nar, dengerin gue. Gue nggak tau siapa namanya dan gue nggak peduli, tapi.."

"Udah,.. gue mohon pergi atau lo bakal lebih nyakitin gue." Nara berbalik dan seketika tangisnya pecah. Arka bermaksud menggapai Nara, dia tidak pernah bisa melihat Nara menangis. Namun, mengingat apa yang Nara katakan, Arka segera mengurungkan niatnya. Lebih baik dia pergi, memberikan sedikit waktu sendiri untuk Nara. Arka berbalik pergi, Nara yang mendengar derap langkah menjauh kembali menangis. Menutup pintunya dengan kasar, tubuh Nara merosot. Menyembunyikan wajahnya, Nara sudah tidak merasakan dinginnya udara sekitar, hanya perih di hatinya.
***

Menembus padatnya kota di malam hari, Arka gelisah. Tidak tau harus kemana lagi dia pergi untuk melampiaskan semuanya. Akankah semua masih bisa diperbaiki(?) Penyesalannya semakin menumpuk. Menatap keluar jendela mobil, Arka tidak berpikir panjang untuk berhenti di depan club malam yang mulai ramai. Membanting pintu mobilnya, mengacak rambutnya frustasi dan menggulung kemejanya dengan kasar, Arka segera masuk. Sudah sekian lama sejak dirinya jauh-jauh dari dunia malam demi Diana, kini Arka sudah tidak punya pilihan lain. Sang bartender seolah tau apa yang Arka butuhkan. Menyesap gelas pertamanya masih belum terasa bagi Arka, dia butuh lebih dari itu. Bahkan kini di botol ketiganya Arka masih belum mau berhenti.

"Gue harus apa Di...? Gue harus apa saat lo nggak disini lagi..?" Matanya memerah dan berair, Arka mulai meracau, mengungkapkan apapun beban yang menumpuk di dadanya.

"Nar, gue nggak bermaksud nyakitin lo! Gue bahkan nggak tau perasaan gue ke lo, yang gue tau gue peduli sama lo."

"Gue bodoh!" Arka justru menertawakan dirinya sendiri. Seketika kepalanya terasa berputar, dengan setengah kesadarannya Arka tau dia harus keluar dari tempat ini. Setelah meletakan beberapa lembar uang di samping gelasnya, Arka mencoba mencari pintu keluar. Dengan terus memegangi pangkal hidungnya, Arka mencoba keluar melewati hingar bingar yang makin terasa. Hingga sampai di pintu keluar sekaligus masuk Arka mulai goyah dan bahunya menabrak seseorang yang berjalan berlawanan dengannya.

UNFORGIVEN [Tamat] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang