7 tahun kemudian..
"Bisa tolongin disini babe?"
Nara melirik kebelakang, sambil menahan tawanya. Arka bahkan sangat manja sekarang. Membawa sepotong wortel ke mulutnya dari semangkuk salad di hadapannya saja belum satupun."Dasar lemah." tatapan Arka menajam pada wanita di seberangnya yang sedang menggunakan celemek masaknya. Arka mendengus pelan dan berdiri dari duduknya sambil mengancingkan jas hitamnya. Nara mendadak menelan ludah, apakah Arka akan marah sekarang? Semakin Arka mendekat, Nara semakin merasa terpojokan. Arka berdehem pelan sambil kedua tangannya menopang di meja dapur, mengurung Nara.
"Kenapa mengatakan itu? Bukannya mengambilkan sesuatu untukku atau duduk disana membantu suamimu makan, mengapa mengatakan itu?" Nara gugup sekarang, berada di suatuasi seperti ini bukanlah mudah.
"Mm-maaf, bukan maks__" Arka sudah lebih dulu menempelkan bibirnya pada Nara. Sekilas, namun membuat pipi Nara memerah.
"Akan kuambilkan sendok untukmu." Nara ingin pergi, namun kedua tangan Arka masih mengurungnya.
"Mau kemana hmm?"
"Ingat jam berapa Arka, kamu harus sarapan." mata itu bertemu.
"Aku tidak butuh sarapan lagi." bibir itu kembali bertemu dengan milik Nara.
"Itu sarapanku. Aku harus berangkat sekarang. Akan kutunjukan, selemah itukah aku dimatamu babe. Tapi tidak sekarang. Jaga dirimu baik-baik, jangan ceroboh lagi." Arka mencium kening Nara dan berpamitan. Nara mengantarnya sampai pintu rumah mereka. Setelah Arka benar-benar hilang dari pandangannya, barulah Nara melihat sepucuk surat di lantai, dekat pot tanaman. Melihat sekeliling sebelum mengambilnya hati-hati. Menutup pintu rapat, Nara membukanya saat tiba di dapurnya.
Nara!
Istri gue lahiran! Citra udah lahiran! Anak gue perempuan Nar! Oh God, lo harus kesini Nar!Nara mengerjapkan matanya berkali-kali, berharap yang dia baca salah. Yang benar saja, itu isi suratnya? Mengapa Dhamar tidak memberitahunya lewat pesan atau telfon saja, itu lebih praktis. Nara masih tidak habis pada pasangan itu. Tapi hatinya menghangat, dia terharu mendengar kabar ini. Nara segera bergegas membersihkan diri dan memesan taxi untuknya. Tiga puluh menit Nara akhirnya siap, taxi nya sudah menunggu dibalik gerbang rumahnya. Nara lupa sesuatu, handphone nya.
Sesampainya di rumah sakit, Nara segera menuju kamar inap bersalin. Bau bayi sudah semerbak saat dirinya membuka pintu kamar Citra. Mereka menangis haru, Citra yang sudah resmi menjadi seorang ibu, dan Nara yang bahagia melihat sahabatnya melahirkan putri yang cantik dan sehat. Mereka melepas pelukan.
"Gue doain lo cepet nyusul Nar." ucap Citra sambil mengelus perut rata Nara.
"Please Cit, gue baru nikah sebulan lalu."
"Nggak salah kan, lagi otw berarti." Citra tersenyum jail.
"Kalian nggak ada acara honeymoon?" lanjut Citra.
"Yah lo tau sendiri, Arka sibuk, jadi gue juga nggak berharap banyak." Obrolan mereka berlanjut cukup lama, hingga pintu terbuka dengan cepat. Dhamar dengan handphone yang menempel ditelinganya menatap seolah memastikan.
"Ya, bini lo disini." seketika Nara teringat.
"Astaga! Gue nggak bawa handphone, apa tadi Arka?"
"Ya, dan dia nyariin lo setengah mati. Tolol dipelihara dari dulu, inget udah ada suami." Dhamar berkata mengejek, Nara hanya memutar matanya malas.
"Eh mau kemana lo?"
"Pulang lah."
"Arka mau kesini, jadi mending lo tungguin dia sambil jagain Citra, gue lagi makan belum selese." Nara kembali memutar bola matanya kesal. Akhirnya Nara kembali duduk di sisi ranjang sambil mengelus pipi lembut putri Citra.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNFORGIVEN [Tamat]
Teen Fiction"Ketika gue dipertemuin sama makhluk bermana Nara, cewe gila yang nggak tau kenapa ditakdirin bernasib sama kaya gue. Sama sama jones. Dia cewek cerewet yang sukanya makan, kerjain orang, dan begonya nggak ketulungan. Tapi dia sabar, pengertian, asi...