Bunga di Taman Hati, Bab 3

3.8K 152 32
                                    

Hah!
pada nungguin part ini kan?
*buat yg udh baca*

ktp mana?

*pegang pentungan*

-------------------

Ian

Dia mau bermalam di sini, di rumah sakit, untuk menemaniku. Siapa aku? Apa yang pernah kulakukan sampai aku mendapat hadiah istimewa ini. Dia benar-benar mau. Dia tidak marah lagi. Kuusir semua orang. Mungkin mereka menganggap aku bergurau, tapi tidak, aku serius. Serius sekali. Aku serius mengusir mereka pergi dari sini karena aku ingin berdua saja dengan bungaku. Melihatnya mengangguk, semua pedihku terbang, menghilang tanpa jejak.

Kami berdua saja. Dengan wajah polosnya, dia di sana. Mana mungkin aku biarkan dia tidur sendiri. Atau salah? Mana mungkin aku mau tidur sendiri. Terserah. Aku hanya mau berdua dengannya. Memeluknya, dan melupakan lima hari kemarin. Aku akan melupakannya. Biar semua sakit itu membuatku semakin sadar, betapa berartinya dia. Aku yang dulu tidak pernah berjuang untuk cinta, sekarang harus berjibaku untuk cintanya. Kadang, sesuatu akan lebih berarti jika kita sulit merengkuhnya. Dia istimewa. Rey's effect.

Dia baik sekali. Setelah dia bersedia kunikahi, sekarang dia bersedia bersabar untuk menungguku siap. Aku benar-benar bajingan yang beruntung.

Dan di sinilah dia. Tidur di pelukanku. Aku tak berani memohon apa-apa lagi. Karena aku sudah di surga. Kupeluk dia dengan semua rasa yang kumiliki. Kunikmati dia dengan semua indraku.

Rey, aku lemah tanpamu. Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku.

Rey, aku debu tanpamu. Tetaplah di sini. Tetap di sisiku. Tetap di hatiku.

***

Aku terbangun karena gerakannya, tapi dia semakin erat meringkuk di tubuhku. Aku tersenyum melihat posisi kami. Rey telungkup di atas tubuhku. Hanya sebelah kakinya menempel di tempat tidur, kepalanya di lekuk leherku, kurasakan napas hangatnya di leherku. Tangan kirinya terpelintir di belakang tubuhnya, sementara yang kanan di dadaku. Kalau posisi tidur kami seperti ini, untuk apa ranjang king size? Kalau ranjang di sel penjara pun cukup untuk tidur kami berdua.

Kuambil iPhone. Tangan kananku tetap memeluknya. Akan kuabadikan posisi ini. Dari atas kepalaku, dari bawah, dan dari samping. Temaram lampu tidur justru membuat efek dramatis. Indah. Romantis, sensual walau kami berpakaian lengkap. Hanya selang infus di tanganku yang memberitahukan di mana kami.

Aku bahagia.

***

Empat hari kami habiskan di apartemen. Berdua saja. Aku tidak pernah merasa sesehat ini. Masa-masa itu kami gunakan untuk mengenal satu sama lain. Dia semakin santai denganku.

"Rey."

"Ya, Pak." Dia sedang membaca berita di tabletnya.

"Gimana caranya biar kamu berenti manggil 'Pak'."

Tertawa. "Ngaruh banget gitu?"

"Ngaruh lah. Masa kamu manggil aku kaya mahasiswa aku aja."

"Rey kan emang mahasiswa Bapak."

"Paling lama juga tiga tahun. Jadi istri aku seumur idup."

"Minggu depan kita udah kuliah ya, Pak?"

"Iya. Makanya... aku maunya, temen deket kamu manggil aku juga beda. Jangan kaya mahasiswa yang laen."

"Emang kenapa?"

"Ya kan temen kamu temen aku juga. Masa manggil 'Bapak'. Formal amat."

"Manggil apa dong?"

"Apa kek. Terserah. Tapi gimana mereka bisa nyantai kalo kamu aja formal gini."

Bunga di Taman Hati, BDTH Bagian 3 [18+ PROMO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang