"Kakashi-sensei bilang begitu?!" suara Ino melengking tinggi, mata biru membelalak lebar.
"Iya."
"Aku tidak percaya! Dia breng--"
Tangan Sakura membungkam mulut sahabatnya rapat-rapat, "Jangan menggunjing calon Rokudaime Hokage di depan umum, Ino! Aku tidak mau dapat masalah!"
Ino menyingkirkan tangannya, "Kau 'kan istrinya. Masalah apa."
"Apa, sih!"
"Apanya yang apa?!"
"Aku bukan istrinya!"
"Lagipula kau akan menikahinya sebulan lagi! Menurutmu untuk apa kita di sini?"
"Kau yang memaksaku ke sini, bodoh. Aku tidak terlalu memedulikan ini."
Sakura mengayunkan tangannya, menggesturkan ke arah penjuru toko gaun pengantin yang membuatnya tak nyaman. Ino sedari tadi bersemangat mencarikan desain terbaik untuknya--atas permintaan Tsunade. Akan tetapi minatnya runtuh saat Sakura menceritakan si-dua-opsi-Hatake-Kakashi yang datang ke apartemennya tempo lalu.
"Jangan begitu. Kau tidak bisa menikah hanya dengan seragam jounin dan sendal jepit, bukan?! Bersemangatlah sedikit."
Anehnya, Sakura bisa membayangkan pernikahan semacam itu dengan Kakashi. Ia benar-benar tidak terlalu peduli.
Ino menggelengkan kepalanya. Ia kembali berfokus untuk memilih satu persatu gaun yang ada di dalam toko. Entah mengapa ia yang bersemangat. Semua gaun ini sungguh cantik; gaun pengantin putih bernuansa modern, hingga pakaian pernikahan bernuansa tradisional.
Matanya tertuju pada sebuah Shiromuku, menggambarkan keanggunan pengantin dengan corak polos nan sederhana, begitu tradisional dan elegan. Dengan wajah cantiknya, ia akan cocok menggunakan ini--tapi Ino baru ingat kalau pakaian ini untuk Sakura. Nampaknya, Shiromuku terlalu kaku untuknya.
Ino berjalan lagi, dan kali ini matanya dipertemukan dengan sebuah Hikirifurisode--sebuah kimono berlengan panjang dengan nuansa merah muda mewah di atas lembutnya sutra putih. Corak bunga-bungaan dan kain yang membentang panjang mengingatkannya pada nama Sakura dan juga elegansi istri seorang calon Hokage.
Ino tersenyum, menentukan pilihannya.
"Hey, Sakura..."
Ino terdiam sejenak saat melihat ekspresi temannya yang masih terduduk mematung di kursi seberang.
Melamun lagi.
"Biasanya kalau orang suka melamun umurnya tidak panjang."
Sakura menoleh dan menyipitkan mata sinis.
"Pernyataan yang bodoh, Ino," bantahnya. Ino hanya mengangkat bahu. Kemudian kembali berbicara.
"Setidaknya kau bantu memilih gaun, Sakura. Ini 'kan pernikahanmu, bukan aku!" ujar Ino. Sakura menghela nafas, menggumamkan sesuatu seperti, 'Kalau gitu kau saja yang menikahi orang itu, repot amat.'
"Terserah sajalah, aku tidak terlalu tertarik dengan gaun-gaun, bunga, cincin, bahkan calon suamiku."
Ino mengangkat alis, berkacak pinggang. Tak bisa dipercaya, padahal ia sudah capek-capek mencarikan gaun pengantin terbaik.
"Kalau begitu kita kembali lagi ke awal percakapan kita, Sakura. Kenapa tidak kau tolak saja? Kenapa kau tidak mau mendengarkanku, sih?"
"Sudah kukatakan alasannya, 'kan, Ino?"
"Yah, tapi... Sudahlah, kau yang menjalankan, kau juga yang harus menerima resiko dan keuntungannya. Lagipula, Kakashi-sensei tidak terlalu buruk, kok. Ia baik, tampan—sepertinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Started by a Mission (2022)
Fiksi PenggemarSakura selalu menghormati Kakashi sebagai mentor dan rekan seniornya. Ia tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari, Daimyo Api mengunjungi Konoha, memberikan gulungan emas dari Daimyo Lima Negara, memintanya untuk menikahi orang yang paling dihorma...