Rayyan berjalan santai memasuki rumah Tsabit. Sudah banyak orang disana. Selain sanak saudara juga ada kerabat dekat dari keluarga besar Tsabit. Tadi dalam perjalanan Rayyan juga sempat melihat banyak wartawan telah bersiap meliput acara pernikahan putra bungsu Dirga Santoso, Kelana Arsalais dengan Tsabita ilana. Mobil mobil berlogo stasiun Tv terparkir rapi memanjang di area komplek perumahan Bukit Permai. Ini adalah moment yang ditunggu wartawan. Mengingat berita miring mengenai Arsa cukup menjadi tanda tanya mereka. Dan kini para pencari berita itu menyiapkan banyak amunisi untuk menghadapi fakta fakta baru yang diberikan lalu di proses agar menjadi konsumsi publik.
Ia pun beralih mengamati detail detail dekorasi yang terpasang di setiap sudut kediaman Tsabit. Rumah sederhana itu disulapnya menjadi begitu mewah berkat tangan tangan sang ahli dekor. Kartika yang mengusul tema bernuansa pink dan silver sesuai warna kesukaan Tsabit. Selera yang bagus, nilai Rayyan.
Setelah menemui Liana lalu meminta izin bertemu Tsabit, ia pun memasuki kamar dimana Tsabit sedang dirias."Tsabit" Rayyan mendapati seorang gadis yang sedang duduk di kursi rias membelakanginya. Ketika gadis itu menoleh, Rayyan seperti dibawa pergi oleh mesin waktu menuju tempat dimana hanya ada para bidadari yang menghuni. Mulutnya hampir menganga melihat sosok berbeda dari gadis hyperaktif yang dikenalnya. Tsabit begitu cantik dengan balutan gaun putih memanjang yang indah. Seindah paras si pemakainya.
"Eh, kamu Rayyan. kirain siapa" sapa Tsabit ramah seraya menoleh. "Liat ini deh. Bagus gak?" Tsabit menunjukan punggung tangannya yang nampak cantik berhias lukisan white henna yang diberi gliter dan swarovsky semakin menambah keindahan jemari gadis itu. "Lucu ya" tambahnya.
Rayyan tersenyum lalu berkomentar, "so beautiful" Bukan mengomentari lukisan henna, melainkan gadis cantik di hadapannya. Matanya tak bosan memandang aura yang terpancar. Baginya, ini bukan Tsabit sahabatnya. Melainkan bidadari surga yang sengaja turun ke bumi untuk membuat Rayyan mabuk kepayang tak berdaya.
"Aku sendiri yang milih motifnya, loh. Tadinya mau pakai warna merah marun. Tapi udah pasaran gitu kayaknya. Yauda aku pake putih aja. Sesuai kan sama gaunnya" ada senyum bahagia yang terpancar dari wajah gadis itu. Rayyan diam tidak menyimak ucapan Tsabit. Ia asik berdiri bersandar di dinding, melipat tangan dekat meja rias.
"Aku boleh nanya sesuatu gak?" Tatapan Rayyan semakin dalam. Mencari celah jawaban atas pertanyaan yang akan ia ajukan. "Boleh. Mau nanya apa?"
"Kamu serius mau menikah sama dia?" Tanya Rayyan serius. Tsabit yang tadinya sibuk memandangi lukisan henna di tangan, harus mendongak kepada pria di hadapannya.
"Iya serius" Rayyan mencium keraguan dari jawaban Tsabit. Ia bisa melihat arti lain dari sorot mata gadis itu.
"Yakin?" Kepala Rayyan dimiringkan disertai tatapan mencurigakan guna mempertegas pertanyaannya.
"Iya yakin. Kenapa?" Tsabit mengangkat bahu. Pergerakannya cukup menyulitkan perias yang sedang sibuk memasang hiasan di kepala.
"Gak kenapa napa" ia memasukan tangan ke saku celana. "Kamu udah berapa lama kenal sama dia? Kok aku baru tahu ya. Dia temannya Idzar dan Aufa juga?"
"Namanya Arsa. Bukan dia" Tsabit mengkoreksi pertanyaan Rayyan. "Ya. Itu maksudku" Rayyan mendesah tak senang. Ada hening beberapa detik menyertai investigasi yang dilakukan Rayyan kepada sahabatnya. Ia menunggu.
"Dia gak kenal Idzar atau pun Aufa. Kami baru kenal" jawab Tsabit. Rayyan memang tahu siapa siapa saja orang terdekat Tsabit selama ini. Termasuk Idzar, Aufa, Diana dan Dana juga Sina. Tapi untuk Arsa, masuk pengecualian. Itulah sebabnya Rayyan menyimpan keraguan akan pernikahan ini. Baginya ini terlalu mendadak. Sejak Arsa melamar Tsabit, seminggu kemudian mereka melangsungkan pernikahan. Pasti ada yang aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tsabita Ilana
SpiritualeDitengah kegalauannya menjomblo di usia yang udah gak setengah mateng lagi, Tsabit dihadapkan dalam situasi rumit. Menikah sama cowok ganteng, famous, anak konglomerat, tajir, siapa yang gak mau? Meskipun dia brondong sekalipun? Sayangnya Tsabit har...