4

104K 5.3K 21
                                    

Mulmed : Itu Angela sama Ita. hehe ^^

selamat membaca^^
---

"Jika ada yang lebih tidak pasti daripada masa depan, ia adalah masa lalu. — Avianti Armand"

--

Suasana masih hening, Putra, pria parubaya yang merupakan bos Angela pun ikut terdiam bingung.

"Hay, apa kabar?" ucap Angela memecah keheningan.

"Baik, gue baik," laki-laki itu menjawab dengan linglung.

"Gue cuma ngerasa bingung aja. Serius, kita maksud gue, Leo nyari lu kemana-mana dan gue nggak nyangka lu pergi sejauh ini. "

"Kenapa lu bisa ada dikota ini Bram, lu nggak bermaksud nyari gue kan?"

Angela menatap ragu kepada Bram. Tidak, dia belum siap untuk bertemu dengan masa lalunya.

"Tolong gue Bram, jangan bilang siapa-siapa kalau gue berada disini."

Bram diam tak menjawab, dirinya kesini karena rotasi dokter dirumah sakit tempatnya bekerja. Bram masih mengingat betapa panik sahabatnya saat mengetahui bahwa kekasihnya pergi dari rumah, setiap hari bertingkah seperti orang gila yang selalu mencari kekasihnya disepanjang kota jakarta.

"Bego, lu nggak tau seberapa paniknya Leo nyari elu Ngel, dia seperti orang gila dan sekarang lu nyuruh gue buat nyembunyiin lu?"

Angel terdiam, dia menggigit bibir bawahnya kalut.

"Gue mohon, kalau dia emang ditakdirin buat gue, dia pasti kembali. Dia pasti menemukan jalan untuk pulang meski gue dan dia sekarang berjauhan."

***

"Mama," teriakan kedua anaknya membuat Angela tersenyum lebar.

"Kalian tidak nakal selama disini bukan?" tanya Angela.

"Tidak mam, selama disini kami hanya makan dan bermain dengan papanya Dimas,"cerita Ana.

"And mam, kami diperbolehkan memanggil papanya Dimas dengan sebutan papa. Aku sangat senang hari ini." dengan wajah berbinar Ian menyahuti ucapan saudari kembarnya.

"Mam, where's my papa? Kami punya papa kan?"

"of course you have, tapi papa lagi kerja ditempat yang jauh agar bisa membelikan mainan yang banyak buat kalian."

Angela menatap mata kedua anaknya bergantian, begitu banyak binar kesenangan yang terlihat. Dalam hati Angela berterima kasih pada papa Dimas yang meghadirkan binar tersebut dikedua bola mata mereka. Namun disisi lain, Angela benar-benar takut fakta bahwa kedua anaknya akan semakin besar dan akan semakin sering mempertanyakan tentang keberadaan papa kandung mereka.
***

Angela tersenyum dan membungkuk perlahan setelah permainan pianonya selesai. Kedua anaknya masih asyik bercanda dengan Ita dimeja paling pojok kafe ini.

"Sudah selesai La?" tanya Rio, pemilik kafe tempatnya bermain piano setiap malam minggu. Ini pekerjaan sampingan yang sudah dia jalani sejak si kembar masih berada dalam kandungan.

"Seperti yang kau lihat," Angela mengedikkan bahunya.
"Aku temui anak-anak dulu."

"Angel, ak-"
"Berhenti memanggilku dengan nama itu."
Angela mendesis marah. Panggilan itu mengingatkannya pada masalalu-nya. Cukup Bram yang hari ini membuat emosinya naik-turun. Jangan bertambah daftar lagi.

"La, aku cuma mau bilang kalau aku juga ingin menemui sikembar. Jadi kita barengan aja kesananya," ucap Rio tidak mengubris amarah Angela.

Rio cukup paham bagaimana sensitifnya Angela ketika dia salah memanggil namanya.

Diingatnya dulu bagaimana wanita yang didepannya ini masih dengan perut buncitnya meminta ijin kepadanya untuk bermain piano dengan alasan ngidam. Tak kuasa menolak, Rio akhirnya mengijinkan wanita tersebut. Permainan piano Angela begitu indah hingga mampu membuat penonton berdiri untuk bertepuk tangan. Dan pada hari itu juga dia menawari Angela sebagai pianist tetap dimalam minggu.

***

TBC...
Chapter ini cuma 500an kata. Ditulis melalui handphone.
Jadi kalau ada typo atau kesalahan dalam penulisan aku minta maaf.
Jangan lupa VotMentnya ^^

Our FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang