Chapter 3: Ragu

1.6K 72 6
                                    

Tidak ada yang bisa mendeskripsikan perasaan Ellen setelah mendengar apa yang dikatakan pemuda itu. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Orang ini pasti gila. Kata Ellen dalam hati. Jika dia adikku, dia tidak mungkin memperlakukan aku seperti ini.

"Berdiri!" Perintah pemuda itu. "Aku akan mengajakmu keluar dari ruangan ini."

Ellen menuruti perintahnya. Ia berdiri, dan segera mengikuti pemuda itu dari belakang. Langkahnya sangat pelan. Ia tidak mengenakan alas kaki sehingga ia bisa merasakan dinginnya lantai saat itu.

Mereka keluar dari ruangan itu. Sebuah lorong yang tak begitu panjang menjadi lintasan mereka. Lorong itu disinari lampu - lampu di sudut atas ruangan. Terang, tetapi terasa suram.

Mereka berbelok ke kiri ketika sudah tiba diujung lorong. Lorong itu tidak bercabang. Tidak begitu luas tetapi bisa  dilewati 5 orang dewasa jika jalan sejajar bersamaan.

Ellen menghafal setiap langkahnya. Ia melirik kesegala arah untuk mencari celah-mencari kesempatan untuk melarikan diri dari orang yang ada didepannya.

Mereka tiba disebuah pintu besi. Tetapi pintu besi ini terdapat kaca persegi panjang yang membuat kita dapat melihat apa yang ada dibalik pintu besi itu.

"Dengar, ketika aku membuka pintu ini, aku ingin kau duduk dikursi itu." Kata Evan.

Ellen memandang kursi yang dimaksud pemuda itu melalu kaca kecil itu. Ia melihat 4 buah kursi yang terdapat di setiap sisi sebuah meja makan coklat lengkap dengan serbet, garpu, sendok dan piring.

Ellen mengangguk.

Pemuda itu mengeluarkan gantungan kunci yang tadi dia gunakan untuk membuka borgol Ellen kemudian memilih salah satu kuncinya. Ellen memandangi kunci - kunci tersebut.

Ketika pintu dibuka, Ellen dapat merasakan sejuknya pendingin ruangan menerpa tubuhnya.

Pemuda itu melangkah kedalam ruangan itu dan langkahnya disusul Ellen. Setelah Ellen keluar, ia segera mengunci pintu yang barusan dibukanya.

Ellen duduk ditempat yang telah disuruh pria itu.

"Kau pasti lapar."

Ellen mengangguk. Perutnya sudah berbunyi daritadi. Rasa takut membuatnya tidak merasakan hal itu. Tapi ketika ia, memasuki ruangan dingin seperti itu, siapa yang dapat menahan rasa lapar?

Pria itu langsung berbalik badan dan menuju kesebuah dapur. Ruangan itu cukup luas. Terdapat dapur disebelah kiri meja makan. Dan sebelah kanan meja makan terdapat sebuah ruangan seperti ruang tamu. Terdapat TV, rak buku, rak video dan kursi sofa serta mejanya. Semua tertata sangat rapi.

Dan tepat dimana posisi Ellen duduk, dibelakangnya terdapat pintu besi yang mereka lewati tadi. Dan didepannya, terdapat sebuah lorong gelap yang diujungnya terdapat anak tangga yang disinari oleh sesuatu.

Jalan keluar. Pikir Ellen. Tangga itu seperti disinari oleh matahari.

"Aku tak begitu pandai memasak, tetapi setidaknya aku dapat membuat sandwich."

Pemuda itu memecah keheningan, membuat Ellen kaget dan mengalihkan perhatian kepadanya.

Setiba didapur, pria itu membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa sayuran dan beberapa telur serta mentega. Ia meletakkannya diatas kabin yang disampingnya terdapat wastafel.

Under the GroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang