Chapter 7: Peran

990 60 7
                                    

Cahaya lampu yang redup. Dinding yang dingin. Kasur tipis dilantai. Ellen mengenali tempat ini. Tempat yang sama dimana ia tersadar sebelumnya. Tersadar akan kenyataan paling buruk dalam hidupnya. Kenyataan dimana ia disekap oleh orang tidak waras yang mengaku sebagai adiknya. Kenyataan bahwa ini bukan mimpi buruknya.

Ellen menguatkan dirinya untuk duduk walaupun sedikit pusing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ellen menguatkan dirinya untuk duduk walaupun sedikit pusing. Ia bersandar pada dinding kasar dan dingin dibelakangnya. Perlahan ia meraba belakang kepalanya.

"Ah!" Kata Ellen pelan. Ia tersentak kesakitan ketika menyentuh bagian memar dibelakang kepalanya. Sebuah benjolan kecil yang menyakitkan terdapat dibelakang rambut coklatnya. Sebuah benjolan yang disebabkan oleh hantukan kuat dari si psikopat ketika ia mencoba melarikan diri.

Tapi ada yang berbeda kali ini. Ellen dapat bergerak bebas didalam ruangan tertutup itu. Kakinya tidak diborgol. Ruang itu tidak besar sehingga penglihatan Ellen dapat menjangkau seiisi ruangan itu.

Ellen memandangi seisi ruangan dan ia mendapati sepiring spagetti, segelas susu putih serta sebuah kertas dihadapannya. Dengan perlahan ia membungkukkan badannya kedepan, kemudian merangkak maju. Dengan segera ia menyambar gelas susu putih itu dan meneguknya hingga setengah gelas.

Setelah minum susu itu, Ellen meraih secarik kertas yang terdapat disamping piring spagetti itu. Terdapat tulisan yang tidak begitu bagus, tetapi masih dapat dibaca oleh Ellen.

Maafkan aku telah menyakitimu, kak. Aku tidak bermaksud demikian. Aku hanya mau kamu disisiku. Akan kulindungi kakak. Dan aku telah memaafkan kakak. Ini sebagai tanda permintaan maafku. Silahkan nikmati.

Ellen meremukkan kertas itu dan melemparnya kesudut ruangan. Orang ini benar - benar gila. Pikir Ellen.

Tapi perutnya tak berhenti - hentinya berbunyi. Kelaparan membuatnya mengabaikan masalah itu untuk sementara waktu. Ia melahap spagetti yang ada dihadapannya. Tidak peduli saos spagetti mengotori sekitar bibirnya. Bahkan ia tidak peduli bahwa spagetti yang ia lahap telah dingin dan tidak memiliki rasa yang enak.

Setelah perutnya terisi, Ellen kembali kekasur tipisnya. Memikirkan apa yang harus ia lakukan agar dapat keluar dari mimpi buruk ini. Tapi terkadang ia juga memikirkan apa yang terjadi pada Richard dan itu membuatnya mual. Mual karena membayangkan mungkin Richard telah tiada.

Bum! Suara pintu ditutup dan diiringi langkah kaki yang mendekat, menyadarkan Ellen dari lamunannya. Ia memperbaiki posisi duduk bersandarnya, menjadi duduk tegap. Ia tahu siapa yang akan datang.

Klok! Suara kunci memasuki lubangnya menjadi pertanda Evan telah tepat berada didepan pintu besi itu.

Ellen telah mengambil keputusan. Ia mengambil keputusan yang mungkin akan membawanya keluar hidup - hidup dari sini. Ia akan memainkan perannya sesuai yang Evan inginkan.

Ngiiik!!! Suara derik pintu besi dibuka membuat Ellen dapat melihat Evan berdiri tegap dilorong itu. Ellen memandangnya, berusaha agar tidak terlihat ketakutan.

"Aku suka spagetti buatanmu." Kata Ellen sambil tersenyum. Sebuah senyum yang dipaksakan agar terlihat senatural mungkin.

Tetapi berbeda dengan Evan. Ia tersenyum bahagia. Seperti melihat Ellen telah ingat padanya. Telah ingat bahwa Evan adalah adik kandungnya.

"Dan aku ingat semuanya sekarang. Maafkan aku." Lanjut Ellen.

Under the GroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang