Chapter 10: Panik

759 46 9
                                    

Ellen memandang bajunya yang sangat kotor dan penuh darah. Ia tidak sadar bahwa darah kekasihnya telah melumuri bajunya. Tidak terpikirkan olehnya bahwa itu akan menjadi malapetaka untuknya.

Langkah kaki Evan menuruni anak tangga semakin terdengar jelas oleh Ellen, yang menjadi pertanda bahwa ia tidak jauh darinya. Ellen kebingungan dalam memikirkan tindakan apa yang harus ia ambil. Tindakan apa yang akan menyelamatkannya.

Ellen tidak punya pilihan lain. Ia bergegas menuju ruangannya. Ruangan dimana ia tersadar untuk pertama kalinya.

"Kak?" tanya Evan ketika telah tiba kedua anak tangga terakhir. Ia menatap Ellen yang bergerak gelisah menuju ruangannya.

Ellen mengabaikan Evan. Segera setelah ia tiba diruangannya, ia bergegas menuju kasur tipisnya. Ia mengambil pecahan piring yang disimpannya dibawa kasur usang itu. Sebelum ia melakukan apa yang telah ia pikirkan, ia menarik nafas dalam - dalam. Menutup matanya. Berdoa agar pilihannya ini tidak sia - sia.

Evan meletakkan barang belanjaannya didapur dengan dahinya yang mengernyit. Setelah itu segera ia berjalan pelan menuju ruangan yang Ellen tuju.

Ellen memandang kebelakang untuk memastikan Evan belum tiba dibelakangnya. Tetapi ia dapat melihat bayangan Evan melalui awang pintu besi. Aku harus melakukan ini. Kata Ellen dalam hati.

Dengan segera Ellen menyayat telapak tangannya. Sebuah luka hasil goresan pecahan piring yang cukup besar, mengalirkan darah kental dari telapak tangan Ellen. Ellen meringis kesakitan. Sebisa mungkin ia menahan dirinya agar tidak mengeluarkan suara. Segera setelah ia melukai dirinya sendiri, Ellen menyembunyikan pecahan kaca itu dibawah kasur seperti sebelumnya.

Ellen langsung melumuri darah ditangannya disekitar bawahan bajunya. Dalam hati ia berdoa, berharap bahwa ia berhasil mengelabui Evan. Keringat membanjiri bajunya dan kali ini ia terlihat benar - benar kumuh.

"Apa yang kau lakukan?" Kata Evan dibelakangnya.

Ellen tersontak kaget dan secara reflek ia membalikkan badannya.

"Aku.... Aku tidak sengaja melukai tanganku ketika membersihkan pecahan kaca tadi." kata Ellen dengan nada gemetar.

Evan segera mendekati Ellen dan meminta Ellen untuk menunjukkan luka itu padanya. Ellen menunjukkan luka itu kepada Evan.

"Ini luka yang cukup besar." Kata Evan dengan sedikit anggukan. "Aku akan mengambil kotak P3K"

Ellen mengangguk pelan. Ia berhasil mengelabui Evan. Keringat mengalir hebat diwajahnya setelah Evan membalikkan badannya dan mulai berjalan melewati lorong. Tetapi perasaan lega itu hanya sebentar. Ellen teringat akan obat merah yang ia gunakan untuk mengobati Richard masih tertinggal didalam ruangan berpintu kayu putih itu.

"Evan!" Teriak Ellen sambil berlari mengejar Evan. Ellen berhasil menyusul Evan yang sedang berjalan melewati lorong itu. "Aku... Aku tidak butuh obat. Kupikir... Kupikir aku harus mandi dulu. Aku akan membersihkan lukaku sendiri. Tapi aku butuh pakaian ganti."

Evan menatapnya tajam. Melihat mata Ellen dalam - dalam. "Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Evan.

Pertanyaan itu membuat Ellen tersontak. "Aku kakakmu. Apa aku salah jika aku mau mandi?" balas Ellen sebisa tidak terlihat gugup dihadapan Evan.

Evan membalasnya dengan senyum. "Baiklah kak. Aku akan mengambilkan bajumu dimobil. Kau bisa segera mandi. Aku akan segera mengantarkannya padamu."

Jantung Ellen hampir saja berhenti berdetak. Ia berjalan dibelakang Evan, kemudian berpisah menuju WC ketika Evan hendak menaiki anak tangga untuk keluar dari bunker itu. Tapi Ellen tidak benar - benar segera memasuki WC. Ia memastikan Evan telah keluar dari sana dan kemudian Ia bergegas menuju rak buku, mengambil kunci dan membuka pintu kayu putih itu.

"Dia pergi sayang, tapi mungkin hanya sebentar." Kata Ellen dengan nada suara begitu panik. "Aku harus membereskan kekacauan disini. Agar dia tidak tahu bahwa aku telah menemukanmu."

Richard hanya bisa mengangguk tanpa bisa melihat kekasihnya. Ia tidak tahu berapa lama ia akan bertahan lama dengan posisi seperti itu.

Dengan segera Ellen mengambil gelas dan obat merah yang sebelumnya ia gunakan untuk menolong kekasihnya, Richard. Ia menutup pintu kayu putih itu dengan pelan. Sebelum ia meletakkan obat merah dan gelas pada tempatnya, Ellen hampir terpeleset karena genangan air yang ada didepan pintu. Dengan segera Ellen membuka bajunya dan ia mengelap genangan air yang ada didepan pintu kayu putih. Ia hanya mengenakan bra hitamnya.

Setelah ia mengelap lantai itu hingga kering, ia bergegas kedapur untuk menyimpan gelas itu pada tempatnya dengan posisi semula. Tanpa harus berpikir, ia langsung berlari ke WC setelahnya. Membuka kotak P3K dan meletakkan obatnya pada tempatnya.

Selesai. Ellen menghela nafasnya. Ia pikir akan mati saat itu juga. Membayangkan Evan mengetahui perbuatannya saja sudah membuatnya takut setengah mati. Ellenpun terpaksa harus memakai pakaiannya yang kotor dan basah hingga Evan kembali.

Evanpun kembali membawa handuk dan pakaian untuk Ellen. Ia menyuruh Ellen segera mandi dan meminta Ellen untuk menemaninya nonton TV. Ellenpun menuruti perintahnya.

Ellen telah selesai membersihkan tubuhnya. Ia mengenakan kaos hitam dan celana pendek berwarna biru muda pemberian Evan. Segera setelah keluar dari WC, ia mendapati Evan sedang duduk disofa menunggunya dihadapan TV sambil tersenyum. Ellen membalasnya dengan senyum singkat.

Ellen mendekati Evan dan duduk disampingnya. Mereka menonton film horor klasik yang berjudul I KNOW WHAY YOU DID LAST SUMMER. Sebuah film yang sangat tidak cocok untuk ditonton oleh Ellen saat ini. Bagaimanapun juga ia harus menemani Evan agar hal buruk tidak terjadi.


Dipertengahan film Ellen tertidur. Ketegangan yang ia lewati menguras energinya. Ia tertidur tanpa diketahui Evan yang sedang menikmati film.


Evan memandang Ellen yang tertidur pulas disampingnya. Kemudian ia beranjak dari sofanya dan berjalan menuju WC untuk buang air kecil. Tetapi ia menghentikan langkahnya didepan WC. Ia memandang sesuatu disudut matanya ketika berjalan menuju WC.

Evan mengalihkan pandangannya dari pintu WC, kearah pintu kayu putih. Sebuah kunci tertancap dilubang pegangan pintu itu.

Under the GroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang