14. Vague

5.3K 591 107
                                    

Pikirannya kacau balau semenjak menetap seminggu di rumah sakit. Ia benci aroma pahit dan cat putih ini. Seul Bi merasa bosan dan gundah. Berbaring seharian tak melakukan apapun sungguh menyebalkan. Ia seperti tengah berada di peti mati. Bak manusia bernyawa yang tak berguna.

"Aku pasti bisa...."

Seul Bi berusaha menggerakkan kakinya. Namun... apa ini?

Berat sekali. Itu yang ia rasakan. Seul Bi ingin mengumpat. Setiap hari, setiap jam, dan setiap waktu ia selalu melakukan ini. Namun hasilnya sama saja.

Kakinya tak mampu di gerakkan. Dasar lumpuh sialan. Ia benar-benar merasa tak berguna sekarang. Mengapa Tuhan masih membiarkannya hidup? Mengapa Tuhan tak mengirimnya saja pada ibu?

"Aku rindu ibu...," Seul Bi mengadah ke atas, berusaha menahan liquid bening yang mendesak keluar.

KLEK

Seorang datang membukakan pintu. Seul Bi menatap nanar sosok lelaki di ambang pintu. Ia melempar sorot sakit. Ya... lelaki sialan itu telah membuat hatinya retak.

"Seul Bi," panggil Taehyung

Seul Bi membuang muka.

"Mau apa kau kesini?"

"Aku ingin memastikan kau baik-baik saja," terang Taehyung tulus

Seul Bi tertawa sinis. "Jangan sok baik padaku."

Taehyung mendesah kasar. Lalu berjalan mendekat. Ia meletak plastik makanan yang ia bawa ke atas nakas. Lalu duduk di pinggir ranjang.

"Apa kau masih marah padaku? Ya ... aku tahu ini semua salahku. Jika saja saat itu aku tak meninggalkanmu di taman, pasti__" kalimat Taehyung menggantung

"Pasti aku tidak berakhir cacat seperti ini?" Lanjut Seul Bi

Taehyung menggeleng. "Bukan ... bukan itu maksudku."

"Lalu? Maksudmu tuhan memang sudah menakdirkan nasib buruk padaku. Haha aku memang menyedihkan, bukan? Huh ... kenapa aku tidak mati saja? Atau mengapa aku tidak koma 3 tahun saja? Dengan begitu aku akan di suntik mati. Hahaha tamat cerita ini!"

Taehyung tersenyum kecut. Hatinya mencelos mendapati Seul Bi dalam keadaan rapuh. Kalimatnya tadi begitu menusuk hati Taehyung yang terdalam. Taehyung benar-benar merasa bersalah.

"Maafkan aku...," kalimat itu lolos keluar dari mulut Taehyung

Seul Bi tertawa renyah. "Mana Haneul-mu itu? Urus saja dia!"

Taehyung membuang nafas kasar. "Dulu kau tidak suka momen dimana kita bertengkar 'kan? Namun nyatanya ... kau sendiri yang berusaha memacingku!" Tegas Taehyung

"Lebih baik kau keluar dari sini!" Lirih Seul Bi

"Mengusirku?"

Seul Bi mengangguk lemah. Lalu dibalas Taehyung dengan senyuman sinis.

"Baik. Ini berarti kau tak membutuhkanku lagi."

Taehyung bangkit dari kursi dengan kasar. Lalu melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan Seul Bi seorang diri, ditemani perasaan membuncahnya.

Seul Bi mengusap kasar tetes air mata yang berlinang di sudut mata. Ia tersenyum pahit. Rasa sakitnya masih belum reda. Ia teringat klise kebersamaannya bersama Taehyung terakhir.

Belanja-ice cream-ciuman Haneul-lalu mobil yang melintas.

Berakhir dengan rumah sakit ini. Seul Bi tertawa lebar. Oh ... ia mulai gila sekarang.

KLEK

Seul Bi terkejut. Seseorang datang membukakan pintu. Ia menengok ke arah sana. Apa itu Taehyung? Semoga bukan. Seul Bi benci melihat wajah suaminya.

Namun ... apa yang mulutnya katakan tak sama seperti yang ada di hati. Sesungguhnya, Seul Bi sangat membutuhkan Taehyung. Sangat membutuhkannya.

"Seul Bi, bagaimana keadaanmu?"

Suara kakak tirinya menyeruak. Mark datang dengan senyuman lebar. Ia membawa nampan berisi bubur dan air mineral.

"Jauh lebih baik dari kemarin," beritahu Seul Bi

Mark duduk di pinggir ranjang. Lalu mengusap rambut adiknya.

"Kau makan siang dulu, ne?"

Seul Bi mengangguk lemah.

Senyuman Mark semakin melebar. Ia meraih mangkuk. Lalu menyendoki bubur menggunakan sendok.

"Buka mulutmu ... Aaa"

Seul Bi terkekeh kecil. Lalu membuka mulutnya. Ia mengunyah kasar bubur yang seharusnya langsung di telan. Ia ingin mati saja sekarang.

"Aku khawatir padamu, Bi-ya." Lirih Mark

Seul Bi tertawa pelan.

"Kupikir tak ada yang menghawatirkanku. Terima kasih."

Mark berdesis. "Aissh, kau masih saja seperti itu. Sudah kubilang, banyak sekali orang yang menyayangimu." Sangkal Mark

Seul Bi tersenyum tipis. Lalu mengambil alih mangkuk bubur dari Mark. Menghabiskannya pelan-pelan.

"Rasanya aku ingin menculikmu." Ujar Mark

Seul Bi terbahak. "Menculikku? Untuk apa?"

"Untuk kujadikan pacar!"

Seul Bi semakin terbahak keras. Ia memegangi perutnya yang sakit. Mark tersenyum samar. Akhirnya ia bisa melihat Seul Bi tertawa pecah seperti ini. Untuk pertama kalinya semenjak insiden tabrak lari itu.

Mark mengepalkan tangan, andai ia tahu siapa si penabrak yang tak bertanggung jawab itu, Mark akan mengancurkan jantungnya.

"Kalau kau sudah sembuh, aku akan membawamu keliling Eifel," kata Mark

"Benarkah? Mana mungkin aku bisa!" Lirih Seul Bi

"Eh mengapa tidak bisa?"

"Semua orang berjalan dengan kakinya. Sedangkan aku? Keliling eifel dengan kursi roda benar-benar memalukan!" Tegas Seul Bi

Mark mendengus pelan. "Hei, dengar aku. Jangan sesali ujian tuhan. Kau itu istimewa. Kau adalah wanita yang kuat, tuhan memberimu ujian karena ia tahu kalau kau sanggup menjalani semuanya. Jadi... tersenyumlah." Tutur Mark

Seul Bi tersenyum lebar. Perkataan Mark membuat ia tenang. Seperti air hujan yang menyirami hatinya. Ia sungguh mengangumi Mark. Ternyata Mark dapat dijadikan sandaran disaat ia menjadi sosok yang lemah seperti saat ini.

Cup

Ia betul-betul kaget. Mark tiba-tiba mengecup keningnya. Bibir lembut Mark masih terasa hangat disana. Padahal hanya sekilas, tapi mampu membuat Seul Bi merona merah.

"Jangan pikirkan hal yang membuatmu sedih. Buang jauh-jauh hal tentang Taehyung. Aku tak mau adikku menderita karena lelaki berengsek..." seru Mark

Seul Bi menjatuhkan sendok buburnya. Hatinya mencelos mendengar penuturan itu. Dadanya kembali sesak. Mengapa Mark kembali menyinggung soal Taehyung?

Sakit sekali rasanya, saat dimana Taehyung berciuman di taman masih terus melintas di pikirannya. Sungguh sakit.

"Uljima..." Mark mengusap rambut Seul Bi

Seul Bi mengembungkan pipi. Berusaja agar tidak menangis. Mark berdiri di samping ranjang. Dengan segera Seul Bi berhambur memeluk lelaki itu. Kakak tirinya.

"Aku selalu ada untukmu, Bi-ya..."

Tanpa keduanya sadari, sosok lain mengintip dari balik pintu. Kim Taehyung ada disana. Menyaksikan semuanya. Tangannya terkepal kuat. Rahangnya mengeras.

'Beginikah dirimu, Seul Bi? Saat kau sadar dari masa koma, kau bahkan lebih memilih menyebut nama Mark. Dan sekarang, apa kau juga harus berakhir di tangan Mark?'

Taehyung membuang muka. Lalu tertawa remeh.

"Tidak bisa. Mark bukan apa-apa. Dia hanyalah kuman."

Taehyung sungguh ingin menendang sesuatu sekarang. Ia tak terima istrinya memeluk lelaki lain. Ia tak terima...

Sekarang, kau menyesal Kim Taehyung?

TBC

Stupid MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang