02. Indigo

6.4K 136 5
                                    

Akhirnya kami tiba di desa terpencil di kaki gunung tempat villa Berliana sekitar jam empat sore. Karena perjalanan panjang tadi, aku tertidur pulas. Jadi aku bisa sedikit melupakan kejadian tadi. Walaupun pada awalnya susah tidur karena masih terbayang-bayang.

Dari jendela mobil, aku melihat pemandangan yang jarang aku lihat di kota. Letak villa yang berada paling tinggi dengan pemukiman, memungkinkan untuk melihat pemandangan yang begitu indah.

Begitu juga dengan pemandangan villa yang langsung menghadap gunung. Kami baru pertama kali ke villa nya Berliana dan ke daerah sini, jadi kami takjub melihat semuanya.

Kata Berliana, villa ini jarang dipakai dan hanya dipakai kalau liburan aja. Dan yang jaga di sini hanya ada lima orang. Pak Joni sebagai satpam; pak Guntur sebagai tukang kebun; mbo Ani, mbo Asri, dan mbo Wina sebagai asisten rumah tangga.

Villa Berliana sangat luas. Sekitar satu hektar. Taman depan dan juga taman belakangnya juga sangat luas. Dilengkapi dengan kolam ikan, tanaman hias hingga mainan seperti ayunan. Di bagian dalam villa ada 19 ruangan dan 4 lantai. Ada 4 kamar tidur, ruang perapian, ruang keluarga, dapur, ruang makan, ruang tamu, ruang olahraga, 5 kamar mandi, ruang mencuci dan menjemur, gudang dan 2 kamar tidur untuk para pekerja. Dan juga yang paling penting, villa ini dilengkapi dengan lift dan tangga darurat.

Lantai pertama atau yang paling bawah adalah ruang tamu, ruang olahraga, ruang mencuci dan menjemur, gudang, kamar tidur untuk para pekerja, dan 2 kamar mandi. Lantai kedua adalah dapur, ruang makan, ruang keluarga, ruang perapian, dan 1 kamar mandi. Lantai ketiga adalah kamar tidur dan 2 kamar mandi. Dan lantai paling atas adalah outdoor, di sana tempat untuk bersantai dan melihat pemandangan. Ada taman juga dan kolam renang yang pemandangannya langsung menghadap gunung.

"Oh ya kita tidurnya mau gimana? Sendiri-sendiri atau bareng-bareng?" tanya Berliana setelah keluar dari dalam mobil.

"Terserah. Gimana yang punyanya aja," jawab Alifia yang sudah berdiri di dekat pintu mobil.

"Ya sudah, menurut aku sih satu kamar buat berempat aja ya? Biar kita bisa ngelakuin hal-hal yang seru bareng-bareng. Gimana?" tanya Berliana menawarkan.

"Aku setuju," jawabku semangat.

"Aku juga," jawab Raina tersenyum lebar.

"Kalau kalian semua setuju, ya aku juga," jawab Alifia diakhiri senyu

Pak Joni dan pak Guntur sudah mengeluarkan koper kami daritadi, tentunya dengan bantuan pak Malik juga. Sesaat setelah kami sampai di villanya Berliana.

"Oh ya, karena ini sudah terlalu sore, pak Malik menginap di sini saja. Besok pagi baru berangkat. Kamarnya bareng sama pak Joni dan pak Guntur ya?" ucap Berliana menawarkan.

"Terimakasih non," ucap pak Malik mengangguk sambil menundukkan kepalanya kemudian membawa koper masuk ke dalam rumah. Mengikuti pak Joni dan pak Guntur yang sudah masuk duluan.

Kami pun berjalan ke teras villa dan langsung disambut oleh mbo Ani, mbo Asri dan mbo Wina di pintu depan. Mereka sangat ramah dan baik. Setelah pamit, kami langsung pergi ke lantai tiga memakai lift. Kukira kamarnya kecil, tapi setelah di lihat lebih jelas kamarnya sangat luas. Dan sepertinya setiap kamar di sini memang sangat luas. Ya, itu pasti. Memingat betapa luas dan besarnya villa ini.

Kamar Berliana didominasi dengan warna putih. Di tengah kamar terdapat sebuah kasur ukuran besar yang mungkin cukup untuk enam orang. Mengingat badan kami yang kecil-kecil. Di depan kasur, terdapat sofa panjang yang menghadap langsung ke televisi layar datar dengan ukuran besar. Di pojok kiri kasur, terdapat meja rias yang disebelahnya terdapat pintu kaca yang langsung menuju balkon. Dan terakhir, di pojok kanan kasur terdapat dua pintu berwarna coklat. Salah satunya pasti kamar mandi. Dan satunya...

Misteri Rumah KeramatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang