10. Let's Begin

2.2K 76 1
                                    

"Bangun! Bangun! Ini sudah waktunya"

Aku membuka mataku dengan perlahan dan aku sudah berada de sebuah ruangan yang lumayan besar. Aku duduk di sebuah kursi dan tentunya tangan dan kakiku diikat di kursi itu. Dan juga mulutku ditutup dengan kain.

Sepertinya aku pernah ke sini. Tapi kapan ya? Tempat ini berdebu. Dan...

Aku melihat pak Guntur sudah berada di depanku.

"Diam kau di sini!" Ucap pak Guntur tegas.

"Kau harus melihat upacara ini!" Ucap orang tersebut.

Aku melihat sekeliling. Dan kulihat ada beberapa anak. Mungkin sekitar 5 anak. Mereka diikat bersama di lantai dan sepertinya mereka tidak sadarkan diri. Mereka diikat di tangan, kaki dan juga mulut mereka di tutup dengan kain. Sama sepertiku.

Tapi sepertinya aku mengenal 3 orang dari mereka. Itu...

"Haaahhh??? Alifia, Berliana dan Raina? Ternyata mereka ada di sini? Hilang selama beberapa hari dan ternyata mereka d sini!?!" Ucapku dalam hati.

"Hahahahahahaha kau pasti mengenal 3 orang dari mereka. Iya kan?" Tanya orang itu.

"Mmmmmm...mmmmmm...mmmmmm" ucapku menggertak ingin berbicara dan juga ingin lepas dari ikatan ini.

"Diam!" Bentak pak Guntur.

"Sebelum kau mati, kau harus melihat siapa aku sebenarnya!" Ucap orang itu sambil membuka jubahnya. Dan pak Guntur membuka penutup mulutku. Dan ternyata orang itu...

"Mbo Wina???" Ucapku membelalak tak percaya.

"Jangan panggil aku mbo ya! Aku itu di sini bukan mbo! Tapi panggil saja aku Ratu Wina! Karena aku itu masih muda! Ya mungkin aku seumuran deganmu! Dan juga aku adalah yang berkuasa di sini!"

"Itu tidak mungkin!"

"Hahahahahahahahahaha"

"Maksud kamu apa sih? Membawa kami semua ke sini?!"

"Hahahahaha sejak awal aku yang menyuruh Berliana agar datang ke sini dan mungkin bisa membawa kalian juga. Karena di sini aku tidak punya cukup banyak korban. Jadi Berliana terjebak denganku. Hahahahaha"

"Dasar perempuan gak tahu diri! Kamu baik pada kami tapi padahal kamu menginginkan kami?"

"Hahahaha kau terlalu banyak tanya anak kecil!" Ucap Wina sambil memegang kedua pipiku dengan kencang. "Dan tentunya kau terlalu banyak tahu anak kecil!"

Dan dia melepaskan genggamannya.

"Iiihhh aku gk peduli! Pokoknya bebaskan kami!" Ucapku sambil bergerak-gerak berusaha melepaskan ikatan.

"Diam kamu! Walaupun seperti itu, tidak mungkin kamu lepas!" Ucap pak Guntur. "Jangan berisik, upacara akan segera di mulai"

"Ada 7 upacara. Aku menyebutnya upacara kematian. Terdiri dari 7 anak kecil yang belum berdosa. Aku yakin kalian belum berdosa. Aku mencium bau darah kalian yang masih murni" ucap Wina. "Kau mau tau asal usulku?"

Aku hanya mengangguk dengan menatapnya tajam.

"Begini ceritanya, 30 tahun yang lalu aku sudah menjadi seorang nenek tua. Suamiku pergi untuk selamanya. Aku tidak mempunyai satu orang anak pun. Aku frustasi, bingung dan kesepian. Tapi pada suatu malam, aku mendengar seseorang mengetuk pintuku. Aku bangun dan membuka pintu itu. Tidak ada siapa pun. Hanya ada surat kecil. Surat itu mengatakan bahwa bila aku ingin mempunyai seorang anak, pada malam bulan purnama aku harus menunggu sampai tengah malam dan tidak boleh tertidur. Aku pun melakukan hal tersebut.

"Dan pada malam bulan purnama, aku menunggu dan menunggu hingga tengah malam. Tapi tidak ada yang datang. Aku merasa kecewa. Tiba-tiba seseorang memanggilku. Aku mencari arah suara itu. Dan aku menemukan seseorang. Dia seorang anak kecil. Dan aku berkata, "Kau anakku?". Dia menjawab, "Iya, aku anakmu! Tapi aku haus bu. Aku ingin meminum darah manusia. Carilah 7 anak manusia yang masih murni dan bawa ke sini!" Aku pun mengabulkan permintaannya.

"Dan dia mengajarkan aku cara upacara kematian ini. Tapi saat aku meminum darah manusia, aku menjadi muda kembali. Tapi anak itu telah mati dibunuh oleh manusia! Mereka kejam! Mereka telah membunuh anakku!" Ucap Wina mengakhiri ceritanya.

"Itu karena kesalahanmu! Kau tidak menjaganya dengan baik"

"Diam kau! Dia mati dibunuh saat sedang mengambil anak kecil"

"Dasar kau monster!"

"Walaupun anakku mati, tapi aku tetap melakukan upacara ini hingga sekarang! Agar aku tetap muda"

"Dan ini akan menjadi upacara terakhirmu!"

"Hahahahahahaha tidak mungkin! Pak Guntur, cepat tutup mulutnya lagu. Kita mulai upacaranya.

"Mmmmm...mmmmm...mmmmm..."

Wina mengambil salah satu anak yang sedang diikat. Dan beruntung! Itu bukan salah satu temanku. Aku tidak mengenal anak itu. Dia di bawa ke sebuah meja. Meja itu di terangi oleh cahaya bulan yang terdapat dari atap yang berlubang. Malam ini cahaya bulan bersinar sangat terang.

Wina membawa anak itu sambil mengucapkan kata-kata yang tidak aku mengerti. Mungkin seperti mantra. Dia mengikat tangan dan kaki anak itu di ujung-ujung meja. Mulut anak itu masih di tutup. Dia sangat ketakutan. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Begitu juga aku.

Wina mengambil sebuah pisau kecil sambil tetap mengucapkan mantra-mantranya. Dia mengayunkan pisau dengan kedua tangannya dan dia menancapkan pisau itu tepat di tubuhnya. Seketika anak itu mati. Dan aku melihat roh anak itu pergi masuk ke dalam tubuh Wina. Wina telah membunuh anak yang tidak bersalah!

Aku melihat sekeliling dan melihat begitu banyak mayat tergeletak tak beraturan di sekitarku. Juga rangka. Aku melihat ke arah teman-temanku. Mereka khawatir sekaligus takut. Aku tak bisa berbuat apa-apa.

"Upacara pertama selesai! Tinggal 6 upacara lagi! Hahahaha" Ucap Wina. Tapi dia terlihat lemas.

Pak Guntur mengumpulkan darah anak itu dan memasukkannya di sebuah mangkuk.

"Ini cukup?" Tanya pak Guntur.

"I...iya I...ini cukup. Ayo ce...cepat berikan!" Ucap Wina.

Pak Guntur segera memberikan mangkuk itu. Dan Wina meminumnya. Seketika Wina kuat kembali. Pak Guntur membuka ikatan anak yang telah mati itu dan meleparkannya ke tumpukan mayat.

"Akhirnya..." Ucap Wina. "Dan sekarang bagianmu!"

Wina menunjukku dan berjalan ke arahku. Aku bergerak-gerak ingin melepaskan diri. Tapi dia tetap membawaku. Dia membawaku ke meja itu. Aku mencoba melepaskan diri tapi tidak berhasil.

Misteri Rumah KeramatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang