Bagian 5 : Greyzof

497 35 0
                                    

       

[Author POV]

"WOY TUKANG TIDUR! BANGUN!" Petter berteriak nyaring di interkom yang terhubung langsung ke kamar Daniel.

"Eaarrghhhhhhhh!" Daniel mengerang nyaring. Teriakan itu selalu membuat paginya hancur!

"Berhenti berteriak! Aku punya telinga, bodoh!" Balas Daniel tak kalah nyaring.

"Baiklah," suara Petter melembut. "Aku akan membiarkanmu kembali tidur."

Daniel tersenyum lega dan kembali menarik selimutnya.

"Tapi sebaiknya kau lihat dulu wakermu." Setelah itu Petter langsung pergi.

Dari balik selimutnya, Daniel mengernyit. Waker?

Dengan malas ia melirik wakernya yang ada di meja dekat kasurnya dan... Jam tujuh kurang lima belas!

"Aaaaaaaaaa!!! PETTER!!! AKU BENCI DIRIMU!!!"

* * * *

Setelah menghabiskan waktu sesingkat mungkin untuk mandi, berpakaian, dan sarapan, Daniel keluar kamar dengan terburu-buru. Dengan langkah cepat, Daniel menuruni tangga. Ia menyambar sepatu dan kunci mobilnya lalu langsung keluar rumah.

"Daniel," Petter berseru dari pintu rumah yang membuat Daniel berhenti melangkah.

Ia melempar sesuatu ke arah Daniel dan beruntung bisa Daniel tangkap.

"Pesan dari Mama."

Daniel membawa mobil sambil mengunyah sandwich yang dibuatkan oleh pelayan rumahnya. Sesekali ia tersedak akibat terlalu tergesa-gesa memakan sandwich tersebut. Beruntung ada minuman yang juga sudah disiapkan pelayan tersebut.

Selesai makan, Daniel melirik sesuatu yang dilemparkan Petter tadi. Sebuah bungkusan kotak yang seukuran iPad. Daniel tahu itu pasti isinya pesan dari Mama atau Papa nya. Namun ia malas membukanya sekarang, karena ia benar-benar sedang terlambat!

* * * *

[Daniel POV]

Sial!

Aku merutuki nasibku.

Di dalam kelas ternyata sudah ada Mrs. Celine, guru sejarahku. Aku ingin masuk, tapi pelajaran di dalam sedang berlangsung hikmat.

Mungkin membolos jam pertama bukan masalah!

Kakiku yang manis ini melangkah ke kantin sekolah. Masih sepi. Berbeda sekali jika sedang istirahat.

"Kenapa kau di sini?"

Baru saja pantatku hendak mendarat di kursi kantin, aku sudah kembali berdiri tegak saat mendengar  seseorang berucap seperti itu.

"Kau?!" aku memajukan bibir bawahku dan menjatuhkan pantatku ke kursi. "tidak sedang apa-apa," jawabku acuh.

Bip...bip...bip...bip...

Tubuhku menegang.

"Kenapa kau tidak masuk kelas?!" seru Clark yang membuatku  tersadar. Aku menatapnya cukup lama sampai akhirnya membuang muka. Tidak mungkin! Gelang ini pasti rusak. Aku bergeleng pelan.

"Hey, Daniel!!" untuk kedua kalinya aku tersadar dan menatapnya lagi.

Ya, gelang ini pasti rusak.

Aku berdiri dan mulai berjalan. "Ayo ke kelas. Tadi aku hanya mampir sebentar," kataku sambil terus berjalan tanpa menoleh. Saat aku merasa Clark tidak juga berada di sampingku, aku kembali berbalik. Dan entah benar atau tidak, tadi aku melihat secercah cahaya berwarna merah di tangan Clark juga kilatan merah di matanya itu. Sangat sekilas sehingga aku tidak bisa mengetahui itu benar atau tidak.

Saat pertanyaan itu masih bergelayut di kepalaku, aku melihat Clark tersenyum dan berjalan mendekat. "Ayo kita ke kelas," katanya sambil menarik tanganku pelan.

Aku mengangkat bahu. Mungkin hanya perasaanku.

* * * *

[Author POV]

"Semalam aku melihat adanya ancaman dari gelang Daniel dan Petter."

Linda Orizon mengangguk mengiyakan. Ia juga melihat sendiri  adanya pendeteksi tanda bahaya pada penandaan gelang kedua anaknya. Ia menatap monitor berlayar lebar di depannya. Dari belakang, Arbi Orizon memegang bahu istrinya tersebut.

"Dia tidak terdata dalam pendataan penduduk Negara di dokumentasi kita." Linda mendesis. "tapi aku mendapatkan biodata singkatnya yang ia berikan pada Brogdokenza School."

Linda memencet salah satu tombol dan muncullah data seorang gadis yang kini sedang ia selidiki.

Arbi mengernyit. "Greyzof?" tanyanya heran saat membaca nama terakhir gadis tersebut. "Seperti tidak asing."

"Kau mengenalnya?" tanya Linda.

Arbi tidak menjawab. Ia terus memperhatikan dengan intens wajah pada foto gadis tersebut. Seperti tidak asing...

"Zwarven Greyzof... Greyzof... Greyzof... Greyzof?" ia terus mengumamkan nama tersebut beberapa kali. mencoba untuk mengingat-ingat sesuatu yang seperti tidak asing.

"Gisela Greyzof dan Benjamin Greyzof!" seru Linda dan Arbi bersamaan. Keduanya berpandangan penuh arti. "Dia....?"

"Anak dari keduanya! Tidak salah lagi."

******

TBC...

POWERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang