[Author POV]
Daniel...
Daniel...
Daniel...
"Siapa kau?" Daniel berbicara dalam hati. Ia bisa merasakan bahwa matanya masih tertututp tapi ia berada di tempat lain yang entah apa namanya.
Daniel...
Daniel terdiam. Suara itu seakan semakin mendekat ke arahnya dan ia yakin sekali bahwa suara itu adalah suara seorang wanita.
"Daniel...,"
"Clark?"
Suara itu tidak terdengar lagi.
"Clark. Kau kah itu?" tanya Daniel masih dengan suara batinnya.
"Ya, ini aku," jawabnya –Clark.
Daniel bisa mendengar suara itu tapi ia tidak bisa menemukan di mana Clark berada. Yang ia lihat hanya kegelapan.
"Clark!" seketika matanya terbuka dan sedikit menyipit untuk menyesuaikan cahaya yang tiba-tiba saja merebak masuk melalui pupil matanya.
"Berhenti memanggil namanya!"
Daniel mengernyit. Suara Petter?
Ia baru benar- benar yakin bahwa itu Petter ketika matanya sudah sepenuhnya terbuka dan mendapati Petter dengan muka marahnya. "Ada ap–,"
PLAK!
Daniel mengerang nyaring sambil memegangi pipi kirinya. Kepalanya sedikit pusing akibat tamparan gratis dari Petter yang entah apa sebabnya.
"Kau... kenapa kau menamparku?!" seru Daniel tertahan. Ia merasakan perih di sudut bibirnya dan seketika ia menyadari bahwa bibirnya mengeluarkan darah.
"Berhenti menyebutkan nama gadis itu!" kata Petter lirih, sedikit menyesal. Ia menunduk dan mengacak rambutnya sembarangan. "Kami, aku, papa, dan mama hanya menghawatirkanmu."
Rahang Daniel mengeras. Dengan sentakan keras ia menarik kerah baju Petter dan mengangkatnya. Meski lebih muda, tapi postur tubuh Daniel dan Petter hampir sama.
"Sudah kubilang bahwa aku akan baik-baik saja! Clark tidak berbahaya. Kalian terlalu berlebihan!" saat kepalan tangan Daniel hendak mendarat di rahang kiri Petter, Linda masuk dan menjerit.
"Apa yang kalian lakukan?!"
Daniel menurunkan kepalan tangannya dan menatap Petter dengan Benci. Kemudian ia menatap Linda. "Aku lelah. Aku ingin istirahat. Jadi aku minta tinggalkan kamarku. Aku ingin sendiri dan tidak ingin di ganggu!"
Meski berat, tapi Linda mengikuti permintaan anaknya tersebut, begitu pun dengan Petter. Sebelum menutup pintu, Petter sempat sekali lagi menatap Daniel dengan tatapan lirih. Tadi ia menampar adiknya itu, baru sekali itu. Ia sungguh menyesal. Ia hanya takut. Perasaannya mengatakan bahwa, dengan adanya gadis bernama Clark itu, Daniel akan... pergi. Bukan pergi dengan artian ke suatu tempat, tapi pergi selama-lamanya.
"Kami hanya menghawatirkanmu, Daniel..."
* * * *
[ Daniel POV ]
Ayam sudah berkokok sejak pagi-pagi sekali, tapi aku malas sekali bangkit dari tidurku. Sejak kejadian kemarin sore, aku tidak ada keluar kamarku bahkan untuk makan.
Aku melirik wakerku yang akan berbunyi sebentar lagi. Aku terjaga sejak sejam yang lalu karena perutku yang terus meronta kelaparan.
Aku menghela napas. Kenapa harus begini jadinya? Apa semua anak atau anggota keluarga agen CIA harus merasakan ini? Aku berani menukar apa saja asalkan aku bisa hidup normal seperti anak kebanyakan.
Sudah lah! Aku menggeleng kuat. Berharap juga tidak akan mungkin membuatku menjadi anak normal seketika!
Dengan malas aku bangkit dari tidurku dan meraih handuk untuk mandi setelah sebelumnya mematikan waker yang berbunyi.
Selesai mandi aku berbenah memakai seragam sekolah dan pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu. Aku tidak melihat mama dan papa, hanya melihat Petter yang nampaknya masih menyesal telah menamparku semalam. Tapi aku tidak perduli lagi!
Di sekolah, perasaanku sedikit membaik. Mungkin pengaruh suasana yang damai. Kelas rupanya masih sepi, hanya ada tiga orang temanku yang lain. Memang masih terlalu pagi aku datang.
"Daniel, ada apa dengan sudut bibirmu?" tanya Syella yang duduk terhalat dua kursi dariku.
Aku meliriknya lalu tersenyum meski sedikit sakit. "Tidak apa-apa," jawabku singkat. Aku tidak ingin berbicara banyak, rasanya nyeri dan ngilu.
Syella mengangguk maklum lalu kemudian beranjak keluar diikuti dua temanku yang lain. Kelas menjadi sepi, hanya ada aku seorang. Aku menghela napas lalu melirik bangku Clark.
Kenapa semenjak aku mengenalnya sedikit lebih dekat kehidupanku seolah-olah berubah? Mulai dari gelangku yang selalu berbunyi, Petter yang marah, dan papa mama yang tiba-tiba saja pulang? Padahal pulang ke rumah adalah hal yang langka bagi mereka berdua. Juga... suara perempuan seperti Clark yang semalam terus memanggil namaku.
"Pagi sekali hari ini kau datang."
Aku tersentak. Saat aku melihat ke sumber suara, tiba-tiba saja jantungku memompa darah lebih cepat. Takikardia....
"Maaf aku mengejutkanmu," katanya sedikit menyesal.
"Clark...," desisku pelan tidak terdengar.
Clark. Gadis itu setelah menaruh tas di bangkunya langsung datang menghampiriku dan duduk di kursi depanku yang masih kosong.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh dariku?"
Aku mengerjap dan tersadar bahwa sejak tadi aku meneliti sesuatu yang mencurigakan dari Clark tapi tidak ada.
"Tidak."
Clark memiringkan kepalanya dan sedikit maju mendekati wajahku. Oh astaga, takikardia... takikardia... takikardia...
"Sudut bibirmu membiru dan seperti bekas luka. Kenapa?" ia menjauhkan wajahnya lagi dan duduk berpangku tangan menunggu jawabanku.
Aku ingin menjawab tapi tidak mungkin aku mengatakan bahwa aku sehabis ditampar Petter karena tidak boleh berdekatan dengannya lagi. Jadinya aku hanya menggelengkan kepalaku.
Tiba-tiba saja perutku berbunyi nyaring di kelas yang hanya ada aku dan Clark. Ya Tuhan, kau jahat sekalii!
"Kau tidak sarapan ya? Kau tampak pucat hari ini."
"Sejak kemarin sore," jawabku. Kepalaku sedikit pusing jadinya aku memijit pelan pangkal hidungku.
Aku tidak tahu apa yang dilakukan Clark tapi yang aku tahu, ia menarik lenganku menuju kantin sekolah.
"Duduk di sini biar aku memesankan bubur untukmu." setelah berkata seperti itu Clark pergi memesan bubur seperti yang ia bilang.
Aku duduk bersandar di kursi kantin yang empuk ini. Kepalaku saat ini benar-benar pusing dan aku sangat kelaparan.
Tidak berapa lama Clark datang membawa nampan berisi semangkuk bubur ayam juga segelas teh hangat.
"Biar kusuapi," katanya saat aku mencoba meraih sendok itu. Aku pasrah dan kembali bersandar. Sesekali aku menegakkan kepalaku untuk menyuap bubur yang di sodorkan Clark. Beruntung sendok yang Clark gunakan bukan sendok makan yang biasa melainkan sendok dengan ukuran yang sedikit lebih kecil sehingga aku tidak merasa sakit pada bagian sudut bibirku.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu tapi aku tidak suka melihatmu seperti ini!"
*****
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
POWERS
Fantasy[COMPLETED] "Aku tidak ingin dia menguasai tubuhku terus menerus. Aku lelah...." - Clark "Kami ini dua yang menjadi satu, dan satu yang terdiri dari dua," - Chelsea "Lawan dia, Clark. Kuasai tubuhmu lagi... demi aku." - Daniel * * * Pada mulanya kal...