02

69 6 2
                                    


2 tahun sebelumnya,

"Lilaaaa, liat nih liat siapa yang ngechat  aku,"

Aku berlari sambil berteriak dari pintu kelas menuju bangku ku, ada Lila sahabatku disana sedang menulis sesuatu.

"kenapa Shei? ini masih pagi kamu malah teriak teriak"

Lila menatapku dengan perasaan jengkel. Tetapi itu biasa, yang tak biasa adalah aku melihat sekelilingku yang menatap ku seolah ingin menghujat.

"nih La, liat deh liat, kak Ardi ngechat aku".

Ku tarik kursi kayu dan kududuki berhadapan dengan Lila.

"demi apa, Ardi Ardi yang kamu kagumi dulu itu? kok bisa?".

Sudah kutebak, ia tak akan percaya semua ini.

"kan gaada yang gamungkin didunia ini, dia lucu banget tau orang nya la, suka ngelawak kocak gitu"

"cieee percayaa deh, aku doain cepet jadian ya. jangan lupain Lila tapi ya"

"ah Lila, dia cuma ngechat aja, bukan ngajak jadian"

"bisa aja kali, dari permulaan chat biasa jadi sayang gitu Shei"

"gitu ya, tapi aku seneng bangeeett la, kayak mimpi aja gitu ga percaya, coba kamu tampar aku, tampar La, kali aja ak..."

Plaakkk...

Tamparan keras dari tangan yang lembut mendarat sempurna di pipiku

"enak? gimana? this is your dream or real life?"

"real life, terimakasih sangat lila, ini sungguh menyakitkan"

Tawa cekikikan khas lila makin menjadi. Untung saja Bu Arsih datang segera, kalau tidak, bisa aku botakin itu rambut Lila.

***

Hari itu matahari bersinar lebih terik, dan sepanjang jalan yang kulalui sangat ramai dengan kendaraan padat. Tidak seperti biasanya, hari ini aku tak diantarkan Papa kesekolah pun tak membawa kendaraan sendiri. Terburu - burunya aku tadi pagi sudah membuat Papaku jengkel lalu menghukumku untuk berangkat sekolah dan pulang sendiri. Aku segera mempercepat langkahku untuk pulang kerumah karena kepala ini sudah merasakan seperti terbakar teriknya matahari. Ponselku bergetar, menandakan ada pesan masuk didepan layar.

Ardi: lagi dimana sheina?

Seketika bibirku menyunggingkan senyum tatkala melihat ternyata Kak Ardi yang mengirim pesan. Iya, Ardi adalah siswa dari sekolah daerah barat kota Jakarta yang tak sengaja bertemu denganku beberapa bulan yang lalu. Dia memang tak menarik seperti lelaki tampan di film yang sering kulihat lewat Laptop Kakak Ku, tapi percayalah Kak Ardi ini punya daya tarik sendiri ketika Aku melihatnya. Saat itu kulihatnya berbicara dengan segerombolan temannya-aku juga kenal karena kita dalam satu organisasi yang sama- dengan leluconnya yang membuatku tersenyum dari kejauhan. Ini kah cinta pandangan pertama? tidak, aku masih belum berani menganggapnya cinta. Bagaimana bila itu hanya rasa kagum?, Ah yasudah lah yang penting sekarang ini aku lagi dekat dengannya.

to Ardi:
ini lagi dijalan, mau pulang kak

Ku taruh lagi ponselku ke dalam saku rok abu - abu, biarkan, nanti saja kubalas pesan dari kak Ardi.
Baru saja kaki ku ini ingin melangkah, ponselku bergetar lagi. Kali ini getarannya tak kunjung berhenti, menandakan panggilan telah masuk.

Ardi.

"halo"

"eh halo kak, kenapa"

"bisa bicara dengan Sheina?"

Sungguh, aku ingin tertawa mendengarnya berbicara seperti ini.

"gaada, sheina nya ilang"

"oh hilang ya, kasian, padahal mau aku jemput"

kulihat lagi ke arah depan sambil memperkirakan berapa lama lagi akan sampai rumah jika berjalan kaki. Akan terasa lama mungkin, mengingat sekolah kak Ardi juga berada di daerah sini. Mungkin tak akan merepotkannya.

"ini sheina kak, jemput aja gapapa haha"

"emang sekarang dimana?"

"depan kantor pos, yang ada di sebelah kiri gang sekolahnya kakak"

"tunggu"

Tuuutttt... Tuuuttt..

Tak perlu menunggu waktu lama. Hanya sekitar 5 menit, seseorang bersepeda motor Matic berwarna merah, berseragam putih abu - abu, dan membawa dua helm muncul dihadapanku. Helm itu satu dipakai, satu ditaruh depan sambil dijepit diantara kedua kakinya.

"dari tadi kamu disini?"

"ngga begitu lama juga sih"

"ini pake, lalu naik belakang"

Kak Ardi menyodorkan helm berwarna hitam kepadaku sambil tersenyum, lalu memajukan badannya kedepan, agar ada keluasan tempat untukku duduk. Ahhh sosweeettt

Disepanjang jalan, ia bercerita banyak hal. Tentang keluarganya yang sering memarahinya ketika ia tak pernah pulang kerumah. Tentang Universitas impiannya ketika lulus nanti. Tentang perjalanannya ketika mendaki gunung. Semua itu ia utarakan, tanpa malu malu, bahkan kita ini seperti dua orang yang sudah kenal lama.

Ardi yang terdengar cerewet, membuatku hanya sekedar mendengarkan lalu tertawa kecil. Sesekali, ia bertanya balik kepadaku mengenai diriku dan hobbyku. Kukira ia memang tertarik padaku.

***

gimana? garing? kering? remuk? atau gimana part yang ini?
vote dan comment yaa, next or no nyaaa haha -veve

Waktu yang BerceritaWhere stories live. Discover now