3

163 10 0
                                    

"Aku belum punya bekal untuk memimpin jumlah kalian yang tidak sedikit"

Eckharizta 100 tahun lalu
Hutan Arkill

Wujud Fransiscus kini benar benar tidak menyerupai manusia lagi. Sejak beberapa hari yang lalu, Fransiscus memilih untuk tidak kembali kedunia manusia dan terus berkeliaran dihutan Arkill.
     "Haaaahhhh....."Desisnya panjang saat mendapatkan kelinci berbulu abu abu yang baru ia tangkap.

Tanpa belas kasihan, Fransiscus yang sudah berwujud setengah serigala itu menelan mentah mentah kelinci berbulu abu abu yang baru ia tangkap.

Pohon Chi malam itu tidak berhembus sama sekali. Membeku dalam kedinginan malam. Begitu perih menyaksikan penghuni baru kegelapan yang tidak punya hati itu.

           ___Auuuuwwwww...___

Fransiscus melolong lagi didalam hutan Arkill.
Para Vampire yang sedang menghadapi upacara kematian Madame Amira saling pandang satu sama lain. Kemampuan pendengaran ultrasonik mereka cukup bisa membuat mereka dapat mendengar lolongan Fransiscus yang begitu menyayat.
     "Pangeran..." Teriak Vampire kecil ketakutan pada Frederick. Matanya begitu cekung.
     " Aku mendengarnya . Tapi tidak mungkin ada Werewolf di Eckharizta ini. para vampire tekah memusnahkannya beberapa tahun silam."Frederick cemas.

_____Auuuuuuuwwwww..____ Lolongan itu terdengar lagi. Bahkan semakin keras.

Para Vampire semakin yakin jika ada sesuatu yang tidak beres dengan hutan Arkill.
      "Saya tidak dapat merasakan desah nafas Pohon Chi, Pangeran. Biasanya kalau Pohon chi tidak berkutik sedikitpun, pasti ada sesuatu yang membuat Hutan Arkill membeku dan meninggalkan aktivitasnya." Vampire tua berkomentar. "Kami menunggu perintah dari pangeran untuk melakukan tindakan selanjutnya."

Frederick bingung mengikuti jalan pikirannya. Disaat seperti ini, Sang Madame tidak bisa bangun untuk menolongnya atau bahkan membimbingnya.

#######

Untuk ketiga kalinya, Adrina bangun dengan keringat dingin yang mengguyur dan membasahi baju tidurnya. Telapak tangannya terasa nyeri. Adrina beranjak dari tempat tidurnya, mengambil air hangat lagi untuk merendam tangannya dengan jalan yang masih tertatih tatih karena lukanya belum sembuh total.

Saat merendam tangannya kebaskom, Adrina melihat sekelompok kelelawar bergantungan dengan kepala terbalik dipohon cemara disamping kamarnya

Adrina merasa kelelawar itu terus mengamatinya dengan sorot mata yang tajam. Dengan cepat, Adrina menutup selambu jendela kamarnya yang berwarna coklat muda.

#######

"Mungkin hanya halusinasi kamu aja. Atau bahkan kamu terlalu berlebihan memikirkan mimpi mimpi mu." Reva menarik kesimpulan setelah Adrina merelakan waktu istirahat untuk menceritakan semua kejadian yang ia alami kemarin malam.

Adrina mendengus kesal. Sebelumnya dia sudah yakin jika bercerita pada sobatnya yang memiliki pikiran ilmiah itu hasilnya akan sia sia. Tapi mau gimana lagi, teman curhatnya cuma Reva seorang.
   "Hari ini bevas dari hukuman Bu rafina?" Reva membuyarkan lamunan Adrina.
   " Beres!" Adrina mengacungkan jempol." Bu Rafina kemakan rengekanku yang seperti bayi baru lahir." Adrina cengengesan penuh kemenangan.

Flashback
Pagi itu Adrina tersenyum lega. Telapak tangannya dibebal dengan perban putih. Saat Bu rafina bertanya, Adrina degn seribu kebohongannya berkata kalau tangannya cedera pada saat merebus air. Adrina juga tidak luapa membumbui ceritanya dengan bilang kalau lukanya menjijikkan dan bau, sehingga Bu rafina tidak berani menginvestigasi balutan telapak tangan Adrina lebih dalam lagi. Padahal Ceritanya itu hanya kebohongan yang dikarang Adrina untuk menutupi tanda aneh yang berbentuk E+ ditangannya.

Flashback off

"Nanti malam mau nggak nginep dirumahku?" Adrina menawari Reva. Cewek berambut lurus sepinggang itu melongo, "Kenapa emang?"
     "Pembantuku pulang kampung semua, dan aku takut sendirian dirumah."

Reva tertawa terbahak bahak sambil membungkuk memegang perut.
   "Lucu?"Adrina ketus
   "Yaiyalah, Drin. Cewek kayak elo ternyata takut mimpi ya? padahal megang ular ama naik pohon jambu aja berani." Reva mengusap rambut panjang Adrina.

Adrina tersenyum, senyum kecut karena jengkel.
   "Kamu ngeremehin aku ya?"
   "Perlu popok bayi?" tawar Reva.
Adrina memandang Reva dengan sebal.

Eckharizta

Bulan sabit di hutan Arkill tertutup oleh awan hitam yang menggantung dari barat dan bergerak bebas menuju Selatan.

Sejak beberapa menit yang lalu, kedua belah pihak (Antara Vampire dan WereWolf) hanya diam ditempat, ditempat dari arah yang berlawanan dalam kebisuan dan ketegangan.

Hutan Arkill yang begitu mencekam tampak lebih menakutkan karena lolongan para Werewolf yang tak kunjung berhenti.

Para Vampire tidak berkutat dari tempatnya berdiri.
   "Pangeran Frederick, saat Holly Night terbuka, tinggalkan kami dan Eckharizta ini." Vampire jangkung memohon.
  "Tidak bisa Frey, kau pikir..."
  "Kami tidak ingin bangsa Vampire musnah karena pertempuran dengan serigala malam ini." Lanjut Frey.
   "Kau kira aku tidak menyesal meninggalkan Eckharizta ini?" Frederick bersikeras.
   " Pangeran, ingat sekali lagi!! Madame Amira tewas karena berjumpa dengan para Werewolf disaat Madame menginginkan perpanjangan hidup bagi bangsa Vampire. Jika Pangeran ikut binasa malam ini, apakah Pangeran akan terus membiarkan Werewolf itu tetap hidup, setelah mereka mengobrak abrik Eckharizta dan pulau Melodia?"

Pangeran Frederick menunduk dalam dalam, meresapi nasihat dari Frey.
    " Pangeran hiduplah demi kami..." Vampire lain memohon, sambil membungkukkan badan dan meletakkan tangan mereka diatas dada masing masing.

_____Auuuuwwww.._____ Fransiscus melolong memberi isyarat pada Werewolf lain untuk mengawali perang.

Awan hitam yang sempat menutupi bulan sabit malam itu bergerak perlahan, menjauh dari bayangan bulan sabit yang cahayanya memberi sinar redup di Eckharizta.

Frey mendorong Frederick, menjauhi kerumunan para Vampire yang sedang bersiap untuk berperang melawan Werewolf.

#######

Adrina terbangun dengan tubuh berguyuran keringat dingin. Bajunya basah seperti seseorang yang habis lari maraton 100 km.

Telapak Tangan Adrina lagi lagi terasa ngilu dan panas. Tapi malam ini, Adrina merasa kalau telapak tangannya lebih panas dan ngilu dari pada biasanya, bahkan serasa terbakar.

Reva masih tertidur pulas dengan dengkurannya yang seperti anjing liar. Tubuhnya menekuk memegang bantal dan mulutnya terbuka.
   "Pluukkk..." Ada sesuatu yang jatuh menimpa jendela kaca kamar Adrina.

Adrina terperanjat, "Aaarrrrgghhhh....." teriaknya keras saat ada kelelawar berukuran besar terbang dan menabrak kaca jendelanya.

Reva yang masih berpetualang dalam mimpinya tiba tiba bangun dengan mata terpejam, "ada apa? Maling?" Tanyanya tidak connect.
   "Aku mimpi buruk lagi!" Adrina bernafas dengan susah payah.

Reva yang masih separuh tidur dan bangun tidak nengerti apa yang dikatakan Adrina barusan, "Kamu ngimpi kali!!"

Adrina melengos, lalu menepuk pipi Reva hingga Reva 100% membelalakkan matanya lebar lebar.
  "Emang aku mimpi!!! Aku bilang sama kamu kalau aku mimpi buruk." Adrina jengkel.
   " Ehh Sorry, Aku denger tadi kamu liat Beruk hehe." Reva memegang telinganya.

Adrina geleng geleng kepala, "Tapi Rev. Aku ngerasa ini semua nyata. Ngimpiku tuh selalu bertautan. Tentang Eckharizta, Frederick, Fransiscus, Melodia, Pohon Chi. Banyak deh pokoknya. Dan kadang tuh ngimpiku loncat loncat, kadang apa yang terjadi pada saat ini, dan kadang apa yang terjadi pada beberapa ratus tahun yang lalu."

Reva mengernyit dan mendekatkan wajahnya ke wajah Adrina, "Maksud Lo? Nggak mudheng sumpah. apasih yang kamu omongin? Cerita dari film apa sih hemm?"
    "Bukan Film tapiii ngimpi aku Revaaaa." Adrina bersikeras dan semakin jemgkel karena Reva tidak percaya pada ceritanya.

____Pluukkk....____ Ada kelelawar satu lagi manabrak jemdela kaca kamar Adrina.

Adrina dan Reva terkejut, saling berpelukan.
   "Arrrgghhtt..." Mereka berdua berteriak bareng bareng sambil bersembunyi didalam selimut berbulu

E+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang