5

140 13 0
                                    

Adrina dan Reva dengan terpaksa berlari terengah engah. Debar kusir mereka yang panjang akhirnya berbuntut pada keterlambatan mereka memasuki gerbang sekolah yang nyaris ditutup karena bel sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu.

Saking asyiknya berada disamping 'Mayat', Adrina dan Reva tidak sadar jika siswa lain yang satu sekolah dengan mereka sudah pergi meninggalkan TKP sejak 15 menit yang lalu, saat mereka sibuk membahas kematian satpam gendut itu.
"Hah....Hahh.. Ha..." Adrina berhenti didepan kelas. Kedua tangannya bersandar dilutut.
"Ha..Ha...Ha..." Reva ikut ikutan berdiri didepan pintu kelas sambil membuka pintu.

Kelas kosong tidak ada seorang siswapun yang ada didalam kelas. Hanya ada tas dan beberapa buku yang tertata tidak rapi disetiap bangku.
"Gawat..." Reva berteriak saat nafasnya sudah terkendali dengan baik.

Adrina terlonjak, mundur beberapa langkah dari tempatnya semula.
"Kita seharusnya diruang Muzic!!" lanjut Reva panik

Adrina yang jantungnya nyaris copot dua kali menjambak rambut Reva yang panjang, karena gemas.
"Sialan, aku kira ada apa!!" Katanya sambil memacu larinya.
"Yang jadi masalah, ruang muzic ada dilantai 2. Udah gitu anak tangganya banyak banget nih..." Reva mengeluh sambil berlari menapaki anak tangga.
Adrina tertawa, "Gpp kan, sekali kali ngelangsingin perut."
"Perutku udah langsing kali..." Reva merasa tersindir.

Music Room of Pertiwi Academy
07.30 a.m

Adrina dan Reva membuka pintu yang didepannya bertuliskan 'Music Room' dengan hati hati dan perlahan lahan.

Terlambat 90 Menit bukan hal bagus untuk Pak George, Guru musiknya yang killer, dingin, galak, dan jika sudah marah susah sekali diredam, apinya gedeee bener.

Tapi saat mereka berdua mulai menapaki pintu kelas, tak satupun siswa yang melotot tajam ke arah mereka. Bangku juga kosong, paling hanya beberapa siswa cowok duduk dengan muka jutek sambil menopang dagu.

Para siswi cewek yang sudah dulu menempati ruang musik itu tampak bergerombol dimeja guru yang terletak di dekat lemari alat musik.
"Ada apa nih?"Reva berbisik di telinga Adrina.
"Jangan jangan ada korban lagi?!" Adrina cemas. "Aku berharap Pak George..."Lanjutnya tanpa pikir pikir dulu dulu.

Mata Reva memelototi Adrina, seolah olah mau protes, "Walaupun kita nggak suka, But jangan doain yang jelek jeleklah bego.."
"Sorry deh.." Adrina sok memohon maaf sambil berjalan kedepan kelas bergabung dengan kerumunan siswi lainnya.
"Anda berapa lama mengajar disini?" Siswi cewek berebut dan saling mendesak di meja guru.
"Saya disini menggantikan Pak George yang pindah tugas ke New York." Jawab guru baru itu sambil tersenyum.

Siswa siswa cewek yang sedang membentuk kerumunan disekitar meja berteriak histeris, kesenangan.

Reva memutuskan tinggal dibangku saat Adrina meminta izin untuk melihat apa yang terjadi. Mata Reva asyik membaca Buku Paket Pelajaran Musik yang akan dipelajari hari itu.
"Ada apa sih?" Reva bertanya pada salah satu cowok yang tinggal dibangku dengan wajah jengkel dan tidak puas.
"Guru baru, gantiin Pak George," jawab cowok yang bukan satu satunya siswa yang berwajah jengkel hari itu.

Mata Reva berbinar, " Bagus dong! Ada yang gantiin guru killer itu! Semoga Guru baru itu lebih bagus tabiatnya." Reva harap jarap cemas.
"Masalahnya..." Para cowok protes. "Usia dia tuhh sebaya ama kita kita. Udah gitu cakep, Cool, berpembawaan tenang, so langsung deh populer dikalangan anak anak cewek.." Para cowok jengkel. "Posisi kita terancam...!!"
"Yang bener..?" Reva tidak percaya.
"Tuh buktinya!" cowok cowok menunjuk ke kerumunan disekitar meja guru, "Coba tebak apa yang mereka lakuin sejak bel masuk? Jejeritan disekitar gury baru itu! Nyebelin kan?"

Reva manggut manggut, "Aku khawatir sama Adrina nih, sejak tadi juga belum balik balik." Reva ikut ikutan menuju ke meja guru.
"Panggil saja saya Erick." Guru baru itu memperkenalkan diri. " Tidk usah pake titel Pak, karena usiaku sama dengan kalian."

Adrina yang berhasil nyusup ke kerumunan siswa lain memandangi guru baru itu dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Kesini...."Guru baru itu menarik lengan Adrina dan mendudukkan Adrina disampingnya.

Siswa lain semakin jejeritan, "Drin, gantian dunggsss... Licik. Drina...Drinaa...!!!"

Reva yang sat itu berusaha menembus pagar cewek cewek ( Tapi nggak berhasil ) semakin penasaran karena siswa cewek jejeritan memanggil manggil nama sobatnya.

Guru baru itu memegang telapak tangan kanan Adrina, lalu memegang tanda E+ ditelapak tangan Adrina. Adrina merasakan hawa sejuk di sekelilingnya saat tangan Erick memegang tanda E+ ditelapak tangannya.
"Sejak kapan ada tanda ini? tanya Erick.

Adrina mengerutkan kening, sedang berusaha mengingat ingat sesuatu.

Saat Erick memegang tanda ditelapak tangannya kedua kali, Adrina merasa kalau telapak tangannya tidak lagi terbakar, tapi hangat. Adrina merasa seperti ada Magic yabg menghilangkan rasa panas di telapak tangannya.
"Sepertinya aku pernah lihat kamu sebelumnya." Adrina berbicara tanpa memperhatikan tata krama pada guru baru itu, mengingat usianya sebaya.
"Apa yang kamu rasakan saat tanda ditanganmu ini aku pegang?" tanya Erick tidak menggubris Adrina.

Cewek cewek semakin berdesakan, "Besok aku juga mau buat tabda seperti itu ah..." mereka iri.

Saat cewek cewek jejeritan, otak Adrina teringat sesuatu, "Frederick.." Teriaknya.

Reva yang saat itu berhasil mencapai meja guru ikut kaget, lalu menarik lengan Adrina, "Ngimpi kali Lo?" celetuknya tiba tiba.

"Iya kan kamu Frederick?" Adrina bersikeras, tidak peduli bahwa tangannya telah ditarik tarik oleh Reva. Reva semakin tidak mengerti dengan kelakuan sobatnya yang gokil itu.

****

"Reva!!! Letakin dulu dong ramuan maskermu itu aku yakin banget dia itu Erick! Lihat aja gelagatnya saat aku teriak 'Frederick', dia langsung tidak berkata apa apa kan?" Adrina merengek rengek, menyakinkan Reva yang sibuk memoles wajahnya dengan masker putih.

Reva tetap asyik dengan pekerjaannya.
"Rev...." Adrina belum menyerah.
"Mungkin halusinasimu terlalu berlebihan kali ya?" Reva sedikit jengkel. " Emang kuakui Erick itu Cool, Keren, dan tenang. Tapi masa iya hanya karena itu, kamu nyangka dia Vampire?"
"Tidak salah lagi, aku ingat betul wajahnya saat aku mimpi aneh berulang kali." Adrina membela diri.

Reva tak ambil pusing, lalu segera menuju tempat tidur dan menarik selimutnya hingga leher.
"Capek,, mau tidur ahh.." katanya sambik menguap.

Adrina yang malam itu ganti menginap di rumah Rwva cemberut, jengkel karena Reva tidak percaya ceritanya sepersenpun.

#######

Anak anak cewek membuktikan janjinya. Saat jam pelajaran Erick, mereka sibuk meminta tolong pada teman sebangkunya untuk menggambarkan tanda E+ ditelapak tangan dengan spidol merah.

Bu Rafina terkejut saat memasuki kelas Adrina setelah kelas music. Semua cewek dikelas itu ( Kecuali Reva ) memiliki gambar (bukan tanda) E+ ditelapak tangannya. Setelah ceramah dengan senyumnya yang aduhaii, Bu Rafina memberi hukuman kepada seluruh siswa cewek (kecuali Reva) untuk membayar denda sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan oleh Bu Rafina sebelumnya.

Adrina yang waktu itu tidak merasa bersalah protes tidak terima, "Kalau yang ditelapak tangan saya ini asli bu, bukan buatan kayak temen temen!!!"
"Adrina...."Bu Rafina tetap menyunggingkan senyum. "Yang menyebabkan teman temanmu berbuat seperti itu kamu kan! kalau di tanganmu tidak ada gambar konyol seperti itu hingga menarik perhatian Erick, mana mungkin cewek cewek itu demam dengan tanda E+ seperti punyamu itu?"

Adrina menghela nafas panjang sambil menundukkan kepala, tidak bisa membalas ucapan gurunya yang cantik itu. Dengan terpaksa Adrina merogoh sakunya dan dengan terpaksa lagi Adrina menyerahkan uang lima puluh ribu ke tangan Bu Rafina yang sudah menengadah saat Adrina protes.
"Bagus...anak baik!" Bu Rafina mengelus pipi Adrina.

Bu Rafina berdiri dari tempat duduknya semula, "Anak anak uang yang terkumpul inj bisa kalian gunakan juntuk kas kelas," katanya sambil tersenyum.

Adrina cemberut saat kembali ke bangkunya. Reva menyambut Adrina dengan senyum mengejek.

E+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang