Hampir 1 jam, namun Nadya sama sekali belum terbangun dari pingsannya, membuat Rey semakin khawatir. Sesekali ia mengecek dahi Nadya guna mengecek suhu badan Nadya yang ternyata sudah turun. Terus kenapa Nadya belum bangun? Pertanyaan itu tertoreh dibenak Rey.
Cleck!
Rey mengalihkan pandangannya kearah pintu. Ia segera berdiri melihat pelayan Nadya sudah berdiri didepan pintu dengan nampan berisi bubur,air dan obat.
"Permisi tuan Rey, tapi baru saja Nyonya Ros menelpon agar Nadya biar diurus sama saya saja." Ujar pelayan itu. Rey terdiam sebentar.
"Tuan Rey lebih baik pulang, ini sudah hampir pukul 8." Lanjutnya lagi.
Rey akhirnya mengangguk dan mengambil tasnya diatas meja belajar Nadya. Rey menulis nomor hp-nya disebuah kertas dan menaruhnya diatas meja. Ia mengelus pelan rambut milik Nadya dan berjalan kearah pintu.
"Bi, kalau ada apa-apa sama Nadya tolong panggil nomor itu atau bibi bisa langsung panggil saya dirumah depan, rumah saya di situ." Ujar Rey sambil menunjuk kertas di meja. Sang pelayan menganggukkan kepalanya kemudian Rey berlalu dari sana.
"Ngghh.."
Kedua mata Nadya akhirnya terbuka. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk dalam matanya. Ia kemudian bangkit dari tidurnya dan menaruh kompres yang berada didahinya. Nadya meringis merasakan kepalanya masih berdenyut sakit.
"Non Nadya udah bangun? Kalau masih sakit mending tidur aja non."
Nadya menggeleng dan duduk tegak diatas kasurnya. Ia mengedarkan pandangannya dan sadar bahwa dirinya sudah berada dirumahnya."Bi? Mama udah di rumah?" Tanya Nadya dengan nada lirih.
"Tadi nyonya pulang sebentar untuk mengambil berkas-berkasnya, non. Setelah itu, ia kembali ke kantor." Jawab pelayan itu.
Nadya hanya bergumam dan mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang menampakkan pemandangan alam dengan tatapan sendu. Pelayan tersebut ikut meringis dalam hati melihat tatapan sendu dari nona mudanya itu.
"Non.. non lebih baik makan dulu abis itu minum obat, biar non bisa istirahat lagi." Tawar pelayan tersebut.
Nadya kembali bergumam dan mengambil mangkuk bubur yang ada di bed table samping kasurnya. Setelah 5 suapan, Nadya menghentikan makannya dan menaruh mangkuk itu kembali ke nampan. Pelayannya memberi air sekaligus obat pada Nadya. Setelah itu, Nadya membaringkan tubuhnya menghadap jendela sedangkan pelayannya membersihkan sisa makanan Nadya.
"Bi." Panggil Nadya. Sang pelayan mengalihkan pandangannya pada Nadya.
"Iya non?"
"Siapa yang bawa saya pulang ke rumah?"
Pelayan tersenyum, "tadi yang bawa non kesini tuan Rey, teman non Nadya waktu di Bandung. Dia juga yang jagain non selama 1 jam lebih. Dia juga naruh nomor telponnya di atas meja belajar non kalau ada apa-apa." Jelas pelayan tersebut. Nadya tersentak. Rey? Pria itu yang membawanya kesini?
"Kalau begitu saya permisi dulu. Kalau ada apa-apa pangil saya aja, ya Non." Pamit pelayan itu. Nadya hanya mengangguk. Pikirannya masih masih tertuju dengan ucapan pelayannya sebelumnya. Rey yang membawa dirinya kesini. Kenapa bisa?
Tidak. Itu bukan hal yang penting. Yang penting saat ini adalah istirahat supaya dia bisa kembali menyelesaikan tugas-tugasnya. Lagian kenapa bisa sih dia jatuh sakit disaat begini? Menghela napas ia membaringkan tubuhnya dan mulai terlelap.
****
Istirahat selama 2 hari benar-benar membuat tugasnya semakin menumpuk saja. Baru saja ia sampai, ia dikejutkan dengan tumpukan berkas di atas meja kerjanya disekretariat osis. Sudah 4 kali juga ia dipanggil guru untuk mengejar ketertinggalannya selama 2 hari ini. Begitulah resikonya jika bersekolah disekolah dengan taraf pendidikan termaju di Jakarta-- bahkan di Indonesia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is My Life Story(On Going)
Teen Fiction[On Going♡] Maura Nadya A. Gadis dengan sejuta rahasia yang berusaha melarikan diri dari masalahnya. Semuanya mengira ia baik-baik saja padahal nyatanya ia hanyalah seorang yang rapuh. Reynaldi Fernando. Pria dengan watak dingin dan cuek. Ia pinda...