I Have Loved You, so Deep!

748 59 19
                                    








"Percaya deh Van.. lo bakal berterimakasih banget sama gue karena gue udah nyelametin lo dari Aga yang plin-plan itu."

Leon memakan risolnya lagi, dia membeli lima dan sudah habis tiga termasuk yang di dalam mulutnya. Dia belum berencana untuk masuk kelas, barangkali dia akan bolos sampai jam pelajaran berakhir.

"Lo gak nyelametin Vania dari siapapun.."

-----------------

Leon menoleh, lalu tersenyum. Ah~hilang deh kesendirian gue.

"Dan lo harusnya berterimakasih sama gue karena gue udah bikin Vania ngejauh dari lo, jadi lo bisa tepe-tepe sama si Karra."

Aga melangkah mendekat kearah Leon. Dia tidak suka bermasalah sama anak sakit jiwa ini. Urusannya runyam, dan Leon juga terlalu cerewet, bisa-bisa seumur hidup disekolah Aga tidak pernah tenang karena ocehan gilanya.

"Gue dan Vania bukan kaya lo dan Egla lo itu. Kalo lo mau bikin gue ngerasain kaya apa yang lo rasain dulu, lo gak bakal bisa, karena dia Vania. Bukan Egla."

Leon bangun dari duduknya. Kalau menyangkut Egla, dia tidak ingin lebih rendah dibanding Aga dan membiarkan Aga menunduk menatapnya.

"Egla itu bisa pergi segampang lo niup dandelion, dia gak bakal balik walaupun lo berusaha raih, kecuali dia ngedatengin lo. Vania engga. Vania itu kaya tanda lahir, dia nyatu secara gak langsung, dia gak bakal pergi walaupun keliatannya kaya gitu. Jadi kalo lo mau gue ngerasain apa yang lo rasain, bukan Vania objeknya."

"Jadi gue meleset lagi bikin lo kehilangan?"

"Lo bukan meleset, tapi lo emang gak pernah bisa bikin gue kehilangan." ucap Aga sinis,  "Ngomong-ngomong gue baru sadar ternyata lo seserius itu nanggepin hinaan gue atas diri lo yang emang bener-bener payah pas Egla pergi."

Leon tersenyum. Kalau saja kemampuan bela dirinya melampaui Aga, dia pasti sudah menonjoknya duluan dan membiarkan Aga bersimbah darah. Sayang, Leon bukan petarung, dia hanya penonton drama. Yang dia lakukan hanya sebatas makan apel sambil menyilangkan kakinya saat nonton orang-orang berkelahi, karena dia suka melihat orang kesakitan, membuat dia seperti tidak sendirian.

"Emang Egla dimata lo apaan sih?"

"Sampah!"

"Sebelumnya?"

"Malaikat.."

Ke duanya terdiam, masing-masing dengan luapan emosi yang enggan disalurkan. Leon kembali mellow. Aslinya dia memang cowok super mellow yang gak bisa kena mendung sedikit langsung flashback. Tapi dia selalu berusaha menutupi kelemahannya, dan selalu gagal di depan Aga.

"Lo beruntung sama hidup yang dikasih Tuhan ke lo. Lo gak pernah ditinggalin orang, lo gak pernah ngerasa kehilangan, banyak yang sayang sama lo, banyak yang nemenin lo, banyak yang naksir lo, banyak yang kagum dan lain-lain yang gak penting gue sebutin, karena gue jadi muji-muji lo begini.." Leon menyandarkan tubuhnya pada tembok di belakangnya. Aga menoleh. "Gue engga ada. Gue gak punya hidup sesempurna lo, tapi pada saat itu Egla dateng, dengan hidup yang sama kaya gue. Gue ngerasa punya temen, gue ngerasa kita sama.. gue mulai ketergantungan sama dia sampe bener-bener gak bisa bangun tanpa semangat dari dia. Tapi dia ngebohongin gue, kesakitannya cuma akting buat bangkitin gue kemudian jatohin gue kembali ke tempat yang lebih dalem, sampe gue susah buat liat cahaya. Dia pergi... dan lo dateng dengan makian-makian lo yang semudah ngebalikin telapak tangan. Lo bilang gue payah. Padahal masalahnya bukan saat gue kehilangan cewek itu, gue bukan nangisin cewek itu. Gue cuma ngerasa kehilangan pahlawan gue sebelum gue bener-bener bangkit, gue ngerasa dikhianatin sebelum gue bisa berdiri sendiri. Gue kecewa, gue marah, gue gak pernah terima sama segala kebohongan yang udah dia tunjukin ke gue. Dan lo bilang gue chicken? Hanya karena cewek? Lo salah besar.."

I Will be HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang