The One Who Start the Drama

763 71 15
                                    

"Tolong atur pertemuan saya dengan laki-laki itu, secepatnya!" seorang wanita berambut bob itu memerintah asisten pribadinya. Suasana hatinya sangat tidak karuan. Baginya kehidupan selalu menyedihkan, baginya kehidupan selalu menghukumnya seperti kesalahannya tidak akan pernah lunas. Dia juga korban, walau pada akhirnya ia menimbulkan korban baru.

Dia boleh bangga dengan kehidupannya sekarang. Berapapun nominal bisa dia hasilkan, tapi hatinya tidak pernah tenang. Ia selalu gelisah, pagi, siang dan malam. Dia pikir segala penderitaan akan berakhir ketika ia sudah di atas, tapi dia salah dan apa yang dilakukannya selalu salah.

Tanpa sadar airmata meluncur dipipinya. Leon benar, dia selalu salah. Bahkan mungkin kelahirannya merupakan sebuah kesalahan. Dunia ini seolah-olah tidak pernah memberinya kesempatan untuk tenang. Untuk sehari saja biarkan dia bernafas lega tanpa masalah. Sama seperti Leon, ia hanya ingin bahagia.

"Nanti malam jam 19.00 WIB anda tidak ada schedule, bagaimana?" asistennya yang sedang melihat agenda pada Tabnya. Wanita itu mengangguk cepat.

"Segera hubungi dia, saya ingin bertemu.."

***********

"Kamu gagal lagi bujuk Leon?" Seorang pria berbadan tegap membuka pembicaraan saat melihat istrinya seperti sedang kacau. Ia menuangkan segelas alkohol dan memberikannya kepada wanita cantik di depannya.

"Selalu.." ujar wanita itu. Ia meneguk habis minumannya dan bersandar di sofa. Pikirannya selalu kacau setiap bertemu Leon. Ditambah lagi pikirannya soal laki-laki itu.

"Yang terpenting dia baik-baik saja.."

"Dia selalu baik-baik saja, Ray! Dia mirip sepertiku. Melihatnya sama saja seperti melihat diri sendiri. Keras kepala, angkuh, argh!"

Ray menatap Aira. Wanita yang telah dinikahinya secara resmi lima tahun yang lalu. Aira tidak pernah berubah, sifatnya masih tetap sama seperti pertama kali ia melihatnya. Tapi seperti apapun dia, Ray selalu mencintainya bahkan sampai detik ini.

Dulu Aira pernah menolaknya karena ia miskin dan hanya bermodalkan motor butut untuk pergi kuliah. Sedangkan Aira adalah anak seorang jendral TNI, tapi Ray ingat betul ayah Aira tidak memandang kasta. Walaupun tidak mendukung sepenuhnya, Ayah Aira pernah bicara padanya bahwa ia harus berjuang jika ingin mendapatkan sesuatu. Dan Ray terus berjuang walaupun Aira tidak pernah melihat kearahnya. Aira tidak pernah bisa ia gapai.

Pada saat itu, persisnya 17 tahun yang lalu adalah terakhir kalinya ia melihat Aira dipemakaman ayahnya. Setelah itu Ray tidak pernah bertemu dengan Aira lagi. Baru tujuh tahun terakhir ini ia kembali bertemu Aira dalam keadaan dirinya yang sudah berubah 180◦.

Sedangkan Aira terlunta-lunta dijalan. Mencari kerja sana-sini. Sampai akhirnya mereka bertemu. Awalnya Ray mengira ia membenci Aira atas sikapnya di masa lalu, tapi ternyata tidak. Cintanya lebih besar dan Aira lah yang memotivasi dirinya hingga sampai ditangga kesuksesan seperti sekarang. Baginya Aira tetaplah Aira yang ia cintai, dia bahkan tidak pernah memandang wanita manapun yang telah mendampinginya selama ini. Cintanya hanya tumbuh untuk Aira.

"Nanti malam aku mau bertemu dengan orang itu.." ujar Aira serius. Ray mengernyitkan dahinya. Aira memang cerita segalanya pada Ray, tapi dia tidak menyangka Aira benar-benar ingin bertemu dengannya.

"Mau ditemani?"

"Tidak usah.."

Dan walaupun Ray sudah memilikinya, sudah berada di sampingnya, sudah menjadi orang yang berjarak paling dekat dengannya, tetap saja ia tidak pernah bisa menyentuh hati Aira.

****

"Leon.. mama ingin bicara," Aira berdiri dipintu kamar Leon, ia melangkah mendekatkan dirinya pada Leon, tapi anaknya itu malah menghindar. Leon yang tadinya sedang duduk dipinggir jendela langsung naik ke atas kasurnya dan menutupi dirinya dengan selimut.

I Will be HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang